Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual. Model pembelajaran kontekstual  atau "contextual teaching and learning" pertama kali dikemukakan oleh John Dewey, seorang ahli pendidikan berkewarganegaraan Amerika Serikat, pada sekitar tahun 1916. Dalam model pembelajaran kontekstual yang dikemukakannya tersebut, John Dewey menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. John Dewey menyebutkan bahwa  belajar merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensi yang jauh melampaui berbagai metodologi yang hanya berorientasi pada stimulus respon. Belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru, sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berfikir yang dimilikinya.

Model pembelajaran kontekstual
merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Pendekatan kontekstual ini juga menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer, mengumpulkan, menganalisa data, memecahkan masalah tertentu baik secara individu atau kelompok.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa metode pembelajaran kontekstual adalah mempraktikkan konsep belajar dengan mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata peserta didik. Peserta didik secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang memungkinkan mereka melihat makna di dalamnya. Dengan kata lain,  metode pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi pengajaran dan pembelajaran yang membantu pendidik mengaitkan bahan subjek yang dipelajari dengan situasi dunia sebenarnya dan memotivasikan pembelajar (peserta didik) untuk membuat kaitan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan keseharian peserta didik. 


Selain itu, pengertian model pembelajaran kontekstual juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Elaine B. Johnson, dalam "Teaching and Learning : Menjadikan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna", menyebutkan bahwa model pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa peserta didik mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. Menurut Elaine B. Johnson, pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu para pendidik untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi dunia nyata serta penerapannya dalam kehidupan peserta didik sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja, serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam pelajaran.
  • Wina Sanjaya, dalam "Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan", menyebutkan bahwa model pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
  • Trianto, dalam "Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik", menyebutkan bahwa model pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: kontruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian autentik.
  • Nurhadi, dalam "Pendekatan Kontekstual", menyebutkan bahwa model pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota kelurga dan masyarakat.


Berdasarkan konsep model pembelajaran kontekstual tersebut terdapat tiga hal yang harus dipahami, yaitu :
  • metode pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi. Artinya, proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual tidak mengharapkan agar peserta didik hanya menerima pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
  • metode pembelajaran kontekstual mendorong agar peserta didik dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya, peserta didik dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, materi yang dipelajarinya itu akan bermakna secara fungsional dan tertanam erat dalam memori peserta didik sehingga tidak akan mudah terlupakan.
  • metode pembelajaran kontekstual mendorong peserta didik untuk dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan. Artinya, metode pembelajaran kontekstual tidak hanya mengharapkan peserta didik dapat memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks  pembelajaran kontekstual tidak untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, tetapi sebagai bekal bagi mereka dalam kehidupan nyata.


Komponen Model Pembelajaran Kontekstual. Terdapat beberapa komponen dalam model pembelajaran kontekstual. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional komponen dari model pembelajaran kontekstual adalah : 

1. Kontruktivisme (Contructivism).
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan model pembelajaran kontekstual. Pandangan dari kontruktivisme ini bahwa peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Dasar pembelajaran tersebut harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Tugas pendidik adalah memfasilitasi proses tersebut dengan cara :
  • menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
  • memberi kesempatan pada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
  • menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

2. Menemukan (Inquiry).
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis model pembelajaran kontekstual. Pengertian dari menemukan ini adalah inquiry, prinsip ini mempunyai seperangkat siklus, yaitu : observasi, bertanya, mengajukan, dugaan, mengumpulkan data, dan menyimpulkan. Sebagai sebuah modul pembelajaran, prinsip inquiry sangat tepat bagi penanaman konsep yang membutuhkan kerja eksplorasi dalam bentuk induktif. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri.

3. Bertanya (Questioning).
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir peserta didik. Salah satu kegiatan dalam bentuk formalnya adalah mengawali, menguatkan, dan menyimpulkan sebuah konsep. Bentuknya bisa dilakukan pendidik langsung kepada peserta didik atau justru memancing peserta didik untuk bertanya kepada pendidik, kepada peserta didik lain, atau kepada orang lain secara khusus. Kegiatan ini sangatlah menunjang setiap aktivitas belajar. Bukankah pengetahuan yang dimiliki seseorang biasanya dimulai dari "bertanya".

4. Masyarakat Belajar (Learning Community).
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain (antara teman sejawat, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu). Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Prakteknya dalam pembelajaran dapat terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas dan lain-lain.

5. Pemodelan (Modelling).
Suatu pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model tersebut dapat berupa, cara mengoperasikan sesuatu, melafalkan bunyi, cara menemukan kunci dalam bacaan, dan lain-lain. Jika seorang peserta didik pernah memenangkan lomba baca puisi peserta didik tersebut  ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya di depan teman sekelasnya maka peserta didik tersebut  dikatakan sebagai model.

6. Refleksi (Reflection).
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang hal-hal yang telah dilakukan pada masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima atau ditemukan, misalnya setelah belajar perkembangbiakan secara vegetatif seorang peserta didik merenung "berarti menanam biji pohon jambu teman saya itu adalah cara yang kurang tepat, mestinya saya cangkok saja agar rasanya sama". Pembelajaran pendidik hendaknya menyisakan waktu untuk refleksi, misalnya pernyataan langsung tentang hal-hal yang baru diperoleh, kesan dan saran, diskusi, catatan atau jurnal di buku peserta didik.

7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment).
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan peserta didik. Gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, oleh karena itu assessment dilakukan sepanjang proses dan kegiatan nyata yang dilakukan peserta didik saat melakukan pembelajaran. Kemajuan belajar tidak hanya dinilai dari hasil ujian tertulis, tapi dari proses yang dinilai dari berbagai cara.

Sedangkan menurut Elaine B. Johnson, beberapa komponen yang harus ditempuh dalam model pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut :
  • membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna. 
  • melakukan pekerjaan yang berarti.
  • melakukan pembelajaran yang diatur sendiri. 
  • bekerja sama. 
  • berpikir kritis dan kreatif. 
  • membantu individu untuk tumbuh dan berkembang. 
  • mencapai standar yang tinggi. 
  • menggunakan penilaian otentik.


Karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual. Terdapat beberapa karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, yaitu sebagai berikut :
  • dalam metode pembelajaran kontekstual, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge), maksudnya adalah apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
  • pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu dapat diperoleh dengan cara deduktif, maksudnya adalah pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya.
  • pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), maksudnya adalah pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan untuk dipahami dan diyakini.
  • mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), maksudnya adalah  pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. 
  • melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
 
Menurut Nurhadi  karakteristik model pembelajaran kontekstual diantaranya adalah :
  • melakukan hubungan yang bermakna.
  • melakukan kegiatan yang signifikan.
  • belajar yang diatur sendiri.
  • bekerja sama.
  • berfikir kritis


Tujuan Model Pembelajaran Kontekstual. Menurut Elaine B. Johnson tujuan dari model pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut :
  • meningkatkan minat dan prestasi belajar serta membekali peserta didik dengan pengetahuan yang fleksibel, sehingga dapat diterapkan (dikirim) dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain, dan dari satu konteks ke konteks yang lain.
  • menolong para peserta didik melihat makna dari materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya. Pengetahuan dan keterampilan peserta didik diperoleh dari usaha peserta didik mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.


Strategi dalam Model Pembelajaran Kontekstual. Menurut Center for Occupational Research and Development (CORD) terdapat beberapa strategi dalam penerapan model pembelajaran kontekstual yang dikenal dengan istilah REACT, yaitu :
  • Relating, maksudnya adalah belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
  • Experiencing, maksudnya adalah belajar ditekankan pada penggalian (exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention). 
  • Applying, maksudnya adalah belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya.
  • Cooperating, maksudnya adalah belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian dan pemaknaan bersama.
  • Transfering, maksudnya adalah belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.

Sedangkan Nurhadi menyebutkan bahwa terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam model pembelajaran kontekstual, diantaranya adalah sebagai berikut : 
  • pemecahan masalah. Penyajian masalah yang nyata kepada peserta didik bertujuan agar peserta didik berfikir secara kritis dalam rangka mencari dan menemukan pemecahannya melalui berbagai sumber belajar. 
  • kebutuhan pembelajaran terjadi diberbagai konteks, misalnya rumah, masyarakat, dan tempat kerja. Bagaimana dan dimana peserta didik memperolah dan memunculkan pengetahuannya menjadi sangat berarti dan pengalaman belajarnya ini akan diperkaya jika mereka mempelajari berbagai macam keterampilan di dalam konteks lain yang bervariasi (rumah, keluarga, masyarakat, tempat kerja dan sebagainya). 
  • mengontrol dan mengarahkan pembelajaran peserta didik, sehingga menjadi pembelajar yang mandiri (self regulated learner) untuk selanjutnya menjadi pembelajar sepanjang hayat (life long education) yang mampu mencari, menganalisa dan menggunakan berbagi macam informasi.  
  • kondisi peserta didik sangat heterogen dalam hal nilai, adat istiadat, sosial, dan perspektif. Perbedaan tersebut dimanfaatkan sebagai pendorong dalam belajar sekaligus akan menambah dalam kompleksitas pembelajaran kontekstual. Oleh karena itu peserta didik mampu menghargai perbedaan dan memperluas perspektifnya serta membangun keterampilan interpersonal (berfikir melalui berkomunikasi dengan orang lain). 
  • mendorong peserta didik untuk belajar dari sesamanya dan bersama-sama dengan saling ketergantungan (interdependent learning group). Kenyataan setiap orang selalu hidup dalam kebersamaan yang saling mempengaruhi dan berkontribusi terhadap pengetahuan dan kepercayaan orang lain. 
  • menggunakan penilaian autentik (authentic assessment), artinya penilaian sejalan dengan proses pembelajarannya bahwa pembelajaran telah terjadi secara menyatu dan memberikan kesempatan dan arahan kepada peserta didik untuk maju dan sebagai alat kontrol untuk melihat kemajuan peserta didik dan umpan balik bagi pembelajaran.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), komponen, karakteristik, tujuan, serta strategi dalam model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning).

Semoga bermanfaat.