Jumud : Pengertian, Ciri-Ciri, Dan Faktor Penyebab Jumud, Serta Pandangan Ulama Tentang Jumud

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Jumud. Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah : 170, yang artinya :

"Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah Azza wa Jalla ,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk ?”."

Kaum kafir Quraisy dan kaum Yahudi menolak Islam karena jumud. Mereka tidak mau berubah. Mereka hanya mau mengikuti tradisi leluhur dengan menyembah berhala.

Secara etimologi, kata jumud berasal dari bahasa Arab, yang merupakan bentuk masdar dari kata jamada - yaj’mudu - jamdan/jumudan, yang berarti “beku”. Jumud dapat diibaratkan dengan air yang menggenang lama dan tidak mengalir. Air tersebut sangat membahayakan kesehatan, tidak saja ketika air tersebut diminum, tetapi juga ketika digunakan untuk mandi, mencuci tangan, atau keperluan yang lain.

Sedangkan secara terminologi, jumud dapat diartikan sebagai sikap batin yang menjadikan penyandangnya terpaku pada sesuatu disertai dengan upaya keras mempertahankannya kendati perubahan dibutuhkan. Dengan kata lain, jumud adalah sikap tidak mau berubah, dalam arti tidak mau berubah menjadi lebih baik, menyesuaikan dengan perkembangan jaman dengan tetap berpegang pada nilai-nilai ajaran Islam. Sehingga, orang yang bersikap jumud, akan mempertahankan apa yang selama ini dilakukan, meskipun dibutuhkan adanya perubahan, namun pelaku jumud tetap tidak mau menerima akan hal tersebut.

Jumud merupakan pikiran di mana seseorang tak dapat melihat sesuatu yang ada lebih luas lagi. Jumud menjadikan seseorang terpaku pada teks dan penafsirannya yang kaku. Ia yakin serta menyatakan kepada semua pihak bahwa itulah “kebenaran mutlak” yang tiada lagi kebenaran sesudahnya, sehingga yang selain itu adalah kesesatan yang mengantar ke neraka.

Jumud adalah sikap statis, beku, tidak mau berubah, berpegang pada pemikiran lama dan tidak menerima perubahan. Sikap jumud seperti kaum Quraisy dan Yahudi tersebut dapat terjadi di kalangan kaum muslim, yaitu apabila mereka hanya mengikuti tradisi yang dilakukan oleh nenek-moyang atau "warisan budaya", padahal hal tersebut bertentangan dengan syariat Islam.


Ciri-Ciri Jumud. Berdasarkan apa yang disebutkan di atas, dapat dikatakan bahwa seseorang yang bersikap atau berperilaku jumud memiliki ciri-ciri, diantaranya adalah :
  • berpemahaman yang kaku, dalam artin sulit untuk melakukan dialog interaktif atau sekadar diskusi yang objektif.
  • buta akan diversitas atau keberagaman pola pikir dan sudut pandang, sehingga mereka sangat mudah melabeli orang salah dan benar berdasarkan kebenaran yang mereka yakini mutlak, padahal Islam sendiri memberi wadah dan tempat untuk pembaharuan jika itu memang dibutuhkan.


Faktor Penyebab Jumud. Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang bersikap atau berperilaku jumud, diantaranya adalah :
  • kemunduran spirit yang yang menimpa umat Islam, seperti khurafat, umat Islam tidak lagi menggunakan pikirannya sebagaimana para pemikir Islam sebelumnya yang melakukan ijtihad, untuk menggali sumber yang asli Al Quran dan hadits.
  • terpecah-belahnya keutuhan umat Islam dan terjadi permusuhan di antara mereka.
  • bermunculannya praktek bermazhab dan bi’dah yang berkembang dan subur di kalangan umat Islam.


Pandangan Ulama tentang Jumud. Berikut beberapa pendapat dari para ulama berkaitan dengan jumud, diantaranya adalah :

1. Jamaluddin al-Afghani.
Jamaluddin al-Afghani merupakan seorang ulama, tokoh pembaharu dalam menjawab tantangan Islam terhadap modernitas, penulis, dan pemikir politik Islam. Konsep pembaharuan yang dikemukakan oleh Jamaluddin al-Afghani adalah sebagai berikut :
  • musuh utama umat Islam adalah penjajahan Barat yang merupakan kelanjutan dari perang salib.
  • umat Islam harus menentang penjajahan di mana dan kapan saja.
  • untuk mencapai tujuan itu, umat Islam harus bersatu atau Pan-Islamisme. Pan-Islamisme merupakan ide pembaruan al-Afghani dalam bidang politik. Ide ini mengajarkan agar semua umat Islam seluruh dunia bersatu, untuk membebaskan mereka dari perbudakan asing.

Berkaitan dengan sikap jumud yang banyak terjadi pada umat Islam, Jamaluddin al-Afghani memberikan beberapa solusi, diantaranya adalah :
  • umat Islam harus kembali kepada kesucian hati.
  • menjaga hubungan yang baik dengan Tuhannya.
  • antara sesama manusia (sesama umat Islam) saling memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi di antara mereka.

2. Muhammad Abduh.
Muhammad Abduh merupakan seorang ulama, pemikir, dan pembaharu dari Mesir. Ia juga merupakan murid dari ulama terkenal, Jamaluddin al-Afgani. Sebagaimana dijelaskan oleh John L. Esposito, dalam "Ensiklopedia Oxford, Dunia Islam Modern", dan Muhammad Rasyid Ridha, dalam "Tarikh al-Ustaz al-Imam Muhammad Abduh, Jilid III", disebutkan bahwa menurut pandangan Muhammad Abduh, penyebab utama yang membawa umat Islam kepada kemunduran (kolot dan tidak maju) adalah pemahaman jumud. Menurut Muhammad Abduh, kata jumud sendiri mengandung arti suatu yang keadaan di mana selalu membeku, statis, dan tidak ada perubahan. Sebagian umat Islam yang dipengaruhi paham jumud, maka mereka tidak menghendaki adanya perubahan dan mereka terlena dalam berpegang teguh pada tradisi.

Lebih lanjut Muhammad Abduh menyebutkan bahwa paham jumud dapat dihilangkan dari masyarakat Islam yaitu dengan pemahaman dinamika. Dengan mengerti dan bisa memahami proses perubahan sosial yang terjadi, baik sebab-sebab dan akibatnya, maka umat Islam akan mudah melakukan penyesuaian dirinya dengan perkembang jaman, dan akan berusaha untuk merubah nasibnya dengan usaha sendiri, karena pikirannya tidak lagi terbelenggu oleh sistem.

3. Imam Syihab al-Din al-Qarafi.
Imam Syihab al-Din al-Qarafi merupakan seorang ahli hukum besar dalam mazhab Maliki. Imam Syihab al-Din al-Qarafi, dalam Al-Furuq, menyampaikan pandangannya berkaitan dengan sikap jumud, yaitu sebagai berikut :

Manakala tradisi telah terbarui, ambillah. Jika ia digugurkan (dibatalkan), gugurkanlah (batalkan). Janganlah kamu bersikap kaku terhadap sumber-sumber tertulis dalam buku-bukumu sepanjang hidupmu. Jika ada seseorang datang kepadamu dari negeri lain dengan maksud meminta fatwa kepadamu, janganlah kamu sampaikan fatwa berdasarkan tradisi negerimu. Bertanyalah lebih dulu tentang tradisinya, dan berikanlah fatwa berdasarkan tradisinya, bukan tradisimu dan bukan pula menurut yang ada di buku-bukumu. Ini adalah cara yang benar dan jelas. Bersikap jumud terhadap nukilan-nukilan selamanya adalah kesesatan dalam agama dan kebodohan akan ulama kaum muslimin dan para salaf terdahulu.”


Lebih lanjut Imam Syihab al-Din al-Qarafi menjelaskan bahwa pikiran, pandangan, dan gagasan para ulama, cendekiawan, ilmuwan dan lain-lain sesungguhnya adalah refleksi terhadap apa yang mereka alami dan hadapi dalam ruang dan waktu mereka masing-masing. Dengan seluruh pengetahuan yang dimiliki, mereka ingin memberikan pandangan dan solusi yang terbaik bagi masyarakatnya saat itu. Tak terlintas dalam pikiran mereka solusi itu untuk masyarakat lain pada zaman yang lain. Boleh jadi, andaikata mereka hidup lagi di zaman ini, mereka akan menyampaikan jawaban yang berbeda.

4. Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah merupakan salah satu ulama besar dalam mazhab Hambali. Berkaitan dengan sikap jumud, Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyampaikan pandangannya sebagai berikut :

Perubahan hukum terjadi karena perubahan situasi sosial, zaman yang berganti, ruang atau tempat yang berbeda, tradisi dan motif yang berbeda.”

Tapi sayangnya, cara pandang dan gagasan seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah tersebut tidak atau belum bisa diterima oleh semua orang. Masih banyak orang yang mengklaim diri paling benar, lalu menuduh pandangan baru itu sebagai salah, sesat, bi’dah, kafir, liberal, sekuler dan sebagainya.


Sikap atau perilaku jumud biasanya diikuti dengan sikap taklid buta, yaitu mengikuti atau mencontoh sebuah amalan tanpa mengetahui ilmunya. Islam sangat melarang sikap taklid. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Isra : 36, yang artinya :

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian jumud, ciri-ciri dan faktor penyebab jumud, serta pandangan ulama tentang jumud.

Semoga bermanfaat.