Pengertian Stereotip. Istilah stereotip sudah digunakan sejak lama, tepatnya sekitar tahun 1824, yaitu untuk menunjukkan pada perilaku yang terbentuk. Namun demikian, baru pada awal abad ke 20-an, stereotipe mulai dirumuskan secara ilmiah. Adalah Walter Lippman yang dianggap sebagai orang pertama yang merumuskan istilah stereotip tersebut pada tahun 1922. Oleh Walter Lippman, stereotip digunakan untuk menunjukkan pola perilaku yang kaku, berulang-ulang, dan sering mengalami irama, serta digunakan untuk menunjukkan karakteristik yang seseorang aplikasikan pada orang lain atas dasar nasionalisme, etnik, atau kelompok gender mereka.
Secara etimologi, istilah “stereotip” merupakan adaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris “stereotype”, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu : “stereos” yang berarti “solid” dan “typos” yang berarti “the mark of a blow,” atau arti yang lebih umum yaitu “a model”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), stereotip diartikan dengan :
- berbentuk tetap; berbentuk klise.
- n konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat.
Secara terminologis, istilah “stereotip” dapat diartikan sebagai generalisasi mengenai suatu kelompok orang, di mana karakteristik tertentu diberikan kepada seluruh anggota kelompok tersebut, tanpa mengindahkan adanya variasi yang ada pada anggota-anggotanya. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan stereotip adalah sebagai berikut :
- stereotip merupakan gambaran seseorang terhadap orang lain yang terlintas di kepala atau pikiran, yang biasanya diiturunkan melalui pemahaman kultural yang turun temurun.
- tidak selamanya stereotip atau pemahaman yang dimiliki mengenai orang lain itu akurat.
- stereotip dapat menjadikan sebuah konsep dalam membentuk orang lain, karena dengan adanya pemahaman tentang orang lain tersebut, dapat menggambarkan dan mengarahkan orang lain berperilaku di masyarakat.
- meskipun banyak stereotip yang menggambarkan sisi negatif mengenai orang lain, tetapi ada pula pemahaman stereotip yang positif.
Selain itu, pengertian stereotip dapat juga dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
1. Walter Lippmann.
Walter Lippmann, dalam “Public Opinion”, menyebutkan bahwa stereotip adalah gambar di kepala yang merupakan rekonstruksi dari keadaan lingkungan yang sebenarnya. Stereotip merupakan salah satu mekanisme penyederhana untuk mengendalikan lingkungan, karena keadaan lingkungan yang sebenarnya terlalu luas, terlalu majemuk, dan bergerak terlalu cepat untuk bisa dikenali dengan segera.
2. A.G. Miller.
A.G. Miller, dalam “In The Eye of The Beholder: Contemporary Issues in Stereotyping”, menyebutkan bahwa stereotip mengandung dua konotasi, yaitu kekakuan (rigidity) dan salinan atau kesamaan (duplication or sameness), dan ketika diaplikasikan kepada orang, stereotip merupakan sesuatu yang kaku, dan stereotip tersebut menunjuk atau mengecap kepada semua orang yang dituju dengan karakteristik yang sama.
3. Suwarsih Warnaen.
Suwarsih Warnaen, dalam “Stereotipe Etnis dalam Masyarakat Multi Etnis”, menyebutkan bahwa stereotip adalah kategori khusus tentang keyakinan yang mengaitkan golongan-golongan etnis dengan atribut- atribut pribadi. Terdapat empat unsur penting yang terkandung dalam pengertian stereotip tersebut, yaitu :
- stereotip termasuk kategori kepercayaan.
- stereotip yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis yang disebut konsensus.
- sifat-sifat khas yang diatribusikan, ada yang bersifat esensial dan ada yang tidak.
- golongan etnisnya sendiri dapat dikenai stereotip yang dinamakan otostereotip.
Ciri-Ciri Stereotip. Suatu hal dapat dikatakan sebagai stereotip apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- memudahkan hal yang kompleks, yaitu jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang rumit dan dilakukan dalam upaya memberikan bantuan dalam pengambilan keputusan secara cepat.
- mempengaruhi proses interprestasi informasi, yaitu stereotip dapat membawa orang untuk melihat apa yang mereka harapkan untuk melihat dan memperkirakan bagaimana sering melihatnya.
- tidak akurat, yaitu biasanya hanya memiliki sedikit hal yang benar atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang.
- berbau ejekan, yaitu berupa gambaran-gambaran serta angan-angan tertentu yang sifatnya ejekan terhadap individu atau kelompok yang dikenai stereotip tersebut.
Dimensi Stereotip. Dalam konteks “Komunikasi Antar Budaya”, stereotip juga bervariasi dalam beberapa dimensi, diantaranya adalah :
- dimensi arah, merupakan tanggapan bersifat positif atau negatif.
- dimensi intensitas, merupakan seberapa jauh seseorang percaya pada stereotip yang dipercayai.
- dimensi keakuratan, merupakan seberapa tepat suatu stereotip dengan kenyataan yang biasa ditemui.
- dimensi isi, merupakan sifat-sifat khusus yang diterapkan pada kelompok tertentu.
Bentuk Stereotip. Pada prinsipnya, stereotip dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :
1. Stereotip Positif.
Stereotip positif merupakan dugaan atau gambaran yang bersifat positif terhadap kondisi suatu kelompok tertentu. Stereotip ini dapat membantu terjadinya komunikasi (nilai-nilai toleransi) lintas budaya sehingga dapat memudahkan terjadinya interaksi antar orang yang berbeda latar belakang pada sebuah lingkungan secara bersama-sama. Sehingga menciptakan suatu hubungan yang harmonis antar kelompok budaya.
2. Stereotip Negatif.
Stereotip negatif merupakan dugaan atau gambaran yang bersifat negatif yang dibebankan kepada suatu kelompok tertentu yang memiliki perbedaan yang tidak bisa diterima oleh kelompok lain. Jika stereotip yang hadir dalam masyarakat adalah stereotip yang negatif terhadap suatu kelompok tertentu, dengan kondisi masyarakat yang majemuk, maka akan menjadi sebuah ancaman untuk mempertahankan kesatuan dalam kemajemukan tersebut.
Selain itu, stereotipe juga dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sebagai berikut :
- stereotipe gender, merupakan kepercayaan akan adanya perbedaan ciri-ciri atau atribut yang dimiliki oleh laki-laki dan wanita. Orang memiliki respek lebih kepada laki-laki daripada wanita dan faktor ini memainkan peran penting pada diskriminasi di tempat kerja bagi wanita.
- stereotipe pekerjaan, misalnya : guru bijak, artis glamor, polisi tegas, dan lain sebagainya.
- stereotipe suku, merupakan pengelompokkan orang dengan suku tertentu dan melabeli mereka dengan suatu sifat. Misalnya : suku Batak kasar, Minang pelit, dan lain sebagainya.
Fungsi Stereotip. Beberapa fungsi dari stereotip, diantaranya adalah :
- menggambarkan suatu kondisi kelompok.
- memberikan dan membentuk citra kepada kelompok.
- membantu seseorang dari suatu kelompok untuk mulai bersikap terhadap kelompok lainnya.
- melalui stereotip ini kita dapat menilai keadaan suatu kelompok.
Prinsip Stereotip. Setidaknya terdapat tiga prinsip yang berguna dalam melihat dan mengidentifikasi stereotip. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Craig McGarty, Vincent Y. Yzerbyt, dan Russell Spears, dalam “Stereotypes as Explanations: The Formation of Meaningful Beliefs about Social Groups”, yaitu sebagai berikut :
- stereotypes are aids to explanation, menyiratkan bahwa stereotip yang terbentuk membantu seseorang dalam memahami atau menjelaskan suatu kondisi tertentu.
- stereotypes are energy saving devices, menyiratkan bahwa stereotip membantu individu dalam usaha seseorang dalam memahami sesuatu.
- stereotypes are shared group beliefs, menyiratkan bahwa stereotip terbentuk sesuai dengan pemenerimaan pandangan atau norma-norma dari kelompok sosial yang dimiliki seseorang.
Tingkatan Stereotip. Terdapat beberapa tingkatan dalam stereotip. Craig McGarty, Vincent Y. Yzerbyt, dan Russell Spears menjelaskan bahwa terdapat empat tingkatan dalam stereotip yang didasarkan pada sumber atau data yang tersedia sebagai stimulus di dunia sosial dan pengetahuan serta harapan (dugaan), yaitu :
1. Bottom up.
Tingkatan bottom up disebut juga dengan “information rich”, yang mempertimbangkan bahwa orang-orang menghasilkan stereotip berasal dari suatu data atau fakta-fakta atas suatu kelompok, atau dapat dikatakan bahwa perbedaan di antara kelompok sangat jelas terlihat karena tersedianya banyak informasi atau data sehingga hal tersebut menjadi dasar dari pembentukan stereotipe, tanpa membuat atau menggunakan asumsi mengenai perbedaan kelompok.
Dalam tingkatan pembentukan stereotip jenis “buttom up” ini, keterangan maupun data-data dari pembelajaran di mana orang-orang dikenalkan dengan beberapa informasi maka menggunakan informasi tersebut sebagai dasar dari perbedaan stereotip di antara kelompok, khususnya kebaikan di dalam kelompok.
2. A bit of bottom up.
A bit of bottom up merupakan tingkatan di mana data atau informasi yang dipakai untuk pembeda pada salah satu atau kedua kelompok, terbatas akan tetapi dapat dipakai sebagai pengambil keputusan sebagai proses pembentukan stereotip. Hal ini menunjukkan bahwa data yang sedikit saja sering menjadi pijakan seseorang (a little data can often go a long away), dan memungkinkan seseorang dalam menarik kesimpulan stereotip.
3. A bit of top down.
Dalam tingkatan ini, informasi atau data yang digunakan untuk mengkonstruksi atau menduga stereotip dalam suatu konteks yang berkaitan hanya secukupnya saja. Maksudnya, stereotip dapat juga dihasilkan dari beberapa bentuk pengetahuan atau dari suatu harapan (bisa disebut “top down”), sekalipun dari informasi yang sangat terbatas, seperti : latar belakang pengetahuan atau penamaan ketegori.
4. Neither up nor down.
Tingkatan neither up nor down disebut juga dengan “information poor”, di mana tidak terdapat data maupun informasi yang jelas dan nyata (absence of either “bottom up” or “top down”) mengenai perbedaan di antara kelompok sebagai dasar untuk pembeda.
Baca juga : Berpikir Kritis (Critical Thinking)
Faktor yang Mempengaruhi Stereotip. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan mendorong timbulnya stereotip, adalah :
- keluarga. Stereotip lahir karena perlakuan ayah dan ibu terhadap anak laki-laki dan perempuan yang berbeda.
- pergaulan. Pergaulan manusia juga melahirkan stereotip tertentu. Pergaulan yang dimaksud mulai di sekolah, lingkungan rumah, kuliah bahkan saat bekerja.
- sekolah. Sekolah merupakan salah satu tempat di mana sejumlah pesan gender diberikan kepada anak-anak. Sekolah memberikan perlakuan yang berbeda diantara mereka, terutama memberikan pandangan antara seragam wanita dan yang dikenakan pria.
- masyarakat. Strereotip lahir melalui sikap mereka dalam memandang apa yang telah disediakan untuk anak laki-laki dan perempuan mengidentifikasi dirinya. Perempuan cenderung perlu bantuan dan laki-laki pemecah masalah.
- media massa. Media massa mempengaruhi stereotipe melalui penampilan bintang iklan, baik pria maupun wanita, yang sering terlihat di iklan-iklan televisi maupun koran.
Baca juga : Gegar Budaya (Culture Shock)
Perbedaan Antara Stereotip, Prasangka, dan Diskriminasi. Stereotip memiliki hubungan yang dekat dengan prasangka (prejudice) dan diskriminasi (discrimination) terutama dalam konteks interaksi antar individu maupun kelompok. Namun demikian terdapat hal yang membedakan antara stereotip, prasangka, dan diskriminasi, yaitu :
1. Stereotip :
- merupakan generalisasi yang berlebihan terhadap seseorang berdasarkan sifat-sifat yang ada pada kelompoknya (ras, suku, atau agamanya).
- merupakan kepercayaan tentang atribut pribadi sekelompok orang.
- terkadang dibesar-besarkan, tidak akurat, atau berupa perlawanan ide-ide baru.
2. Prasangka :
- merupakan sikap, kepercayaan, perasaan, dan judgment negatif terhadap suatu kelompok dan seluruh anggota kelompoknya.
- merupakan sikap negatif sebuah kelompok dan anggota-anggota individu.
3. Diskriminasi :
- merupakan perilaku khusus yang buruk terhadap kelompok tertentu.
- merupakan perlakuan atau perilaku negatif yang tidak adil terhadap orang yang berbeda ras.
- pada umumnya dilakukan akibat pengaruh dari prasangka.
D.J. Schneider, dalam “The Psychology of Stereotyping”, menjelaskan bahwa perbedaan antara stereotip, prasangka, dan diskriminasi adalah :
- stereotip : suatu bentuk keyakinan yang seseorang miliki mengenai orang lain yang didasarkan pada kategori.
- prasangka : sekumpulan reaksi atau sikap yang bersifat afektif.
- diskriminasi : menunjuk pada kecenderungan tingkah laku.
Stereotip, prasangka, dan diskriminasi harus dijauhi dari hati dan pikiran kita. Stereotip, prasangka, dan diskriminasi tidak hanya kesesatan dalam berpikir, tetapi juga pemicu utama dalam perpecahan antar golongan.
Baca juga : Pengertian Etnosentrisme, Karakteristik, Dampak, Dan Faktor Yang Mempengaruhi Etnosentrisme
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian stereotip, ciri-ciri, dimensi, bentuk, fungsi, prinsip, tingkatan, dan faktor yang mempengaruhi stereotip, serta perbedaan antara stereotip, prasangka, dan diskriminasi.
Semoga bermanfaat.