Prasangka (Prejudice) : Pengertian, Ciri-Ciri, Aspek, Indikator, Tipe, Dan Jenis Prasangka (Prejudice)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Prasangka. Prasangka dapat bersifat baik atau buruk. Pada awalnya istilah prasangka merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian terhadap sesuatu hal. Dalam perkembangannya, prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Sehingga secara umum, prasangka diartikan sebagai sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.

Secara etimologi, istilah prasangka atau yang dalam bahasa Inggris disebut dengan prejudice berasal dari bahasa Latin, yaitu "praejudicium" yang merupakan penggabungan dari dua kata, "prae" yang berarti sebelum dan "judicium" yang berarti keputusan. Sehingga berdasarkan hal tersebut, prasangka atau prejudice berarti preseden atau suatu penilaian berdasarkan keputusan dan pengalaman terdahulu. Atau dapat juga prasangka diartikan dengan membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut.

J.P. Chaplin, dalam "Kamus Lengkap Psikologi", mengartikan  prasangka dalam dua pengertian, yaitu :
  1. Satu sikap, baik positif maupun negatif, yang telah dirumuskan sebelumnya agar bisa memberikan cukup bukti dan diperhatikan dengan kegigihan emosional.
  2. Satu kepercayaan atau pendapat, biasanya tidak baik, yang mempengaruhi individu untuk bertingkah laku dengan cara tertentu atau berpikiran dengan cara tertentu mengenai orang lain.

Dalam Chambers English Dictionary, prasangka sebagai penilaian atau pendapat yang diberikan oleh seseorang tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prasangka diartikan dengan pendapat (anggapan) yg kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri; syak.


Selain itu, pengertian prasangka juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa diantaranya adalah :
  • W.A. Gerungan, dalam "Psikologi Sosial", berpendapat bahwa prasangka adalah perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, seperti golongan ras atau kebudayaan, yang berlainan dengan golongan orang yang berprasangka itu.
  • D.G. Myers, dalam "Social Psychology", berpendapat bahwa prasangka adalah penilaian negatif yang telah dimiliki sebelumnya terhadap satu kelompok dan masing-masing anggota kelompoknya. Lebih lanjut, Myres menegaskan bahwa prasangka adalah sikap, yaitu kombinasi yang jelas dari perasaan (feelings), kecenderungan bertindak (inclination to act), dan keyakinan (beliefs).
  • Robert A. Baron dan Donn Byrne, dalam "Social Psychology", berpendapat bahwa prasangka adalah sikap yang biasanya negatif terhadap anggota-anggota suatu kelompok yang hanya didasari keanggotaan mereka pada kelompok tersebut.


Ciri-Ciri Prasangka. Ciri-ciri prasangka menurut J.C. Brigham, dalam "Social Psychology", dapat dilihat dari kecenderungan individu untuk membuat kategori sosial. Kategori sosial adalah kecendrungan untuk membagi dunia sosial menjadi dua kelompok yaitu kelompok kita "in group" dan kelompok mereka "out group".
  • in group, adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki atau memiliki.
  • out group, adalah grup di luar grup individu itu sendiri yaitu kelompok orang lain di luar dari dirinya.


Aspek Prasangka. Menurut D.G. Myers, prasangka merupakan suatu sikap, di mana terdapat tiga
aspek dalam prasangka, yaitu :
  • Kognitif, yang mengacu pada keyakinan-keyakinan dan harapan-harapan individu terhadap anggota dari suatu kelompok masyarakat tertentu.
  • Afektif, yang mengacu pada perasaan atau emosi negatif individu apabila seseorang berjumpa atau bahkan hanya berpikir tentang anggota suatu kelompok masyarakat tertentu.
  • Kecenderungan perilaku, yang mengacu pada tendensi individu untuk berperilaku dalam cara-cara yang bersifat negatif terhadap anggota suatu kelompok masyarakat tertentu.


Indikator Prasangka. Secara umum, terdapat tiga  indikator utama dalam dalam prasangka, yaitu :
  • perilaku merendahkan intellektual,
  • perilaku merendahkan budaya atau atribut individu,
  • perilaku merendahkan moralitas dari individu atau kelompok ;
yang menjadi objek dari prasangka, di mana indikator tersebut tidak dapat lepas dari penilaian yang dilakukan oleh kelompok satu terhadap kelompok lain.

Sedangkan B. Altemeyer dan B.E. Hunsberger, dalam  "Authoritarianism, Religious Fundamentalism, Quest, and Prejudice", yang dimuat dalam International Journal for The Psychology of Religion, 1992, Volume : 2, Halaman : 113-133, menyebutkan bahwa indikator prasangka tercermin dalam beberapa perilaku sebagai berikut :

1. Perilaku menghindar.
Seseorang dengan prasangka akan cenderung berperilaku menghindar dari kelompok yang diprasangkainya atau dapat pula beranggapan bahwa kelompok yang diprasangkainya cenderung menghindar dari kelompoknya.

2. Perilaku antisosial.
Seseorang dengan prasangka akan memandang bahwa kelompok yang diprasangkainya adalah out group dan menolak untuk melakukan kontak sosial dengan kelompok yang diprasangkainya atau dapat pula orang dengan prasangka akan beranggapan bahwa kelompok yang diprasangkainya menganggap kelompoknya adalah out group dan menolak untuk melakukan kontak sosial dengan kelompoknya.

3. Perilaku kekerasan.
Orang dengan prasangka akan menilai bahwa kekerasan adalah suatu hal yang wajar untuk memperlakukan kelompok yang diprasangkainya atau dapat pula orang dengan prasangka menganggap bahwa kelompok yang diprasangkainya menilai bahwa kekerasan adalah suatu hal yang wajar untuk memperlakukan kelompoknya.

4. Perilaku merendahkan religiusitas.
Seseorang dengan prasangka akan memandang rendah tingkat kereligiusitasan kelompok yang diprasangkainya atau dapat pula seseorang dengan prasangka beranggapan bahwa kelompok yang diprasangkainya memandang rendah tingkat kereligiusitasan kelompoknya.

Baca juga : Pengertian Demagogi

Tipe Prasangka. Menurut R. Soeboer, dalam "Prasangka dan Diskriminasi", yang dimuat dalam Jurnal Psikologi Sosial, 4(3), 1990, mengutip dari pendapat Geartner, Jones, dan Kovel bahwa prasangka terdiri dari tiga tipe, yaitu :

1. Tipe Dominative.
Individu dalam tipe ini mengekspresikan sikap negatifnya (prasangka) secara terbuka terhadap target prasangka. Individu dapat melakukan tindakan berupa penyerangan atau perilaku-perilaku agresif pada target prasangka. Individu dalam tipe ini berusaha untuk memelihara posisi superior/ eksklusivitas kelompoknya.

2. Tipe Ambivalent.
Individu dalam tipe ini merasa bersimpati pada target prasangka dan di waktu bersamaan juga merasa khawatir target prasangka dapat merugikan mereka. Pada tipe ini, individu dapat mengekspresikan perasaan negatif mereka pada target prasangka.

3. Tipe Aversive.
Individu dalam tipe ini dapat berinteraksi dan mengadakan kontak dengan ramah dan sopan terhadap objek prasangka. Individu tipe ini akan menunjukkan sikap positif dan bersedia membantu anggota kelompok target prasangka. Namun, sesungguhnya Individu dalam tipe ini berusaha sebisa mungkin untuk tidak melakukan interaksi dengan target prasangka.


Jenis Prasangka. Prasangka dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. John E. Farley, dalam "Majority-Minority Relation", membedakan prasangka ke dalam tiga kategori, yaitu :
  • Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
  • Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
  • Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.

Sedangkan A.M. Hogg dan M.G. Vaughan, dalam "Introduction to Social Psychology.", menjelaskan bahwa berdasarkan targetnya, prasangka dapat dibedakan menjadi :

1. Sexism.
Sexism merupakan prasangka dan diskriminasi yang dilakukan terhadap orang atau kelompok lain berdasarkan pada jenis kelamin mereka. Kebanyakan korban dari sexism adalah wanita dan juga karena adanya perbedaan posisi atau jabatan antara pria dan wanita dalam dunia bisnis, pemerintahan, dan pekerjaan. Sexism terhadap wanita berawal dari stereotip masyarakat terhadap peran wanita. Pada jaman dahulu, tugas wanita adalah menjaga rumah, merawat anak-anak dan suami, sedangkan pria keluar rumah seharian untuk mencari nafkah bagi keluarga. Pekerjaan-pekerjaan tertentu yang diasosiasikan dengan pekerjaan wanita biasanya kurang dihargai. Stereotip tersebut terus berlanjut sampai sekarang, sehingga sangat sulit bagi wanita untuk mendapatkan pekerjaan yang berstatus tinggi seperti menjadi pemimpin dalam suatu organisasi.

2. Racism.
Racism merupakan prasangka dan diskriminasi yang dilakukan terhadap orang atau kelompok lain berdasarkan pada ras dan etnis mereka. Genocide yang pernah terjadi di Jerman, Yugoslavia, Irak, dan Rwanda merupakan salah satu akibat dari adanya diskriminasi. Racism berawal dari adanya stereotip terhadap orang atau kelompok lain yang berbeda ras atau etnis. Pada saat sekarang, racism dilihat dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermoral dalam masyarakat. Walaupun demikian, racism tidak akan hilang begitu saja. Setiap orang dalam setiap generasi akan racist dalam hatinya, hanya saja cara mengekspresikannya berbeda.

3. Ageism.
Ageism merupakan prasangka dan diskriminasi yang dilakukan terhadap orang lain berdasarkan usianya. Pada kebudayaan tertentu yang menganut sistem extended family, orang yang berusia lebih tua akan dianggap sebagai orang yang bijaksana karena lebih berpengalaman, sedangkan pada nuclear family tidak demikian. Pada nuclear family, orang-orang muda dinilai lebih baik, sedangkan orang-orang tua diberi stereotip yang kurang menarik. Orang tua biasanya akan dianggap tidak berharga dan lemah dan mereka juga tidak mendapatkan hak mereka.

4. Prasangka terhadap homoseksual.
Pada kebanyakan masyarakat, homoseksual dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang dan tidak bermoral sehingga penyiksaan terhadap homoseksual dianggap legal dan dapat diterima. Pada sekitar tahun 1980-an, pemerintah Australia mengesahkan undang-undang untuk tidak melayani orang-orang yang sesat dan menyimpang salah statusnya adalah homoseksual.

5. Prasangka terhadap penderita cacat fisik.
Pada jaman dahulu, prasangka dan diskriminasi terhadap penderita cacat fisik adalah mereka dianggap sebagai orang yang rendah. Akan tetapi pada saat sekarang orang-orang sudah mulai bisa menghargai penderita cacat fisik. Pada kebanyakan negara, disediakan tempat jalan khusus untuk penderita cacat fisik. Selain itu, penderita cacat fisik juga diperbolehkan untuk mengikuti ajang perlombaan Olimpiade. Pada dasarnya, orang-orang tidak mendiskriminasi penderita cacat fisik, hanya saja orang-orang merasa tidak nyaman dengan kehadiran mereka karena takut tidak bisa berinteraksi dengan mereka.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian prasangka (prejudice), ciri-ciri, aspek, indikator, tipe, dan jenis prasangka (prejudice).

Semoga bermanfaat.