Efikasi Diri (Self Efficacy) : Pengertian, Klasifikasi, Dimensi, Fungsi, Peran, Dan Dampak Efikasi Diri, Serta Sumber Efikasi Diri (Self Efficacy)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Efikasi Diri. Secara umum, efikasi diri atau “self efficacy” dapat diartikan sebagai sebuah keyakinan atau kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimiliki dalam melakukan suatu hal, menghasilkan sesuatu, mengorganisasi, mencapai tujuan, dan juga mengimplementasikan tindakan guna mewujudkan keahlian tertentu. Efikasi diri juga dapat berarti keyakinan seseorang mengenai sejauh mana ia mampu mengerjakan tugas, mencapai tujuan, dan merencanakan tindakan untuk mencapai suatu tujuan.

Selain itu, pengertian efikasi diri atau “self afficacy” juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Albert Bandura, dalam “Self Efficacy, The Exercise of Control”, menyebutkan bahwa efikasi diri adalah kepercayaan individu akan kemampuannya untuk sukses dalam melakukan sesuatu.
  • J.W. Santrock, dalam “Psikologi Pendidikan”, menyebutkan bahwa efikasi diri adalah kepercayaan seseorang atas kemampuannya dalam menguasai situasi dan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan.
  • R.A. Baron dan D. Byrne, dalam “Psikologi Sosial” menyebutkan bahwa efikasi diri adalah evaluasi diri seseorang terhadap kemampuan atau kompetensi untuk menampilkan tugas, mencapai tujuan dan mengatasi rintangan.


Klasifikasi Efikasi Diri. Efikasi diri dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Efikasi diri tinggi.
Seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung akan langsung mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya. Mereka tidak menganggap tugas atau pekerjaan yang mereka kerjakan sebagai beban atau ancaman untuk mereka. Disamping itu, mereka akan memilih untuk mengembangkan passion-passion mereka terhadap suatu aktivitas untuk dapat mencapai tujuan mereka.

2. Efikasi diri rendah.
Seseorang yang memiliki efikasi diri rendah cenderung akan menunda-nunda bahkan menghindari suatu pekerjaan. Mereka menganggap bahwa tugas merupakan suatu beban dan ancaman untuk mereka. Seorang dengan efikasi diri rendah memiliki motivasi yang rendah serta komitmen yang lemah pula, mereka merasa tidak yakin dengan kemampuan diri mereka untuk dapat mencapai goals mereka.

Richard L. Hughes, Robert C. Ginnett, dan Gordon J. Curphy, dalam “Leadership, Enhancing the Lesson of Experience”, menyebutkan bahwa efikasi diri dapat diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu :
  • efikasi diri positif (positive self-efficacy). Efikasi diri dikatakan positif ketika seseorang memiliki keyakinan dan kepercayaab bahwa ia mempunyai kuasa untuk menciptakan apa yang ia inginkan atau harapkan.
  • efikasi diri negative (negative self-efficacy). Efikasi diri dikatakan negatif ketika keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki oleh seseorang membuat dirinya menjadi lemah atau melemahkan dirinya sendiri.


Dimensi Efikasi Diri. Konsep efikasi diri memiliki tiga dimensi atau aspek yang berbeda, yaitu :
  • magnitude atau besarnya, merupakan besaran dimensi efikasi diri yang berhubungan dengan tingkat kesulitan yang dianggap dapat diatasi oleh seorang individu.
  • generality atau keluasan, berhubungan dengan keyakinan seorang individu terhadap kemampuan yang dimilikinya.
  • strength atau kekuatan, merujuk pada sebuah keyakinan yang berkaitan dengan efikasi diri yang kuat atau lemah.

Albert Bandura menyebutkan bahwa efikasi diri seorang  dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu :

1. Tingkat (level).
Menunjukkan tingkat efikasi diri seorang dalam mengerjakan suatu tugas dengan tingkat kesulitannya. Seseorang memiliki efikasi diri yang tinggi saat mengerjalan tugas yang mudah dan sederhana. Seorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya.

2. Keluasan (generality).
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan seseorang terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Seseorang dapat menyatakan dirinya memiliki efikasi diri pada aktivitas yang luas atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas.

3. Kekuatan (strength).
Dimensi ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap keyakinannya. Efikasi diri menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkannya. Efikasi diri menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.

Sedangkan R.J. Corsini, dalam “Encyclopedia of Psychology”, menyebutkan bahwa efikasi diri terdiri dari empat dimensi, yaitu :
  • kognitif, merupakan kemampuan seseorang dalam memikirkan cara-cara yang digunakan dan merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
  • motivasi, merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri melalui pikirannya dalam melakukan suatu tindakan dan keputusan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
  • afeksi, merupakan kemampuan dalam mengatasi emosi yang mungkin timbul pada diri individu dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
  • seleksi, merupakan kemampuan seseorang untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.


Fungsi Efikasi Diri. Teori efikasi diri menyatakan bahwa persepsi mengenai kemampuan seseorang akan mempengaruhi pikiran, perasaan, motivasi, dan tindakannya. Ketika perasaan efikasi telah terbentuk, maka akan sulit untuk berubah. Kepercayaan mengenai efikasi diri merupakan penentu yang kuat dari tingkah laku. Albert Bandura menyebutkan bahwa fungsi efikasi diri adalah :

1. Menentukan pemilihan tingkah laku.
Seseorang cenderung akan melakukan tugas tertentu di mana ia merasa memiliki kemampuan yang baik untuk menyelesaikannya. Jika seseorang memiliki keyakinan diri yang besar bahwa ia mampu mengerjakan tugas tertentu, maka ia akan lebih memilih mengerjakan tugas tersebut daripada tugas yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa efikasi diri juga menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku.

2. Penentu besarnya usaha dan daya tahan dalam mengatasi hambatan.
Efikasi diri menentukan berapa lama seseorang dapat bertahan dalam mengatasi hambatan dan situasi yang kurang menyenangkan. Efikasi diri yang tinggi akan menurunkan kecemasan yang menghambat penyelesaian tugas, sehingga mempengaruhi daya tahan seseorang.

3. Mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional.
Efikasi diri mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional seseorang, baik dalam menghadapi situasi saat ini maupun dalam mengantisipasi situasi yang akan datang. Orang-orang dengan efikasi diri yang rendah selalu menganggap dirinya kurang mampu menangani situasi yang dihadapinya. Dalam mengantisipasi keadaan, mereka juga cenderung mempersepsikan masalah-masalah yang akan timbul jauh lebih berat daripada yang sesungguhnya.

4. Sebagai peramal tingkah laku selanjutnya.
Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi memiliki minat dan keterlibatan yang tinggi dan lebih baik dengan lingkungannya. Demikian juga dalam menghadapi tugas, dimana keyakinan mereka juga tinggi. Mereka tidak mudah putus asa dan menyerah dalam mengatasi kesulitan dan mereka akan menampilkan usaha yang lebih keras lagi. Sebaliknya individu dengan efikasi diri  yang rendah cenderung lebih pemalu dan kurang terlibat dalam tugas yang dihadapi. Selain itu mereka lebih banyak pasrah dalam menerima hasil dan situasi yang dihadapi daripada berusaha merubah keadaan.


Peran Efikasi Diri. Bagi setiap orang, efikasi diri memiliki peranan yang penting. Hal ini dikarenakan efikasi diri mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut dalam berpikir, bertingkah laku, merasakan, dan memotivasi dirinya sendiri. Albert Bandura menyebutkan bahwa bagi setiap orang, efikasi diri memiliki peran sebagai berikut :
  • tindakan seseorang. Efikasi diri menentukan kesiapan seseorang dalam merencanakan apa yang harus dilakukanya.
  • usaha. Efikasi diri mencerminkan seberapa besar upaya yang dikeluarkan seseorang untuk mencapai tujuanya.
  • daya tahan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kegagalan. Seseorang dengan efikasi diri tinggi mempunyai daya tahan yang kuat dalam menghadapi rintangan atau kegagalan serta dengan mudah dapat mengembalikan rasa percaya diri setelah mengalami kegagalan.
  • ketahanan seseorang dalam keadaan tidak nyaman. Seseorang dengan efikasi diri menganggap keadaan tidak nyaman sebagai suatu tantangan, dan bukan sebagai sesuatu yang harus dihindari.
  • pola pikir. Pola pikir seseorang dengan efikasi diri tinggi tidak akan mudah terpengaruh dengan situasi lingkungan.
  • stress dan depresi. Seseorang dengan efikasi diri tinggi tidak akan mudah mengalami stress atau depresi.
  • tingkat pencapaian yang akan terealisasi. Seseorang dengan efikasi diri tinggi dapat membuat tujuan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.


Dampak Efikasi Diri. Dampak dari efikasi diri pada masing-masing orang berbeda-beda, tergantung dari proses pencapaiannya. Berikut dampak efikasi diri yang dapat terjadi pada diri seseorang :
  • semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi diri semakin tinggi.
  • kerja sendiri lebih meningkatkan efikasi diri dibandingkan kerja kelompok atau dibantu orang lain.
  • kegagalan menurunkan efikasi diri, kalau orang merasa sudah melakukannya dengan sebaik mungkin.
  • kegagalan ketika dalam suasana emosional atau stres, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal.
  • kegagalan ketika orang memiliki efikasi diri tinggi, dampaknya tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang memiliki efikasi diri rendah.
  • orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi diri.


Sumber Efikasi Diri. Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan, atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi dari beberapa sumber berikut :

1. Pengalaman menguasai sesuatu prestasi.
Pengalaman menguasai sesuatu prestasi atau “performance accomplishment” adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) performansi yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi.

2. Pengalaman vikarius.
Pengalaman vikarius atau “vicarious experience” diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kira-kira kemampuannya sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati beda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

3. Persuasi sosial.
Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial atau “social persuasion”. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.

4. Pembangkitan emosi.
Pembangkitan emosi atau “emotional physiological states” menunjukkan bahwa keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi dibidang kegiatan itu. Emosi takut, cemas, atau stress, dapat mengurangi efikasi diri. Sedangkan peningkatan emosi yang tidak berlebihan dapat meningkatkan efikasi diri.

Albert Bandura menyebutkan bahwa terdapat empat sumber dari efikasi diri, yaitu :
  • mastery experience. Mastery experience merupakan pengalaman langsung kita merupakan sumber informasi efikasi yang paling kuat. Kesuksesan menaikkan keyakinan efikasi, sementara kegagalan menurunkan efikasi.
  • physiological and emotional arousal. Tingkat arousal mempengaruhi efikasi-diri, tergantung bagaimana arousal itu diinterpretasikan. Pada saat anda menghadapi tugas tertentu, apakah anda merasa cemas dan khawatir (menurunka efikasi) atau bergairah “psyched” (menaikkan efikasi).
  • vocarious experiences. Dalam vocarious experience  atau pengalaman orang lain, seseorang memberikan contoh penyelesaian. Semakin dekat siswa mengidentifikasi dengan model, akan besar pula dampaknya pada efikasi-diri. Bila sang model bekerja dengan baik, efikasi seseorang meningkat, tetapi bila sang model bekerja dengan buruk, ekspektasi efikasi seseorang menurun.
  • sosial persuasion. Sosial persuasion atau persuasi sosial dapat berupa umpan balik spesifik atas kinerja. Persuasi sosial sendiri dapat membuat seseorang mengerahkan usaha, mengupayakan strategi-strategi baru, atau berusaha cukup keras untuk mencapai kesuksesan.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian efikasi diri (self efficacy), klasifikasi, dimensi, fungsi, peran, dan dampak efikasi diri, serta sumber efikasi diri (self efficacy).

Semoga bermanfaat.