Pembayaran Yang Tidak Terutang (Onverschuldigde Betaling)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Perikatan atau verbintenis adalah suatu hubungan hukum, maksudnya adalah hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. A. Pitlo menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi. Suatu perikatan dapat terjadi karena dua hal, yaitu :
  • karena undang-undang.
  • karena perjanjian.

Baca juga : Perjanjian Utang Piutang

Pengertian Pembayaran Yang Tidak Terutang (Onverschuldigde Betaling). Berkaitan dengan terjadinya perikatan tersebut, pembayaran yang tidak terutang termasuk dalam perikatan yang lahir karena undang-undang. Yang dimaksud dengan pembayaran di sini harus selalu berkaitan dengan utang. Dengan demikian, apa yang dimaksud dengan pembayaran yang tidak terutang akan selalu berkaitan dengan ketentuan pasal-pasal sebagai berikut :

1. Pasal 1359 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yang menyebutkan bahwa :
  1. Tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu utang, apa yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan, dapat dituntut kembali.
  2. Terhadap perikatan-perikatan bebas, yang secara sukarela telah terpenuhi, tak dapat dilakukan penuntutan kembali.

Baca juga : Timbulnya Hak Bagi Pihak Ketiga

2. Pasal 1360 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  • Barang siapa secara khilaf atau dengan mengetahuinya, telah menerima sesuatu yang tak harus dibayarkan kepadanya, diwajibkan mengembalikan barang yang tak harus dibayarkan itu kepada orang dari siapa ia telah menerimanya

Dari ketentuan pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pembayaran yang tidak terutang adalah seseorang yang membayar tanpa adanya utang. Konsekuensi dari tindakan tersebut adalah seorang yang melakukan pembayaran tanpa adanya utang, berhak menuntut kembali apa yang telah dibayarkan. Dan yang menerima tanpa hak mempunyai kewajiban untuk mengembalikan.

3. Pasal 1361 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  1. Jika seorang yang secara khilaf mengira bahwa ia berutang, membayar suatu utang, maka ia adalah berhak menuntut kembali dari si berpiutang apa yang telah dibayarkannya.
  2. Meskipun demikian, hak ini hilang jika si berpiutang sebagai akibat pembayaran tersebut telah memusnahkan surat pengakuan berutangnya, dengan tidak mengurangi hak orang yang telah membayar itu untuk menuntutnya kembali dari orang yang sungguh-sungguh berutang

Baca juga : Macam-Macam Perikatan Menurut Hukum Perdata

4. Pasal 1362 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  1. Siapa yang, dengan itikad buruk, telah menerima sesuatu yang tidak harus dibayarkan kepadanya, diwajibkan mengembalikannya dengan bunga dan hasil-hasil, terhitung dari hari pembayaran, dan yang demikian itu tidak mengurangi penggantian biaya, rugi dan bunga, jika barangnya telah menderita kemerosotan.
  2. Jika barangnya telah musnah, meskipun ini terjadi di luar salahnya, maka ia diwajibkan membayar harganya, dengan disertai penggantian biaya, rugi dan bunga, terkecuali jika ia dapat membuktikan bahwa barang itu akan musnah juga, seandainya ia berada pada orang kepada siapa ia seharusnya diberikan.

Baca juga : Pengertian Prestasi Dalam Hukum Perdata

Jadi, maksud dari istilah pembayaran dalam ketentuan-ketentuan tersebut harus diartikan sebagai setiap pemenuhan prestasi. Harus diartikan secara luas, tidak hanya pembayaran uang saja, akan tetapi juga penyerahan barang, memberikan kenikmatan dan mengerjakan sesuatu pekerjaan. Dalam hal sesuatu yang tidak mungkin dikembalikan, maka akan diperhitungkan nilai harganya. 


Dengan demikian, hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembayaran yang tidak terutang adalah :
  • Kekhilafan atau kekeliruan bukanlah merupakan syarat untuk menuntut pengembalian pembayaran yang tidak terutang. Oleh karena itu seseorang yang dengan sadar membayar tanpa adanya utang, berhak menuntut pengembaliannya. Misalnya, seseorang yang telah membayar utang, ditagih kembali untuk kedua kalinya, dan untuk menghindari pertikaian ia membayar lagi sekalipun ia sudah tidak mempunyai utang.
  • Jika seseorang karena kekhilafannya mengira bahwa ia berutang dan telah membayar utang tersebut, maka ia dapat menuntut kembali apa yang ia telah bayarkan. Hak untuk menuntut kepada kreditur hilang, jika surat pengakuan utang telah dimusnahkan setelah terjadinya pembayaran. Sekalipun demikian orang yang telah membayar berhak untuk menuntut pengembaliannya dari orang yang sebenarnya berutang.
  • Barang siapa dengan itikad buruk menerima sesuatu pembayaran  tanpa hak, harus mengembalikan hasil dan bunganya.
  • Orang yang menerima pembayaran yang tidak terutang juga harus pula membayar ganti rugi jika nilai barangnya menjadi berkurang. Jika barangnya musnah di luar kesalahannya, ia harus mengganti harga barangnya beserta biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa barangnya tetap akan musnah sekalipun berada pada orang yang berhak.
  • Barang siapa dengan itikad baik menerima pembayaran yang tidak terutang dan telah menjual barang tersebut, maka ia hanya wajib membayar kembali harganya. 
  • Jika ia dengan itikad baik menghadiahkan barangnya kepada orang lain, maka ia tidak wajib mengembalikan sesuatu apapun.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pembayaran yang tidak terutang (Onverschuldigde Betaling). Tulisan tersebut bersumber dari buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan - R. Setiawan, SH dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Semoga bermanfaat.