Model Pembelajaran Discovery Learning

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Model Pembelajaran Discoveri LearningModel pembelajaran discovery learning  merupakan suatu proses pembelajaran yang terjadi jika peserta didik tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik mengorganisasi sendiri. Dalam konsep belajar model pembelajaran discovery learning  akan terjadi pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Asri Budiningsih, dalam "Belajar dan Pembelajaran", menyebutkan bahwa model pembelajaran discovery learning merupakan suatu proses memahami konsep, arti, serta hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. 

Berbicara tentang model pembelajaran discovery learning, tidak akan lepas dari teori yang dikemukakan oleh Jerome S. Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam "discovery". Disebutkan oleh Jerome S. Bruner bahwa :

"discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut dengan sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas dan difference) yang terjadi di antara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events)".


Arthur A. Carin dan Robert B. Sund, dalam "Teaching Science Through Discovery", menjelaskan bahwa discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi, di mana proses tersebut disebut cognitive process.  Sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (proses mental asimilasi conceps dan prinsip-prinsip dalam pikiran). 


Selanjutnya Jerome S. Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. 

Berdasarkan hal tersebut  Jerome S. Bruner memandang bahwa untuk dapat memahami suatu konsep, peserta didik mesti mengetahui unsur-unsur dari suatu konsep atau kategorisasi, yaitu :
  • nama.
  • contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif.
  • karakteristik, baik yang pokok maupun tidak. 
  • rentangan karakteristik. 
  • kaidah. 

Berkaitan dengan pengertian model pembelajaran discovery learningJerome S. Bruner menjelaskan dalam bukunya yang berjudul "Discovery Learning at Learning Theories", sebagai berikut :

"discovery learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self".

yang artinya lebih kurang sebagai berikut :

"penemuan belajar (discovery learning) dapat diartikan sebagai pembelajaran yang berlangsung ketika siswa tidak disajikan pelajaran dalam bentuk akhir, melainkan dituntut untuk mengaturnya sendiri".



Di dalam proses belajar tersebut, Jerome S. Bruner  menekan pada : 
  • partisipasi aktif dari tiap peserta didik, sehingga peserta didik maupun pendidik dapat mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. 
  • peran pendidik adalah sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif, serta membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran.  

Kondisi demikian dilakukan untuk merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Sehingga diharapkan peserta didik dapat menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam model pembejaran discovery learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.


Untuk menunjang proses belajar dari peserta didik sehingga dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif, diperlukan adanya dua kondisi, yaitu : 
  • lingkungan perlu memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap eksplorasi. Lingkungan dimaksud dinamakan "discovery learning environment", yaitu lingkungan dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi serta penemuan-penemuan baru yang belum dikenal ataupun pengertian-pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan  seperti ini bertujuan agar proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
  • harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan peserta didik dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Lebih lanjut, Jerome S. Bruner menjelaskan bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahapan yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu : 
  • enactive. Dalam tahan ini, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. 
  • iconic, Dalam tahap ini, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). 
  • symbolic. Dalam tahap ini, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.


Tahapan Model Pembelajaran Discovery Learning. Terdapat beberapa tahapan dalam penerapan atau implementasi dari model pembelajaran discovery learning dalam proses pembelajaran. Secara umum, tahapan model pembelajaran discovery learning adalah sebagai berikut :
  • merumuskan masalah yang akan diberikan kepada peserta didik dengan data secukupnya. Perumusaannya harus jelas dan hilangkan pernyataan yang multi tafsir. 
  • berdasarkan data yang diberikan pendidik, peserta didik menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganlisis data tersebut. Dalam hal ini bimbingan pendidik dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja bimbingan lebih mengarah kepada langkah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan. 
  • peserta didik menyusun prakiraan dari hasil analisis yang dilakukannya. 
  • prakiraan yang telah dibuat peserta didik tersebut (jika dipandang perlu) hendaknya diperiksa oleh pendidik. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan peserta didik, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. 
  • verbalisasi prakiraan sebaiknya diserahkan juga kepada peserta didik untuk menyusunnya (apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran prakiraan tersebut). Disamping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran prakiraan.
  • sesudah peserta didik menemukan apa yang dicari, hendaknya pendidik menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

Menurut  Muhibbin Syah, dalam "Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru", dijelaskan bahwa dalam menerapkaan atau mengaplikasikan model pembelajaran discovery learning terdapat beberapa tahapan  yang harus dilaksanakan, yaitu sebagai berikut :

1. Pemberian Stimulasi (Stimulation).
Dalam tahap ini, peserta didik akan dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu pendidik dapat memulai kegiatan belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2. Pernyataan atau Identifikasi Masalah (Problem Statement).
Pada tahap ini, dilakukan stimulasi, di mana pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi. Hal ini berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

3. Pengumpulan Data (Data Collection).
Pada tahap ini, peserta didik melakukan eksplorasi, dan pendidik memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pengumpulan data tersebut berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Data yang dikumpulkan oleh peserta didik dapat berasal dari berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan lain sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4. Pengolahan Data (Data Processing).
Pada tahap ini, semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Pengolahan data disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban atau penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5. Pembuktian (Verification).
Pada tahap ini, peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data. Pembuktian atau verifikasi yang dilakukan bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6. Menarik Kesimpulan atau Generalisasi (Generalization).
Pada tahap ini, dilakukan generalisasi yaitu suatu proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

7. Penilaian
Dalam model pembelajaran discovery learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik. 
  • jika bentuk penilaiannya berupa penilaian kognitif, maka dapat menggunakan tes tertulis. 
  • jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik dapat menggunakan non tes.


Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Discovery Learning. Sebagaimana bentuk model pembelajaran yang lain, penerapan atau implementasi model pembelajaran discovery learning memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan dari model discovery learning adalah sebagai berikut :

1. Kelebihan model pembelajaran discovery learning :
  • membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. 
  • pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
  • menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. 
  • model ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
  • menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. 
  • membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. 
  • berpusat pada peserta didik dan pendidik berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan pendidik-pun dapat bertindak sebagai peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. 
  • membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
  • peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. 
  • membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru. 
  • mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. 
  • mendorong peserta didik berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. 
  • memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. 
  • situasi proses belajar menjadi lebih hidup. 
  • proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. 
  • meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik. 
  • kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. 
  • dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

2. Kelemahan Metode Pembelajaran Discovery Learning :
  • menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi peserta didik yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. 
  • tidak efisien untuk mengajar jumlah peserta didik yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. 
  • harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan peserta didik dan pendidik yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. 
  • model ini lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. 
  • pada beberapa disiplin ilmu, misalnya Ilmu Pengetahuan Alam kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para peserta didik. 
  • tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh peserta didik karena telah dipilih terlebih dahulu oleh pendidik.


Perbedaan Antara Model Pembelajaran Discovery Learnig dan Inkuiri (Inquiry). Secara umum, antara model pembelajaran discovery learning  dan ikuiri (inquiry) memiliki prinsip yang sama. Tidak ada perbedaan yang prinsipiil pada kedua istilah tersebut, sedikit perbedaan hanyalah terletak pada : 

1. Model pembelajaran discovery learning : 
  • lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. 
  • masalah yang diperhadapkan pada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh pendidik.

2. Inkuiri (Inquiry) : 
  • masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian dan tahapan model pembelajaran discovery learning, kelebihan dan kekurangan model pembelajaran discovery learning, serta perbedaan antara model pembelajaran discovery learning dengan inkuiri (inquiry).

Semoga bermanfaat.