Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheids Daad)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad). Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu berinteraksi dengan manusia yang lainnya. Interaksi antara manusia satu dengan manusia yang lainnya tersebut dapat dilakukan dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Perbuatan yang dilakukan oleh manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perbuatan hukum dan bukan perbuatan hukum. 

Yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah segala perbuatan subyek hukum (orang atau badan hukum) yang secara sengaja dilakukan sehingga menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Sehingga, apabila suatu perbuatan melanggar hak-hak dan kewajiban-kewajian yang timbul dari suatu perbuatan hukum, sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain, maka perbuatan tersebut dapat dikatakan melawan hukum. Sehingga, dengan kata lain yang dimaksud dengan : 
  • Perbuatan melawan hukum  (onrechtmatige daad) adalah setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada pihak lain, mewajibkan pihak yang karena kesalahannya sehingga menimbulkan kerugian tersebut, memberikan ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. 


Selanjutnya, untuk menjamin dan melindungi kepentingan para pihak, hukum (undang-undang) mengatur konsekuensi atau akibat dari suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum (melawan hukum), meskipun akibat dari perbuatan melawan hukum tersebut tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan tersebut. Dalam hal ini, siapa yang melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum harus mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan karena perbuatannya itu. Jadi, karena suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum, maka timbullah suatu perikatan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang dirugikan.

Asas mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan tersebut  tercantum dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi :
  • Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Yang untuk selanjutnya, ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata tersebut digunakan sebagai dasar acuan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).


Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum. Dari apa yang disebutkan di atas, dapat dikatakan bahwa perbuatan seorang telah melawan hukum, apabila perbuatan yang dilakukannya tersebut memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum, yang meliputi :
  1. Adanya suatu perbuatan yang melawan hukum.
  2. Adanya kesalahan dari pihak pelaku.
  3. Adanya kerugian bagi korban.
  4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum tersebut bersifat kumulatif, sehingga satu unsur saja tidak terpenuhi akan menyebabkan seseorang tidak bisa dikenakan pasal perbuatan melawan hukum.


Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheids Daad). Pemahaman tentang perbuatan melawan hukum pada garis besarnya dapat dibedakan dalam dua periode, yaitu :

1. Sebelum Putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung Negeri Belanda) Tahun 1919
Dalam periode ini, perbuatan melawan hukum diartikan sebagai sekedar suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri. Jadi, pada masa itu, seseorang dikatakan melakukan suatu perbuatan melawan hukum, apabila perbuatan tersebut melanggar hak subyektif orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pelaku sendiri, yang diatur dalam undang-undang. Sehingga dengan demikian, perbuatan melawan hukum ditafsirkan sebagai melawan undang-undang.

2. Sesudah Putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung Negeri Belanda) Tahun 1919.
Dalam periode ini, perbuatan melawan hukum diartikan secara lebih luas, di mana perbuatan melawan hukum tidak hanya terbatas pada perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang saja, akan tetapi termasuk pula perbuatan :
  • melanggar hak orang lain yang dijamin hukum. 
  • bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku. 
  • bertentangan dengan kesusilaan. 
  • bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri atau   barang orang lain. 

Jadi, sejak putusan Hoge Raad tahun 1919 tersebut pengertian perbuatan melawan hukum tidak hanya meliputi perbuatan yang bertentangan dengan pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, melainkan termasuk juga perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat.

Baca juga : Sebab Akibat, Sifat Melawan Hukum, Dan Kesalahan Dalam Tindak Pidana

Lantas bagaimana dengan berlakunya ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata ? Ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata juga berlaku untuk perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheids daad). Perbedaan antara perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dengan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheids daad) hanya terletak pada subyek atau pelaku perbuatan melawan hukum tersebut ;
  • dalam perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) biasa subyeknya adalah perorangan atau badan hukum.
  • dalam perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheids daad) subyeknya adalah penguasa.

Baca juga : Pengertian Diskresi Dalam Hukum Administrasi Negara

Yang termasuk kategori penguasa dalam "perbuatan melawan hukum oleh penguasa" adalah tidak hanya meliputi instansi-instansi resmi yang berada dalam lingkungan eksekutif di bawah Presiden, melainkan juga termasuk Badan/Pejabat lain yang melaksanakan urusan pemerintahan, hal tersebut dijelaskan dalam :
  • Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 66 Tahun 1952, yang menjelaskan bahwa yang disebut dengan penguasa adalah pemerintah.
  • Ketentuan Pasal 1 angka 6 Jo Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, disebutkan bahwa yang termasuk penguasa adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Kapankah penguasa dapat digugat secara keperdataan karena telah menimbulkan kerugian bagi privaat person ? Terdapat tiga alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan gugatan keperdataan kepada penguasa, yaitu :
  • penguasa telah melanggar suatu hak.
  • perbuatan penguasa bertentangan dengan kewajiban hukumnya.
  • penguasa tidak berhati-hati dalam berbuat, yang diukur dari kepantasan dan kepatutan dalam pergaulan masyarakat.


Peraturan perundang-undangan tidak mengatur secara spesifik apa saja perbuatan melawan hukum oleh penguasa (yang pada umumnya berupa kebijakan), yang dapat dilakukan gugatan hukum. Hanya saja, menurut Ujang Abdullah, dalam makalahnya yang berjudul "Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa", yang ditulisnya pada saat menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang, disebutkan bahwa perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dapat dilakukan melalui berapa sarana, yaitu :

1. Upaya Administrasi.
Upaya administrasi merupakan suatu prosedur yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara. Bentuk upaya administrasi terdiri dari dua macam :
  • Keberatan, apabila penyelesaiannya harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi yang mengeluarkan keputusan tersebut.
  • Banding administrasi, apabila penyelesaiannya harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi yang mengeluarkan keputusan tersebut.

2. Peradilan Umum.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, suatu perbuatan melawan hukum yang dapat digugat melalui pengadilan haruslah yang mengandung unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana disebutkan di atas.

3. Peradilan Tata Usaha Negara.
Sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, yang telah dirubah dengan  Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009, maka seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang agar keputusan Tata Usaha Negara tersebut dinyatakan batal/tidak sah dengan atau tanpa tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi.


Kebijakan penguasa apa saja yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara ? Ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menyebutkan bahwa :
  • Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009 tersebut dapat dikatakan bahwa kebijakan penguasa yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah  keputusan pejabat Tata Usaha Negara yang bersifat konkret, individual, dan final. Atau dengan kata lain, perbuatan penguasa yang bersifat konkret, individual, dan final tidak bisa digugat ke Pengadilan Negeri, melainkan harus ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Sedangkan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan adalah :
  • bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor : 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.

Sedangkan tuntutan utama gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah pernyataan batal atau tidak sah dari keputusan Tata Usaha Negara yang digugat. Gugatan tersebut dapat disertai dengan tuntutan ganti rugi, hanya saja dalam ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor : 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya, mengatur besaran ganti rugi adalah paling banyak sebesar lima juta rupiah.   


Cara Melakukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa. Dalam praktek terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, yaitu :
  • gugatan warga negara (citizen lawsuit).
  • gugatan perwakilan kelompok (class action).
  • gugatan organisasi (legal standing).

Ketiga cara melakukan gugatan tersebut sebenanya merupakan konsep yang dikenal di negara-negara penganut sistem hukum common law, yang kemudian diadopsi oleh praktik hukum di Indonesia.

Semoga bermanfaat.