Pembayaran Menjadi Sebab Hapusnya Suatu Perikatan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Hapusnya perikatan harus dibedakan dengan hapusnya perjanjian. Suatu perikatan dapat hapus, sedangkan perjanjian-nya yang merupakan sumbernya masih tetap ada. Oleh karenanya, suatu perjanjian telah hapus seluruhnya, jika sudah terlaksananya seluruh perikatan yang ada pada perjanjian tersebut.

Pada prinsipnya, suatu perikatan wajib dilaksanakan dan dipenuhi oleh para pihak yang membuat perjanjian. Perikatan akan berakhir atau hapus apabila telah memenuhi persyaratan mengenai hapusnya suatu perikatan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) hapusnya suatu perikatan diatur dalam ketentuan Pasal 1381 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa ada sepuluh cara berkaitan dengan hapusnya suatu perikatan, salah satu diantaranya adalah pembayaran.

Baca juga : Hapusnya Suatu Perikatan

Pembayaran Menjadi Sebab Hapusnya Suatu Perikatan. Pembayaran merupakan salah satu sebab berakhirnya suatu perikatan. Pembayaran adalah setiap pelunasan perikatan. Atau pelaksanaan perjanjian secara sukarela dan bebas serta tidak dengan paksaan. Pada umumnya dengan dilakukannya pembayaran, perikatan menjadi hapus, tetapi ada kalanya bahwa perikatannya tetap ada dan pihak ketiga menggantikan kedudukan kreditur semula (subrogasi). Sedangkan alat pembayaran dapat diserahkan dalam bentuk uang atau barang.

Dengan "pembayaran" dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian terjadi secara sukarela, Hal ini diartikan dengan sangat luas, yaitu tidak saja pihak pembeli membayar uang harga pembelian, tetapi pihak penjualpun dikatakan, "membayar",  jika ia menyerahkan atau "melever" barang yang dijualnya.
Mengenai pembayaran diatur dalam ketentuan Pasal 1382 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1403 KUH Perdata. Ketentuan Pasal 1382 KUH Perdata menyebutkan bahwa :
  1. Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan, sepertinya seorang yang turut berutang atau seorang penanggung utang.
  2. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga, yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja orang pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya si berutang, atau, jika ia bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1382 KUH Perdata tersebut disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapapun juga yang berkepentingan, dan pada asasnya hanya orang-orang yang berkepentingan saja yang dapat melakukan pembayaran secara sah, yaitu yang berutang atau penanggung utang.  Pengecualian dari ketentuan tersebut adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1382 ayat (2) KUH Perdata, yang memberikan kemungkinan kepada pihak ketiga yang tidak berkepentingan untuk melakukan pembayaran, asal saja pembayaran tersebut untuk kepentingan pihak yang berutang.

Baca juga : Pembebasan Utang Dan Percampuran Utang

Yang Harus Diperhatikan Dalam Hapusnya Perikatan Karena Pembayaran. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan hapusnya perikatan kerena pembayaran, di antaranya adalah :

1. Siapa yang harus melakukan pembayaran ?
Jawaban dari pertanyaan tersebut, diberikan oleh ketantuan Pasal 1382 KUH Perdata, yang menerangkan bahwa selain pihak yang berkepentingan atau penjamin utangnya, suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh pihak ketiga yang bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya pihak yang berutang atau jika ia bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang.

Ketentuan Pasal 1383 KUH Perdata menentukan bahwa prestasi pada suatu perikatan untuk berbuat sesuatu tidak dapat dipenuhi oleh pihak ketiga, karena berlawanan dengan kehendak kreditur. Hal ini karena kreditur berkepentingan bahwa prestasinya harus dilakukan sendiri oleh debitur.
  • Misalnya, prestasi yang harus dipenuhi oleh seorang pelukis.

Ketentuan Pasal 1383 KUH Perdata tersebut merupakan pengecualian dari ketentuan Pasal 1382 KUH Perdata, hal ini dapat dimengerti, karena pada perikatan untuk berbuat sesuatu, kreditur berkepentingan bahwa prestasinya dilaksanakan sendiri oleh debitur. Sedangkan pada perikatan untuk memberikan sesuatu, ikatan antara debitur dengan prestasinya pada umumnya tidk begitu erat, sehingga orang lain pun dapat memenuhi prestasinya.

Untuk sahnya pembayaran dalam perikatan, ketentuan Pasal 1384 ayat (1) KUH Perdata mensyaratkan bahwa orang yang membayar adalah pemilik dan berwenang memindahtangankan barangnya. Jika debitur bukan pemilik barangnya, maka kedua belah pihak dapat menyatakan tidak sahnya pembayaran. Seorang yang bukan pemilik tidak dapat menyerahkan hak milik atas barangnya, sehingga penyerahan oleh bukan pemilik tidak merupakan pembayaran.

Baca juga : Musnahnya Barang Yang Terutang

2. Kepada siapa pembayaran harus dilakukan ?
Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang (kreditur) atau kepada seorang yang dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang dikuasakan oleh hakim atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran-pembayaran bagi si berpiutang. Pembayaran yang dilakukan kepada seorang yang tidak berkuasa menerima bagi si berpiutang adalah sah, sekedar si berpiutang telah menyetujuinya atau nyata-nyata telah mendapat manfaat karenanya. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1385 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa pembayaran harus dilakukan kepada :
  • Kreditur, atau
  • Orang yang dikuasakan oleh kreditur, atau
  • Orang yang dikuasakan oleh hakim atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran tersebut.
Apa yang harus dibayar adalah apa yang terutang. Kreditur boleh menolak jika ia dibayar dengan prestasi yang lain daripada yang terutang, sekalipun nilainya sama atau melebihi nilai piutangnya. Pembayaran sebagian demi sebagian dapat ditolak oleh kreditur. Undang-undang membedakan pembayaran atas :
  • utang barang species. Debitur atas suatu barang pasti dan tertentu, dibebaskan jika ia memberikan barangnya dalam keadaan di mana barang tersebut berada pada waktu penyerahan, asal pengurangan barangnya antara saat terjadinya perikatan dan penyerahan tidak disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian debitur, kesalahan atau kelalaian orang yang menjadi tanggungannya, dan debitur tidak lalai meyerahkan barangnya, sebelum timbul kekurangan tersebut.
  • utang barang generik. Debitur atas barang generik tidak harus menyerahkan barang yang paling baik  atau yang paling buruk.
  • utang uang. Uang di sini harus diartikan sebagai alat pembayaran yang sah.
Menurut kententuan Pasal 1393 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa  pembayaran harus dilakukan :
  • Di tempat yang ditentukan dalam perjanjian. Penentuan tempat tersebut dapat dilakukan pada waktu dibuat perjanjian atau kemudian.
  • Di tempat di mana barang itu berada pada waktu dibuat perjanjian, jika ini mengenai barang yang pasti dan tertentu.
  • Di tempat tinggal kreditur, selama ia terus menerus bertimpat tinggal di satu wilayah, dimana pada waktu perjanjian dibuat ia bertempat tinggal dan dalam hal lainnya di tempat tinggal debitur.

Sedangkan ketentuan  Pasal 1395 KUH Perdata menetapkan bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayaran harus dipikul oleh debitur.

Baca juga : Pengertian Prestasi Dalam Hukum Perdata

5. Waktu dilakukannya pembayaran.
Undang-undang tidak mengatur mengenai waktu pembayaran, oleh karena itu perjanjianlah yang menentukannya. Jika waktunya tidak ditentukan, maka pembayaran harus dilakukan dengan segera setelah perikatan terjadi.
6. Subrogasi.
Subrogasi adalah penggatian kreditur dalam suatu perikatan sebagai akibat adanya pembayaran. Subrogasi diatur dalam ketentuan Pasal 1400 sampai dengan Pasal 1403 KUH Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1400 KUH Perdata, subrogasi terjadi karena adanya pembayaran oleh pihak ketiga kepada kreditur. Jadi dalam subrogasi atau penggantian ini, seorang pihak ketiga yang membayar suatu utang menggantikan kedudukan kreditur terhadap debitur.

Subrogasi dapat terjadi karena perjanjian dan karena undang-undang. Subrogasi yang terjadi karena perjanjian (Pasal 1401 KUH Perdata) apabila :
  • kreditur dengan menerima pembayaran dari seorang pihak ketiga, menetapkan bahwa pihak ketiga tersebut akan menggantikan hak-haknya, gugatan-gugatannya, hak istimewanya yang dipunyainya terhadap debitur.
  • debitur meminjam sejumlah uang untuk melunasi utangnya dan menetapkan bahwa orang yang meminjami utang tersebut akan menggantikan hak-hak kreditur. Agar subrogasi ini sah, surat-surat yang berkaitan dengan hal tersebut haruslah dibuat dengan akta otentik.

Sedangkan subrogasi yang terjadi karena undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata) apabila :
  • seorang kreditur, melunasi seorang kreditur lain berdasarkan hak-hak istimewanya, mempunyai suatu hak yang lebih tinggi.
  • seorang pembeli suatu benda tidak bergerak yang telah memakai uang harga benda tersebut untuk melunasi kreditur-kreditur, kepada siapa benda tersebut diperikatakan dalam jaminan.
  • seorang yang bersama-sama dengan orang lain atau untuk orang lain, diwajibkan membayar suatu utang dan berkepentingan untuk melunasi utang tersebut.
  • seorang ahli waris yang sedang menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan tentang keadaan harta peninggalan, telah membayar utang-utang warisan dengan uangnya sendiri.    

Baca juga : Pengertian Dan Hubungan Antara Perjanjian, Persetujuan, Kontrak, Perikatan, Dan Kesepakatan

Demikian penjelasan berkaitan dengan pembayaran sebagai sebab hapusnya suatu perikatan. Tulisan tersebut bersumber dari buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan, karangan R. Setiawan, SH dan buku Hukum Perjanjian, karangan Prof. Subekti, SH serta Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Semoga bermanfaat.