Teori Prasangka Dan Faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Prasangka (Predijuce)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Secara umum, prasangka atau prejudice merupakan sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional. Robert A. Baron dan Donn Byrne, dalam "Social Psychology", berpendapat bahwa prasangka adalah sikap yang biasanya negatif terhadap anggota-anggota suatu kelompok yang hanya didasari keanggotaan mereka pada kelompok tersebut.

J.P. Chaplin
, dalam "Kamus Lengkap Psikologi", mengartikan prasangka dalam dua pengertian, yaitu :
  1. Satu sikap, baik positif maupun negatif, yang telah dirumuskan sebelumnya agar bisa memberikan cukup bukti dan diperhatikan dengan kegigihan emosional.
  2. Satu kepercayaan atau pendapat, biasanya tidak baik, yang mempengaruhi individu untuk bertingkah laku dengan cara tertentu atau berpikiran dengan cara tertentu mengenai orang lain.


Teori Prasangka. Terdapat beberapa teori dalam prasangka. David O. Sears, dalam "Psikologi Sosial", menyebutkan bahwa terdapat dua teori dalam prasangka, yaitu :
  • Teori konflik realistik (realistic group conflict theories)Teori konflik realistik beranggapan bahwa prasangka timbul dari kenyataan adanya persaingan antar kelompok. Menurut teori ini, prasangka dapat timbul dari adanya kompetisi antar kelompok sosial. Adanya kompetisi ini melibatkan antar kelompok akan saling melihat secara negatif yang semakin meningkat.
  • Teori kognitif (cognitive theories)Teori kognitif beranggapan bahwa prasangka timbul dari faktor sosial yang sederhana seperti kategorisasi dan penonjolan. 

Selain kedua teori tersebut, masih terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan sebab dan mengapa suatu prasangka dapat terbentuk. Beberapa teori dimaksud diantaranya adalah :

1. Teori Belajar Sosial.
Menurut teori belajar sosial, prasangka adalah sesuatu yang dipelajari seperti halnya individu belajar nilai-nilai sosial yang lain. Prasangka biasanya diperoleh anak-anak melalui proses sosialisasi. Anak-anak banyak yang menginternalisasikan norma-norma mengenai stereotip dan perilaku antara kelompok yang ditetapkan oleh orang tua dan teman sebaya. Selain dari orang tua dan teman sebaya, media massa juga menjadi sumber anak untuk mempelajari stereotip dan prasangka.

2. Teori Atribusi.
Atribusi adalah proses bagaimana individu mencoba menafsirkan dan menjelaskan perilaku individu lain, yaitu untuk melihat sebab tindakan mereka. Menurut teori atribusi, prasangka disebabkan oleh individu sebagai pengamat melakukan atribusi yang "bias" terhadap target prasangka.

3. Teori Psikodinamika.
Menurut teori psikodinamika, prasangka adalah agresi yang dialihkan. Pengalihan agresi terjadi apabila sumber keresahan tidak dapat diserang karena rasa takut dan sumber keresahan itu benar-benar tidak ada. Prasangka juga dapat timbul akibat terganggunya fungsi psikologi dalam diri individu tersebut. Berdasarkan teori psikodinamika, prasangka timbul karena adanya rasa keresahan dan kepribadian yang otoriter.

4. Teori Keresahan.
Menurut teori keresahan, prasangka merupakan manifestasi dari "displaced aggression" sebagai akibat dari keresahan. Asumsi dasar teori ini adalah jika tujuan individu dirintangi atau dihalangi, maka individu tersebut akan mengalami keresahan. keresahan yang dialami akan membawa individu tersebut pada perasaan bermusuhan terhadap sumber penyebab keresahan. Hal itulah yang menyebabkan individu seringkali mengkambing hitamkan individu lain yang kurang memiliki kekuasaan.

5. Teori Kategorisasi Sosial.
Dunia merupakan ke-kompleks-an yang tiada batas. Kategorisasi membuatnya menjadi sederhana dan dapat dimengerti. Melalui kategorisasi individu membedakan dirinya dengan orang lain, keluarganya dengan keluarga lain, kelompoknya dengan kelompok lain, etniknya dengan etnik lain. Pembedaan kategori ini bisa berdasarkan persamaan (in group) atau perbedaan (out group).

6. Teori Perbandingan Sosial.
Seorang individu selalu membandingkan dirinya dengan orang lain dan kelompoknya dengan kelompok lain. Dalam masyarakat yang terstruktur dalam stratifikasi yang ketat, kelompok dominan dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk memaksakan ideologi yang menjustifikasi praktik diskriminasi untuk mempertahankan posisi menguntungkan mereka dalam kelompok sosial. Hal ini membuat kelompok dominan berprasangka terhadap pihak-pihak yang dinilai bisa menggoyahkan hegemoni mereka. Sementara itu kelompok yang didominasipun berprasangka terhadap kelompok dominan karena kecemasan akan dieksploitasi.

7. Teori Biologi.
Menurut teori biologi, prasangka memiliki dasar biologis. Hipotesisnya adalah bahawa kecenderungan untuk tidak menyukai kelompok lain dan hal-hal lain yang bukan milik kelompoknya merupakan warisan yang telah terpetakan dalam gen yang dimiliki. Pendekatan biologis ini berasal dari sosiobiologi. Asumsi dari teori ini adalah bahwa gen akan memastikan kelestariannya dengan mendorong reproduksi gen yang paling baik yang memiliki kesamaan.

8. Deprivasi Relatif.
Deprivasi relatif adalah keadaan psikologis di mana seseorang merasakan ketidakpuasan atas kesenjangan atau kekurangan subjektif yang dirasakannya pada saat keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan orang atau kelompok lain. Keadaan deprivasi bisa menimbulkan persepsi adanya suatu ketidakadilan. Sedangkan perasaan mengalami ketidakadilan yang muncul karena deprivasi akan mendorong adanya prasangka.


Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Prasangka. Secara umum, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan suatu prasangka. Beberapa faktor dimaksud adalah :
  • Kepentingan. Jika terjadi benturan kepentingan antara satu orang dengan orang lain terlebih orang yang berbenturan kepentingan itu berasal dari kelompok atau golongan yang berbeda.
  • Kepribadian dari orang yang berprasangka. Orang yang berprasangka biasanya memiliki kepribadian yang tidak toleran, kurang mengenal diri sendiri, kurang berdaya cipta, tidak merasa aman, memupuk khayalan dan lain-lain.
  • Frustasi dan agresi. Prasangka sosial dapat menjelma ke dalam tindakan-tindakan diskriminatif dan agresif terhadap orang yang diprasangkai. Teori frustasi yang menimbulkan agresi, di mana orang- orang akan mengalami frustasi apabila maksud-maksud dan keinginan yang diperjuangkan dengan intensif mengalami kegagalan atau hambatan, akibatnya timbul perasaan jengkel atau perasaan-perasaan agresif yang akan ditumpahkan kepada orang lain. Hal tersebut dinamakan dengan Teori Seapegatisme atau teori kambing hitam.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan prasangka juga dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :

1. Robert A. Baron dan Donn Byrne.
Robert A. Baron dan Donn Byrne, dalam "Social Psychology", menyebutkan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prasangka adalah :
  • Konflik langsung antar kelompok. Berdasarkan Realistic Conflict Theory, disebutkan bahwa prasangka muncul karena kompetisi antar kelompok sosial untuk memperoleh kesempatan atau komoditas yang berharga yang berkembang menjadi kebencian, prasangka dan dasar emosi.
  • Pengalaman awal. Beradasarkan Social Learning Theory, disebutkan bahwa prasangka dipelajari dan dikembangkan dengan cara yang sama, seperti sikap yang lain yaitu melalui pengalaman langsung dan observasi. Media massa juga memainkan peran dalam perkembangan prasangka.
  • Kategorisasi sosial. Efek kita versus mereka dan kesalahan atribusi utama, yaitu kecenderungan untuk membuat kategori sosial yang membedakan antara in group "kita" dengan out group "mereka". Kecenderungan untuk memberi atribusi yang lebih baik dan menyanjung anggota kelompoknya sendiri daripada anggota kelompok lain terkadang dideskripsikan sebagai kesalahan atribusi utama yang sama seperti self serving bias hanya saja terjadi dalam konteks antar kelompok.
  • Stereotip. Stereotip adalah kerangka berfikir yang terdiri dari pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok sosial tertentu dan traits tertentu yang mungkin dimiliki oleh orang yang menjadi anggota kelompok.
  • Mekanisme kognitif lain dalam prasangka. Hubungan palsu dan homogenitas out group yaitu kecenderungan melebih-lebihkan penilaian tingkah laku negatif dalam kelompok yang relatif kecil. Hubungan palsu dan homogenitas out group yaitu kecenderungan untuk mempersepsikan orang dari kelompok lain yang bukan kelompoknya, lawan dari kecenderungan tersebut adalah in group yaitu kecenderungan untuk mempersepsikan anggota kelompoknya dalam menunjukkan keragaman yang lebih besar satu sama lain.
  • Komformitas. Prasangka sebagian besar dipertahankan oleh ketidak-berdayaan. Jika prasangka telah diterima secara sosial, banyak orang yang akan mengikuti jejak tersebut dengan perlawanan yang lemah dan mengikuti kebiasaan yang ada.
  • Bias dalam kelompok (in group bias). Bias kelompok menjadi salah satu faktor terjadinya prasangka kelompok, yaitu kecenderungan untuk menyukai kelompok sendiri.

2. Mar'at.
Mar'at, dalam "Prasangka", menyebutkan bahwa pembentukan prasangka dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
  • Keperibadian. Dalam perkembangan kepribadian seseorang akan terlihat pula pembentukan prasangka sosial. Kepribadian otoriter mengarahkan seseorang membentuk suatu konsep prasangka sosial, karena ada kecenderungan orang tersebut selalu merasa curiga, berfikir dogmatis dan berpola pada diri sendiri.
  • Pendidikan dan status. Semakin tinggi pendidikan seseorang dan semakin tinggi status yang dimilikinya akan mempengaruhi cara berfikirnya dan akan meredusir prasangka sosial.
  • Pendidikan ibu bapak. Dalam hal ini orang tua memiliki nilai-nilai tradisional yang dapat dikatakan berperanan sebagai suatu "ideologi keluarga" yang akan mempengaruhi prasangka sosial.
  • Kelompok. Kelompok memiliki norma dan nilai tersendiri dan akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial pada kelompok tersebut. Oleh karenanya norma kelompok yang memiliki fungsi otonom dan akan banyak memberikan informasi secara realistis atau secara emosional yang mempengaruhi sistem sikap individu.
  • Politik dan ekonomi. Politik dan ekonomi sering memberi kesan besar terhadap pembentukan prasangka sosial. Pengaruh politik dan ekonomi telah banyak mencetuskan terjadinya prasangka sosial terhadap kelompok lain misalnya kelompok minoritas.
  • Komunikasi. Komunikasi juga memiliki peranan penting dalam memberikan informasi yang baik dan komponen sikap akan banyak dipengaruhi oleh media massa seperti radio, televisi, yang kesemuanya hal ini akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial dalam diri seseorang.
  • Hubungan sosial. Hubungan sosial merupakan suatu media dalam mengurangi atau mempertinggi pembentukan prasangka sosial.

3. Gordon W. Allport.
Gordon W. Allport, dalam bukunya "The Nature of Prejudice", menyebutkan bahwa terdapat enam pendekatan dalam pembentukan prasangka yang masing-masing saling melengkapi. Keenam pendekatan tersebut adalah :

1. Pendekatan Sejarah.
Pemahaman prasangka tidak dapat dilepaskan dari latar belakang sejarah hubungan antara dua kelompok di masa lalu. Secara lebih mendalam latar belakang sejarah prasangka suatu kelompok etnis terhadap kelompok etnis lainnya ini ditentukan oleh bagaimana hubungan awal antara kedua etnis tersebut dan sifat imigrasi yang terjadi.

2. Pendekatan Sosiokultural.
Terjadinya prasangka tidak dapat dilepaskan dari konteks sosiokultural. Konteks sosiokultural dimaksud meliputi fenomena urbanisasi, mobilitas sosial, kompetisi, persaingan, konflik antar kelompok, serta perubahan fungsi dan peran keluarga dan hubungannya dengan perubahan standar moralitas.

3. Pendekatan Situasional.
Berbeda dengan pendekatan historis mengenai prasangka, di mana penekanannya pada kondisi masa lalu, maka penekanan pendekatan situasional adalah pada kondisi saat ini. Dalam menjelaskan prasangka, pendekatan situasional memusatkan perhatian pada kekuatan yang berasal dari lingkungan sebagai penyebab prasangka.

4. Pendekatan Kepribadian dan Psikodinamika.
Pendekatan kepribadian dan psikodinamika menekankan proses internal yang terjadi pada diri individu. Pendekatan kepribadian dan psikodinamika memandang prasangka sebagai hasil konflik internal ketidakmampuan individu menyesuaikan diri. Selain itu, pendekatan psikodinamika mengemukakan dua alasan, yaitu :
  • prasangka berakar pada kondisi manusia karena dalam kehidupan sehari-hari, frustasi tidak dapat dihindari.
  • prasangka hanya berkembang pada orang-orang yang kepribadiannya lemah.

5. Pendekatan Fenomenologis.
Pendekatan fenomenologis menekankan penyebab prasangka bukan pada dunia objektif, melainkan lebih jauh lagi ke dalam presepsi individu mengenai dunianya. Bagaimana cara pandang atau mempersepsikan orang atau kelompok lain akan menjadi dasar prasangkanya. Selanjutnya dengan pendekatan fenomenologis akan diperoleh gambaran sebab akibat dari perilaku prasangka.

6. Pendekatan Stimulus Objek.
Pendekatan stimulus objek menekankan pada objek prasangka. Dengan kata lain, sumber prasangka bukan terletak pada pengamat atau orang yang berprasangka, melainkan pada karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh objek prasangka itu sendiri.


Demikian penjelasan berkaitan dengan teori prasangka serta faktor yang mempengaruhi terbentuknya prasangka (predijuce).

Semoga bermanfaat.