Sosiologi Sastra : Pendekatan Dan Teori Sosiologi Sastra, Serta Metode Penelitian Dalam Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra merupakan studi tentang hubungan antara karya sastra dan masyarakat. Hubungan ini bisa dua arah, maksudnya adalah bagaimana konteks sosial mempengaruhi penulis sastra dalam membangun imajinasinya dan bagaimana implikasi karyanya terhadap kehidupan sosial secara luas. Sosiologi sastra juga berarti suatu upaya untuk memahami karya sastra melalui perpaduan ilmu sastra dengan ilmu sosiologi. Dalam wacana ini, sastra berdiri sebagai fenomena masyarakat yang ditelaah dalam kacamata ilmu sastra dalam hubungannya dengan ilmu sosiologi.

Baik sosiologi maupun sastra memiliki objek kajian yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat. Keduanya berusaha memahami hubungan-hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan-hubungan tersebut di dalam masyarakat. Perbedaannya adalah :
  • Sosiologi melakukan telaah objektif dan ilmiah tentang manusia dan masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial, mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Sedangkan sastra menyusup, menembus permukaan kehidupan sosial, dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya serta melakukan telaah secara subjektif dan personal.

Sampai dengan saat ini, konsep dasar sosiologi sastra masih sering diperdebatkan. Konsep merupakan wilayah pemikiran yang memuat asumsi-asumsi dasar yang melandasi keilmuan dalam hal ini sosiologi sastra. Dasar pemikiran yang umum yang mengitari konsep sosiologi sastra adalah keterkaitan sastra dan masyarakat. Ian Watt, dalam “Literature and Society”, menjelaskan bahwa beberapa hal yang dipelajari dalam sosiologi sastra adalah :
  • konteks sosial pengarang.
  • sastra sebagai cermin masyarakat.

Baca juga : Antropologi Sastra

Pendekatan Sosiologi Sastra. Pada umumnya, terdapat tiga pendekatan yang bisa dilakukan dalam penelitian sosiologi sastra. Rene Wellek dan Austin Warren, dalam “Theory of Literature”, menjelaskan bahwa pendekatan sosiologi sastra yang dapat digunakan dalam penelitian atau pengkajian sastra adalah :

Wacana : Pengertian, Syarat, Unsur Pendukung, Jenis, Dan Ciri-Ciri Wacana

Pengertian Wacana. Wacana sangat erat kaitannya dengan bisang bahasa dan sastra, selain juga berkaitan dan sering digunakan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti : politik, antropologi, sosiologi, dan filsafat. Dalam satuan kebahasaan, wacana menjadi unsur tertinggi. Wacana juga menjadi bagian dari salah satu kajian linguistik, yang dikenal dengan istilah analisis wacana. Wacana bisa ditemui dalam novel, buku, ensiklopedia, karangan utuh, dan lainnya.

Wacana
bersinonim dengan teks. Kesamaan di antara keduanya adalah menggunakan acuan berupa bahasa yang lebih luas dibandingkan klausa atau kalimat. Sedangkan perbedaan di antara wacana dan teks adalah terletak pada segi penggunaannya, di mana wacana lebih berbentuk lisan sehingga interaktif, sementara teks berbentuk tulisan dan tidak interaktif.

Secara etimologi, istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “wac, wak, vak”, yang berarti berkata atau berucap. Dalam bahasa Inggris, wacana disebut dengan “discourse” yang merupakan rekaman peristiwa yang utuh tentang komunikasi. Pada umumnya, wacana merupakan unit kebahasaan yang labih besar dari pada kalimat dan klausa dan mempunyai hubungan antara unit kebahasaan yang satu dengan yang lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wacana diartikan dengan beberapa pengertian, yaitu :
  1. n komunikasi verbal; percakapan.
  2. Ling keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan.
  3. Ling satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khutbah.
  4. Ling kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis; kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat.
  5. pertukaran ide secara verbal.

Secara terminologis, wacana dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku linguistik (atau lainnya). Wacana juga berarti seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan keadaan suatu kepaduan atau rasa kohesi bagi pendengar atau pembaca. Kohesi atau kepaduan tersebut harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh pendengar atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan wacana tersebut.

Dialek : Pengertian, Ciri-Ciri, Macam, Serta Perbedaan Unsur Kebahasaan Dalam Dialek

Pengertian Dialek. Ketika mendengarkan dua orang atau lebih sedang berbicara, kita akan mengetahui apakah mereka berasal dari daerah yang sama atau tidak, walaupun kita tidak mengetahui dengan pasti dari mana asal daerah mereka (penutur). Hal tersebut dapat kita ketahui dari dialek masing-masing saat mereka berbicara.

Secara etimologis, istilah “dialek” atau logat berasal dari bahasa Yunani, yaitu “dialektos” yang berarti varietas bahasa yang melingkupi suatu kelompok penutur. Varietas bahasa atau varian bahasa atau juga disebut “lek” merupakan sistem kebahasaan yang dibedakan berdasarkan faktor tertentu. Sistem tersebut dapat berbentuk bahasa, dialek, laras, atau norma baku.

Secara terminologi, istilah “dialek” dapat diartikan sebagai sistem kebahasaan yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain dengan mempergunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya. Dialek juga berarti suatu variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok penutur yang mempunyai ciri-ciri relatif sama.

Chaedar Alwasilah, dalam “Sosiologi Bahasa”, menyebutkan bahwa kriteria dialek adalah sebagai berikut :
  • dialek merupakan bahasa yang dimiliki oleh sekelompok penutur tertentu, walaupun apabila satu kelompok satu dengan kelompok yang lainnya berbicara dengan dialeknya masing-masing, satu sama lainnya dapat saling mengerti (mitual intelligiblity).
  • dialek dapat dibedakan berdasarkan pada faktor daerah (regional), waktu (temporal) dan sosial, yang dapat dilihat dalam pengucapan tata berbahasa dan kosa kata.
  • dialek merupakan sub-unit dari bahasa (yang sebenarnya satu variasi bahasa juga).


Selain itu, pengertian dialek dapat juga dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :

Hakekat Bahasa Dan Pemerolehan Bahasa

Hakekat Bahasa. Istilah “hakekat bahasa” terdiri dari dua kata, yaitu “hakekat” dan “bahasa”. Kata “hakekatberarti inti sari atau dasar. Hakekat juga berarti kenyataan yang sebenarnya (sesungguhnya). Sedangkan kata “bahasaberarti suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara agar bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan.

Berdasarkan hal tersebut, istilah “hakikat bahasa” merupakan inti sari atau dasar kenyataan sebenarnya dari bahasa. Harimurti Kridalaksana, dalam “Kamus Linguistik”, menjelaskan bahwa bahasa pada hakekatnya adalah suatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

Hakekat bahasa meliputi :

1. Bahasa sebagai sebuah sistem.
Bahasa adalah sebuah sistem, maksudnya bahasa merupakan sejumlah unsur yang beraturan. Unsur-unsur bahasa itu diatur. Bahasa terbentuk oleh suatu aturan atau kaidah atau pola yang teratur dan berulang, baik dalam tata bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat. Apabila aturan atau kaidah ini dilanggar maka komunikasi dapat terhambat.

2. Bahasa sebagai lambing.
Bahasa merupakan lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Lambang merupakan tanda yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial berdasarkan perjanjian dan untuk memahaminya harus dipelajari.

3. Bahasa itu adalah bunyi.
Yang dapat digolongkan bahasa adalah bunyi, terbatas pada bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia saja. Namun, tidak semua bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia dapat disebut bahasa, misalnya : bersin, berdehem, batuk, dan lain sebagainya. Hanya bunyi yang berupa ujaranlah yang disebut bahasa. Turunan dari bunyi adalah huruf-huruf, yang sifatnya arbitrer atau mana suka.

Apresiasi : Pengertian, Bentuk, Manfaat, Dan Tahapan Apresiasi

Pengertian Apresiasi. Secara etimologi, istilah “apresiasi” merupakan istilah serapan dari bahasa Inggris, yaitu “appreciation” yang berarti penghargaan yang positif, atau “appreciate” yang berarti penilaian dan penghargaan, di mana kedua istilah tersebut berakar dari bahasa Latin, yaitu “apreciatio” yang berarti penghargaan.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), apresiasi diartikan dengan :
  1. kesadaran terhadap nilai seni dan budaya.
  2. penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu.
  3. kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah.

Secara terminologi, istilah “apresiasi” dapat diartikan sebagai suatu pernyataan seseorang yang secara sadar merasa tertarik dan senang kepada sesuatu, serta mampu menghargai dan memandang hal yang dipilihnya itu mengandung nilai-nilai yang bermanfaat dalam kehidupannya. Apresiasi juga dapat berarti suatu proses menilai yang dilakukan untuk sesuatu hal dari satu orang ke orang lain. Pada hakekatnya, apresiasi merupakan suatu pemberian pendapat terhadap apa yang telah dibuat atau dilakukan oleh seseorang. Apresiasi tidak hanya terbatas digunakan terhadap sebuah karya seni ataupun karya sastra, tetapi juga sering digunakan dalam kegiatan-kegiatan lain yang bahkan berupa kegiatan yang sederhana.

Selain itu, pengertian apresiasi juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Alfred North Whitehead, dalam “Process and Reality”, menyebutkan bahwa apresiasi adalah proses pengapresiasian terhadap sebuah hal yang dilakukan oleh seseorang dalam sebuah kegiatan guna mendapatkan suatu hal, dan berpartisipasi di dalamnya dengan penilaian secara keseluruhan.
  • James I. Jarrett, dalam “The Teaching of Values Caring and Appreciation”, menyebutkan bahwa apresiasi adalah perhatian seseorang terhadap sesuatu yang bisa berupa ketertarikan, kesenangan, dan pemanfaatan terhadap sesuatu tersebut.
  • John Dewey, dalam “Experience and Education”, menyebutkan bahwa apresiasi adalah menikmati sebuah kesenangan atau pengalaman terhadap sesuatu.

Roman : Pengertian, Ciri-Ciri, Unsur, Dan Jenis Roman, Serta Perbedaan Antara Roman Dan Novel

Pengertian Roman. Secara etimologi, kata “roman” berasal dari kata “lingua romana”, yang berarti suatu tulisan atau karangan yang ditulis oleh rakyat Romawi dengan bahasa daerah. Dari pengertian “lingua romana” tersebut, kemudian timbul ungkapan “romanz”, yang berasal dari bahasa Prancis, yang penggunaannya mengacu pada semua karya sastra dari golongan rakyat biasa.

Sedangkan secara terminologi, kata “roman” dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Roman merupakan salah satu jenis karya sastra dalam bentuk prosa yang isinya melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing. Roman juga dapat berarti suatu bagian dari karya sastra berbentuk prosa yang berisikan pengalaman hidup dari para tokoh yang diceritakan, yang bermula dari ia lahir sampai dengan tokoh tersebut dewasa bahkan juga sampai meninggal dunia.

Sedangkan salam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), roman diartikan dengan :
  1. n karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing.
  2. cak (cerita) percintaan.

Selain itu, pengertian roman juga dapat dijumpai di dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Johann Wolfgang von Goethe, dalam “Die Leiden des Jungen Werther”, menyebutkan bahwa roman adalah sebuah karya sastra yang fiksi, yang mengambarkan peristiwa yang mungkin terjadi dengan kondisi yang tidak mungkin atau hampir tidak mungkin menjadi sebuah kenyataan. Lebih lanjut, Johann Wolfgang von Goethe menjelaskan bahwa roman bersifat subyektif karena pengarang akan berusaha menggambarkan dunia menurut pendapatnya sendiri dalam karya roman yang ditulisnya tersebut.
  • Wolfgang Ruttkowski dan Eberhard Reichmann, dalam “Das Studium Der Deutschen Literatur”, menyebutkan bahwa roman adalah kisah yang menggambarkan beberapa orang tokoh yang ada dalam cerita fiksi yang dibuat oleh pengarangnya.

Teks Cerita Sejarah : Pengertian, Ciri-Ciri, Unsur, Jenis, Fungsi, Kaidah Kebahasaan, Dan Struktur Teks Cerita Sejarah, Serta Tahapan Dalam Penulisan Teks Cerita Sejarah

Pengertian Teks Cerita Sejarah. Secara umum, teks cerita sejarah dapat diartikan sebagai teks yang menjelaskan atau menceritakan tentang fakta atau kejadian (peristiwa) di masa lalu mengenai asal-usul sesuatu yang bernilai sejarah. Teks cerita sejarah juga berarti suatu teks yang berisikan peristiwa atau kejadian yang ditulis berdasarkan fakta yang ada, baik yang benar-benar terjadi maupun sekadar cerita rakyat yang dianggap pernah terjadi. Teks cerita sejarah disajikan secara kronologis.

Teks cerita sejarah pada umumnya menceritakan tentang :
  • peristiwa bersejarah yang memiliki dampak besar.
  • latar belakang terjadinya peristiwa besar.
  • asal-usul hal yang memiliki nilai sejarah.
  • perkembangan sejarah suatu hal.

Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan penilaian yang pas terhadap teks cerita sejarah, yaitu :
  • kebenaran settingnya.
  • kebenaran karakter tokoh-tokohnya.
  • kebenaran kejadiannya.
  • keseimbangannya.

Baca juga : Teks Dan Sastra

Ciri-Ciri Teks Cerita Sejarah. Terdapat beberapa hal yang merupakan ciri-ciri dari teks cerita sejarah. Taufiqur Rahman, dalam “Teks Dalam Kajian Struktur dan Kebahasaan”, menjelaskan bahwa teks cerita sejarah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  • disajikan secara kronologis sesuai dengan urutan kejadian suatu peristiwa.
  • berbentuk cerita ulang (recount).

Karya Sastra : Pengertian, Unsur, Jenis, Fungsi, Dan Pendekatan Karya Sastra, Serta Perbedaan Antara Karya Sastra Lama Dan Karya Sastra Baru

Pengertian Karya Sastra. Sastra merupakan bentuk kegiatan kreatif dan produktif dalam menghasilkan sebuah karya yang memiliki nilai rasa estetis serta mencerminkan realitas sosial kemasyarakatan. Sedangkan karya merupakan hasil perbuatan atau ciptaan (terutama hasil karangan).

Suatu karya sastra, meskipun hasil imajinasi, sangat bermanfaat bagi kehidupan. Karya sastra dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang kebenaran-kebenaran hidup, memberikan kegembiraan dan kepuasan batin, serta dapat dijadikan sebagai pengalaman untuk berkarya.

Secara umum, karya sastra dapat diartikan sebagai ungkapan perasaan manusia yang bersifat pribadi yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam bentuk gambaran kehidupan yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan. Karya sastra lahir dari sebuah renungan pengarangnya yang ingin mengungkapkan apa yang dipikirnya tentang pandangan dunia ideal. Karya sastra berisi pandangan seorang pengarang yang diilhami oleh imajinasi dan realitas budaya pengarang.

Selain itu, pengertian karya sastra juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Ahmad Badrun, dalam “Pengantar Ilmu Sastra”, menyebutkan bahwa karya sastra adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan simbol-simbol lain sebagai alat untuk menciptakan sesuatu yang bersifat imajinatif.
  • Mursal Esten, dalam “Kesusastraan: Pengantar, Teori, dan Sejarah”, menyebutkan bahwa karya sastra adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan masyarakat umumnya, melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek positif terhadap kehidupan manusia.

Bahasa Sastra : Pengertian Dan Karakteristik Bahasa Sastra, Serta Berbagai Gaya Bahasa Dalam Sastra

Pengertian Bahasa Sastra. Bahasa merupakan alat komunikasi sosial, di mana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain secara sederhana. Bahasa juga dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati.

Sebagai salah satu jenis karya seni, karya sastra tidak lepas dari aspek estetika atau aspek keindahan. Namun, perwujudan keindahan dalam karya sastra berbeda dengan karya seni lainnya. Apabila aspek keindahan dalam karya seni lain dapat diamati secara langsung melalui bentuknya, karya sastra tidaklah demikian. Karya sastra mampu memancarkan keindahan dalam dirinya tidak hanya dari bentuk, namun yang lebih utama adalah dari bahasa yang digunakan di dalamnya.

Secara umum, bahasa sastra dapat diartikan sebagai bahasa yang khas yang digunakan dalam suatu karya sastra, yang menyimpang dari penuturan yang bersifat otomatis, rutin, biasa dan wajar, di mana penuturan dalam karya sastra selalu diusahakan dengan cara lain, baru, dan belum pernah dipakai sebelumnya. Bahasa sastra juga dapat berarti penghubung antara sesama anggota masyarakat dalam kegiatan sosial dan kebudayaan, dengan penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Burhan Nurgiyantoro, dalam “Teori Pengkajian Fiksi”, menjelaskan bahwa penggunaan bahasa sastra lebih ditujukan pada tujuan estetik karena di dalamnya hanya menggunakan unsur emotif dan bersifat kononatif.

Selain itu, pengertian bahasa sastra juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Rachmat Djoko Pradopo, dalam “Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, Dan Penerapannya”, menjelaskan bahwa bahasa sastra adalah bahasa yang bukan persis sama dengan arti pada umumnya, melainkan lebih menyaran pada makna intensional, yaitu makna yang ditambahkan. Unsur bahasa sastra mengalami “ketegangan” antara pemahaman konvensi di satu pihak dengan penyimpangan dan pelanggaran konvensi di pihak lain atau lebih dikenal dengan istilah “bahasa bersayap”.

Diksi : Pengertian, Syarat, Jenis, Fungsi, Dan Tujuan Diksi, Serta Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemilihan Kata

Pengertian Diksi. Bahasa merupakan salah satu media yang digunakan banyak orang dalam berkomunikasi. Bahasa juga dapat digunakan untuk menyampaikan gagasan atau ide, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan seseorang dalam berbicara dan menulis dengan didukung oleh kemampuan penguasaan dan pemakaian kosa kata yang baik, sangat menentukan suatu gagasan dapat disampaikan dengan baik atau tidak.

Keterbatasan dalam penguasaan dan pemakaian kosa kata dapat mengakibatkan seseorang kesulitan dalam menyampaikan apa yang ia maksud kepada orang lain. Seorang penulis yang baik harus dapat menggunakan diksi yang benar pada penempatan yang tepat sehingga mudah dipahami.

Secara umum, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan suatu gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Diksi juga dapat berarti pilihan kata di dalam tulisan yang digunakan untuk menggambarkan sebuah cerita atau memberi makna sesuai dengan keinginan penulis. Fachrudin Ambo Enre, dalam “Dasar-Dasar Keterampilan Menulis”, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan diksi adalah penggunaan kata yang sesuai dalam mewakili pikiran dan perawatan yang ingin disampaikan dalam suatu pola kalimat tertentu. Pilihan kata merupakan kegiatan untuk memilih kata secara tepat dan sesuai dalam mengungkapkan maksud dan tujuan kepada penyimak atau pembaca baik secara lisan maupun tulisan. Ketepatan dan kesesuaian sangat penting dalam rangka mengekspresikan maksud dan tujuan. Hanya saja, diksi tidak hanya terbatas pada pemilihan kata saja, melainkan juga untuk mengungkapkan gagasan atau menceritakan peristiwa. Diksi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan, dan lain sebagainya.


Sedangkan Gorys Keraf, dalam “Diksi dan Gaya Bahasa”, mengartikan diksi dalam beberapa pengertian, yaitu :

Stilistika : Pengetian, Ruang Lingkup Dan Obyek Kajian, Manfaat, Dan Tujuan Stilistika

Pengertian Stilistika. Secara etimologi, istilah “stilistika” atau yang dalam bahasa Inggris disebut “stylistics” tidak dapat dipisahkan dari kata “style”, yang menurut Gorys Keraf, dalam “Diksi dan Gaya Bahasa”, kata “style” tersebut berasal dari bahasa Latin, yaitu “stylus” yang berarti alat untuk menulis pada lempengan lilin. Sedangkan dalam konteks komunikasi, Akhmad Muzakki, dalam “Stilistika al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an”, menyebutkan bahwa kata “stylus” oleh orang-orang Yunani diartikan dengan kualitas dari sebuah ungkapan.

Secara terminologi, stilistika dapat diartikan sebagai proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra yang digunakan sastrawan sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan terhadap bahasa dalam rangka menuangkan gagasannya (subject matter). Stilistika dapat juga berarti ilmu yang mengkaji wujud pemakaian bahasa dalam karya sastra yang meliputi : seluruh pemberdayaan potensi bahasa, keunikan dan kekhasan bahasa serta gaya bunyi, pilihan kata, kalimat, wacana, citraan, hingga bahasa figuratif. Panuti Sudjiman, dalam “Bunga Rampai Stilistika”, menyebutkan bahwa stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Sedangkan Nyoman Kutha Ratna, dalam “Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya”, menyebutkan bahwa stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa. Atau dengan kata lain, stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya.

Gaya bahasa dimaksud adalah :
  • pemanfaatan kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis.
  • pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu.
  • keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra.

Sedangkan G.W. Turner, dalam “Stylistics”, berpendapat bahwa stilistika tidak hanya merupakan studi tentang gaya bahasa dalam kesusastraan saja, melainkan juga studi gaya dalam bahasa pada umumnya meskipun fokus perhatiannya pada bahasa kesusastraan yang paling sadar dan kompleks. Bagi G.W. Turner, stilistika merupakan bagian linguistik yang memusatkan diri pada variasi penggunaan bahasa.

Apresiasi Sastra : Pengertian, Aspek, Bentuk, Manfaat, Tingkatan, Dan Pendekatan Dalam Apresiasi Sastra, Serta Tahapan Dalam Kegiatan Apresiasi Sastra

Pengertian Apresiasi Sastra. Secara umum, istilah “apresiasi” dapat diartikan sebagai penilaian atau penghargaan terhadap sesuatu. Apresiasi merupakan pernyataan seseorang yang secara sadar merasa tertarik dan senang kepada sesuatu, serta mampu menghargai dan memandang hal yang dipilihnya itu mengandung nilai-nilai yang bermanfaat dalam kehidupannya.

Dalam kaitannya dengan karya sastra, pengertian tentang apresiasi karya sastra hingga sampai saat ini belum mendapatkan satu keseragaman pengertian. Saryono, dalam “Pengantar Apresiasi Sastra”, menjelaskan bahwa ketidak-seragaman dalam pengertian apresiasi sastra tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
  • apresiasi sastra memang merupakan fenomena yang unik dan rumit.
  • terjadinya perubahan dan perkembangan pemikiran tentang apresiasi sastra.
  • adanya perbedaan penyikapan pendekatan terhadap hakikat apresiasi sastra.
  • adanya perbedaan kepentingan di antara orang yang satu dengan orang yang lain.

Apresiasi sastra merupakan kegiatan internalisasi sastra, berbeda dengan kritik sastra yang merupakan kegiatan rasionalisasi sastra. Dalam internalisasi sastra, jarak harus dileburkan dan jurang harus ditimbun antara manusia dan karya sastra. Sementara dalam rasionalisasi sastra, jarak justru harus diciptakan serta direntangkan dan jurang mesti digali antara manusia pengritik dan karya sastra.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan apresiasi sastra adalah penghargaan atas karya sastra sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Apresiasi sastra dapat juga berarti suatu kegiatan pengindahan, penikmatan, penjiwaan, dan penghayatan karya sastra secara individual dan momentan, subyektif dan eksistensial, rohaniah dan budiah, khusus dan kafah, serta intensif dan total sehingga memperoleh sesuatu daripadanya, tumbuh, berkembang, dan tercipta kepedulian, kepekaan, ketajaman, kecintaan, dan keterlibatan terhadap karya sastra.

Antropologi Sastra : Pengertian, Penelitian, Dan Fungsi Antropologi Sastra, Serta Perbedaan Antara Antropologi Sastra Dan Sosiologi Sastra

Pengertian Antropologi Sastra. Antropologi sastra berasal dari dua istilah, yaitu : antropologi dan sastra, yang keduanya merupakan dua disiplin ilmu yang berbeda. Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari segala hal tentang manusia, baik dari segi kebudayaan, perilaku, keaneka-ragaman, dan lain sebagainya. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis, maupun sebagai makhluk sosial. Sedangkan, sastra merupakan tulisan imajinatif dalam artian fiksi. Fiksi merupakan karya imajinatif yang merupakan hasil kreasi manusia terhadap realitas sosial budaya di lingkungannya, yang secara harfiah tidak harus benar.

Suwardi Endraswara
, dalam “Metodologi Penelitian Antropologi Sastra”, menjelaskan bahwa dunia antropologi dan sastra, keduanya saling melengkapi pemahaman terhadap kehidupan manusia. Setidaknya terdapat lima kedekatan antara antropologi dan sastra, yaitu :
  1. keduanya sama-sama memperhatikan aspek manusia dengan seluruh perilakunya.
  2. manusia adalah makhluk yang berbudaya, memiliki daya cipta rasa kritis untuk mengubah hidupnya.
  3. antropologi dan sastra tidak alergi pada fenomena imajinatif kehidupan manusia yang sering lebih indah dari warna aslinya.
  4. banyak wacana lisan dan sastra lisan yang menarik minat para antropolog dan ahli sastra.
  5. banyak interdisiplin yang mengitari bidang sastra dan budaya hingga menantang munculnya antropologi sastra.

Lima alasan tersebut menandai bahwa adanya hubungan antara penciptaan sastra budaya. Lebih lnjut Suwardi Endraswara menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kedekatan sastra dan antropologi, yaitu :
  • sastra dan antropologi memiliki kedekatan objek penelitian yang mengarah ke fenomena realitas hidup manusia.
  • sastra dan antropologi memiliki kedekatan metodologis, artinya keduanya banyak memanfaatkan tafsir-tafsir fenomena simbolis.

Kaligrafi Kontemporer : Pengertian, Karakteristik, Dan Klasifikasi Kaligrafi Kontemporer

Pengertian Kaligafi Kontemporer. Kaligrafi menjadi salah satu alternatif yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Islam yang mengandung unsur penyatu yang kuat. Sebagai satu bentuk kesenian atau tepatnya seni rupa, kaligrafi memiliki aturan yang khas serta makna keindahan tersendiri.

Dalam perkembangannya, berbagai konsep dan realitas tentang kesenian tidak lagi bersandar pada aturan baku dan khas yang mengatur tentang kesenian tersebut, melainkan mulai keluar dan tidak harus mengikuti corak periodisasi kesenian secara utuh. Hal itu juga dialami oleh kaligrafi, sehingga memunculkan apa yang disebut dengan “kaligrafi kontemporer”.

Istilah “kaligrafi kontemporer” tersusun dari dua kata, yaitu : “kaligrafi” atau yang dalam bahasa Arab disebut dengan “khath” yang berarti suatu ilmu dan seni menulis huruf Arab dengan indah, yaitu dengan merangkai huruf-huruf tunggal menjadi susunan sebuah kalimat, dengan proporsi dan komposisi huruf yang sesuai, baik jarak maupun ketepatan sapuan huruf, yang isinya mengenai ayat-ayat Al-Quran atau Al-Hadits, dan “kontemporer” yang berarti jaman sekarang atau masa kini. Kontemporer menunjukkan suatu periode yang paling baru.

Secara umum, istilah kaligrafi kontemporer dapat diartikan sebagai suatu karya yang menyimpang dari rumus-rumus dasar kaligrafi klasik, yang merupakan bentuk manifestasi gagasan dalam wujud visual. Secara estetika kaligrafi kontemporer mengacu kepada kaidah penciptaan seni rupa kontemporer, yang di satu sisi membawa muatan artistik apresiatif yang berfungsi sebagai tontonan (media apresiasi), dan di sisi lain mengandung muatan etik religius yang berfungsi sebagai tuntunan (media dakwah).

D. Sirojuddin A.R, dalam “Seni Kaligrafi Islam”, menjelaskan bahwa kaligrafi kontemporer adalah karya pemberontakan atas kaidah-kaidah murni kaligrafi tradisional. Lebih lanjut, D. Sirojuddin A.R menyebutkan bahwa mazhab kaligrafi kontemporer berusaha lepas dari kelaziman kaligrafi murni seperti : naskhi, tsuluts, diwani, diwani jali, farisi, kufi, dan riq’ah.

Kaligrafi : Pengertian, Jenis, Dan Fungsi Kaligrafi

Pengertian Kaligrafi. Secara etimologis, istilah “kaligrafi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “kaligraphia” atau “kaligraphos” yang terdiri dari dua kata, yaitu “kallos” yang berarti indah, dan “graphia atau grapho” yang berarti tulisan. Abdul Karim Husain, dalam “Seni Kaligrafi”, menyebutkan bahwa istilah kaligrafi berasa dari bahasa Latin, yang terdiri dari dua kata, yaitu “calios” yang berarti indah dan “graph” yang berarti gambar atau tulisan. Sedangkan dalam bahasa Arab, kaligrafi disebut dengan “khatt” yang berarti dasar garis, coretan tangan, atau tulisan pena. Berdasarkan hal tersebut, kaligrafi dapat berarti tulisan indah yang memiliki nilai estetis.

Sedangkan secara terminologis, istilah “kaligrafi” dapat diartikan sebagai suatu seni menuliskan teks ke dalam bentuk lukisan dengan menggunakan pena, kuas, ataupun alat tulis lainnya yang bisa digambar ke media tertentu. Kaligrafi juga dapat berarti suatu ilmu dan seni menulis huruf Arab dengan indah, yaitu dengan merangkai huruf-huruf tunggal menjadi susunan sebuah kalimat, dengan proporsi dan komposisi huruf yang sesuai, baik jarak maupun ketepatan sapuan huruf, yang isinya mengenai ayat-ayat Al-Quran atau Al-Hadits.


Selain itu, pengertian kaligrafi juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Didin Sirojuddin A.R, dalam “Seni Kaligrafi Islam”, menyebutkan bahwa kaligrafi adalah seni menulis huruf Arab dengan indah yang isinya mengenai ayat-ayat Al Quran atau Al Hadits.
  • A. Rahman, dalam “Metode Belajar Bahasa Arab”, menyebutkan bahwa kaligrafi adalah rangkaian huruf-huruf hijaiyah yang memuat ayat-ayat Al Quran maupun Al Hadist ataupun kalimat hikmah di mana rangkaian huruf-huruf itu dibuat dengan proporsi yang sesuai, baik jarak maupun ketepatan sapuan huruf.
  • Oloan Situmorang, dalam “Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya”, menyebutkan bahwa kaligrafi adalah bentuk seni menulis yang indah dan merupakan bentuk keterampilan menggunakan tangan sehingga dalam menuliskannya terkandung isi dari suasana hati pengarang.

Storytelling : Pengertian, Pihak Yang Terlibat, Manfaat, Tujuan, Dan Tahapan Storytelling, Serta Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Storytelling

Pengertian Storytelling. Istilah “storytelling” terdiri dari dua kata, “story” atau “cerita” yaitu tuturan yang menggambarkan tentang suatu hal, dan “telling” atau “penceritaan” yaitu proses, cara, atau perbuatan menceritakan. Sehingga dalam pengertian yang sederhana, storytelling adalah kegiatan menyampaikan cerita secara terstruktur dan utuh. Dalam bahasa Indonesia, storytelling diterjemahkan dengan “mendongeng” atau “bercerita”.

Secara umum, storytelling dapat diartikan dalam dua pengertian, yaitu :
  • seni atau tindakan bercerita (the art or act of telling stories).
  • tindakan atau praktik mengatakan kebohongan (the act or practice of telling falsehoods).
Storytelling juga dapat berarti suatu teknik atau kemampuan untuk menceritakan sebuah kisah, pengaturan adegan, event, dan juga dialog. Sedangkan dalam The Oxford English Dictionary, storytelling diartikan dengan aksi bercerita (the action of telling stories).

Selain itu, pengertian storytelling juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
  • Anne Pellowski, dalam “World of Storytelling”, menyebutkan bahwa storytelling adalah sebuah seni atau seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita dalam bentuk syair atau prosa, yang dipertunjukkan atau dipimpin oleh satu orang di hadapan audience secara langsung di mana cerita tersebut dapat dinarasikan dengan cara diceritakan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa musik, gambar, ataupun dengan iringan lain yang mungkin dapat dipelajari secara lisan, baik melalui sumber tercetak, ataupun melalui sumber rekaman mekanik.
  • K. Malan, dalam “Children as A Storytellers”, menyebutkan bahwa storytelling adalah  usaha yang dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikiran atau sebuah cerita kepada anak-anak serta lisan.

Cerita Berbingkai (Clock Stories) : Pengertian, Struktur, Ciri-Ciri, Dan Fungsi Cerita Berbingkai (Clock Stories)

Pengertian Cerita Berbingkai. Salah satu jenis karya sastra yang dikenal dalam kesusasteraan Melayu adalah “Cerita Berbingkai”, yang umumnya berbentuk hikayat. Cerita berbingkai berasal dari India, yang masuk ke dalam kesusasteraan Melayu melalui Arab Persi. Oleh karenanya, pengaruh Islam lebih dominan daripada pengaruh Hindu. Di daerah asalnya, India, cerita berbingkai disebut dengan “akhyayikakantha” yang berarti cerita atau percakapan yang menyenangkan. Salah satu cerita berbingkai yang banyak dikenal oleh masyarakat adalah “Cerita 1001 Malam”.

Secara umum, cerita berbingkai atau “clock stories” dapat diartikan dengan cerita di dalam cerita, maksudnya adalah suatu bentuk cerita yang berpokok pada suatu cerita, kemudian menerbitkan bermacam-macam cerita. Di mana pokok dari cerita tersebutlah yang dimaksud sebagai bingkainya.

Cerita berbingkai juga dapat dipahami sebagai suatu cerita yang menceritakan sebuah kejadian yang dialami oleh pelaku utama atau pelaku pendamping, yang selanjutnya dalam cerita tersebut pelaku utama atau pelaku pendamping juga menceritakan kisah lain sehingga menimbulkan cerita kedua atau ketiga. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerita berbingkai diartikan dengan cerita yang di dalamnya mengandung cerita lain (pelaku atau peran dalam cerita itu bercerita).

Penokohan dalam cerita berbingkai, biasanya terdiri atas :
  • tokoh manusia, yang umumnya berasal dari kalangan istana atau juga dari kalangan rakyat jelata.
  • tokoh binatang, yang umumnya bersifat personifikasi.


Struktur Cerita Berbingkai. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa cerita berbingkai merupakan bentuk cerita yang berpokok pada suatu cerita, kemudian memunculkan berbagai macam cerita yang lain, dan cerita yang menjadi pokok tersebut dianggap sebagai bingkainya. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa struktur dari cerita berbingkai terdiri dari dua hal, yaitu :

Plagiarisme (Plagiat) : Pengertian, Ruang Lingkup, Jenis, Dan Cara Mengidentifikasi Plagiarisme, Serta Menghindarkan Diri Dari Plagiarisme (Plagiat)

Pengertian Plagiarisme. Secara etimologi, istilah “plagiarisme” atau yang lebih dikenal dengan “plagiat” berasal dari bahasa Latin, yaitu “plagiarius” yang berarti mencuri karya orang lain. Orang perseorangan atau kelompok orang pelaku plagiarisme atau plagiat disebut dengan “plagiator”.

Sedangkan secara terminologi, plagiarisme atau plagiat dapat diartikan sebagai tindakan mencuri atau menjiplak suatu gagasan atau karya intelektual orang lain dan mengakuinya atau mengumumkannya sebagai hasil karya miliknya. Plagiarisme juga dapat berarti suatu perbuatan menjiplak ide, gagasan atau karya orang lain yang selanjutnya diakui sebagai karya sendiri atau menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya sehingga menimbulkan asumsi yang salah atau keliru mengenai asal muasal dari ide, gagasan, atau karya tersebut.

Selain itu, pengertian plagiarism atau plagiat juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Tim Lindsey, dkk dalam “Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar”, menyebutkan bahwa plagiarisme adalah tindakan menjiplak ide, gagasan atau karya orang lain untuk diakui sebagai karya sendiri atau menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya sehingga menimbulkan asumsi yang salah atau keliru mengenai asal muasal dari suatu ide, gagasan atau karya.
  • Brotowidjojo, dalam “Penulisan Karangan Ilmiah”, menyebutkan  bahwa plagiarisme adalah hasil pembajakan atau penculikan berupa penggunaan fakta, penjelasan, ungkapan dan kalimat orang lain secara tidak sah.

Dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan :

Huruf Kapital : Pengertian, Aturan Penulisan, Dan Fungsi Huruf Kapital, Serta Faktor Penyebab Kesalahan Berbahasa Pada Penulisan Huruf Kapital

Pengertian Huruf Kapital. Dalam penggunaannya (terutama dalam hal penulisan), bahasa Indonesia memiliki aturan tersendiri. Huruf yang digunakan dalam penulisan dalam bahasa Indonesia terdiri dari dua bentuk, yaitu huruf kapital dan huruf kecil.

Secara umum, “huruf kapital” atau disebut juga dengan “huruf besar” oleh Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia, diartikan sebagai huruf yang berukuran dan berbentuk khusus, yaitu lebih besar dari huruf biasa, yang umumnya digunakan sebagai huruf pertama dari kata pertama dalam kalimat, huruf pertama nama diri, dan lain sebagainya. Sedangkan Dendy Sugono, dalam “Berbahasa Indonesia dengan Benar”, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan huruf kapital adalah huruf khusus (besar), biasanya digunakan pada huruf pertama dari kata pertama dalam kalimat atau huruf pertama nama, seperti : A, B, dan D.


Aturan Penulisan Huruf Kapital. Dalam bahasa Indonesia, penulisan dan penggunaan huruf kapital harus sesuai dengan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, menjelaskan dengan rinci berkaitan dengan tata cara penulisan huruf kapital dalam bahasa Indonesia, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor : 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut :

1. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat.
Contoh : Dia membaca buku.

2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan.
Contoh : Dewi Sartika, Jenderal Kancil.

Konjungsi (Kata Penghubung) : Pengertian, Jenis, Dan Fungsi Konjungsi (Kata Penghubung) Dalam Kalimat

Pengertian Konjungsi. Dalam suatu kalimat atau paragraph seringkali dijumpai adanya sebuah konjungsi atau kata penghubung atau kata sambung, yang berfungsi sebagai kata yang menyatukan antara subjek dan predikat, predikat dan objek, hingga keterangan.

Secara umum, konjungsi atau kata penghubung dapat diartikan sebagai kata yang menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa atau sebuah kata yang menghubungkan antar kalimat, atau antar paragraf. Konjungsi juga dapat berarti kata yang terkait atau ekspresi antara kata, antara kalimat, antara klausa dan antara frasa. Hasan Alwi, dkk dalam “Kamus Bahasa Indonesia”, menjelaskan bahwa konjungsi atau kata penghubung dalam bahasa Indonesia berarti kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat, yaitu kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. Biasanya untuk konjungsi antar klausa tempatnya di tengah kalimat, konjungsi antar kalimat berada di awal kalimat yaitu setelah tanda seru, tanda titik, atau tanda tanya. Sedangkan untuk konjungsi antar paragraf berada di bagian awal paragrafnya.

Selain itu, pengertian konjungsi atau kata penghubung juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Harimurti Kridalaksana, dalam “Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia”, menyebutkan bahwa konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi.
  • Abdullah Ambari, dalam “Intisari Tata Bahasa Indonesia”, menyebutkan bahwa konjungsi adalah kata yang bertugas menghubungkan kalimat, bagian kalimat atau kata dengan sekaligus menentukan macam hubungannya.
  • Abdul Chaer, dalam “Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia”, menyebutkan bahwa konjungsi adalah kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat.