Berlakunya Suatu Syarat Batal Dan Lewatnya Waktu Dalam Hapusnya Suatu Perikatan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Dari beberapa hal yang dapat membatalkan suatu perikatan, di antaranya adalah berlakunya syarat batal dan lewatnya waktu dalam pemenuhan perjanjian. Berlakunya syarat batal dalam suatu perjanjian menjadikan perikatan yang dibuat menjadi bersyarat, sedangkan batasan waktu (kedaluwarsa) yang ditentukan dalam suatu perikatan, lebih untuk menjamin kepentingan pihak-pihak dalam perikatan.

1. Berlakunya Suatu Syarat Batal.
Pasal 1265 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
  1. Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan perikatan, dan membawa segala sesuatu kembali, pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. 
  2. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan, hanyalah ia mewajibkan si berpiutang mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.


Ketentuan pasal 1265 KUH Perdata tersebut, menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan perikatan bersyarat. Maksud dari perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi :
  • baik secara menangguhkan lahirnya perikatan sehingga terjadinya peristiwa tadi. Dalam hal ini, perikatan dilahirkan hanya apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi.
  • atau membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut. Dalam hal ini, suatu perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Perikatan semacam yang terakhir tersebut, dinamakan suatu perikatan dengan suatu syarat batal.

Pasal 1266 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
  1. Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
  2. Dalam hal yang demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.
  3. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian.
  4. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam perjanjian, hakim adalah leluasa untuk, menuntut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan.

Ketentuan pasal 1266 KUH Perdata tersebut, menjelaskan mengenai :
  • Bahwa dalam perjanjian timbal balik ketentuan tentang syarat batal dianggap telah selalu dicantumkan dalam perjanjian meskipun para pihak tidak mencantumkan  ketentuan tentang syarat batal tersebut dalam perjanjian yang dibuatnya.
  • Bahwa pembatalan suatu perikatan karena syarat batal tidak batal demi hukum, akan tetapi harus dimintakan pembatalannya kepada hakim.
  • Mengenai pemberian jangka waktu pada salah satu pihak (debitur) untuk melaksanakan perjanjian tidak lebih dari tigapuluh hari, apabila debitur beritikad baik. 

Dalam hukum perjanjian pada asasnya suatu syarat batal selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. 


2. Lewatnya waktu Atau Kedaluwarsa.
Tentang lewatnya waktu atau daluwarsa diatur dalam Buku Keempat, Bab Tujuh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian tentang lewatnya waktu atau daluwarsa secara umum diatur dalam pasal 1946 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  • Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Dalam hal hapusnya perikatan karena lewatnya waktu tersebut banyak diatur dalam ketentuan perundang-undangan dan di dalam isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

Dalam hal lewatnya waktu atau daluwarsa dapat dibedakan menjadi :
  1. Kedaluwarsa acquisitif, yaitu lewatnya waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu barang.
  2. Kedaluwarsa extinctif, yaitu lewatnya waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau suatu tuntutan.

Menurut ketentuan pasal 1967 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  • Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena kedaluwarsa dengan lewatnya waktu tigapuluh tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tak dapatlah diajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk

Dari ketentuan pasal 1967 KUH Perdata tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan lewatnya waktu tersebut, hapuslah setiap perikatan hukum dan tinggallah suatu perikatan alam/perikatan bebas (natuurlijke verbintenis), artinya kalau dibayar boleh tetapi tidak dapat dituntut di depan hakim. Debitur jika ditagih utangnya atau dituntut di depan pengadilan dapat mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang daluwarsanya piutang dan dengan demikian mengelak atau menangkis setiap tuntutan.


Demikian penjelasan berkaitan dengan berlakunya syarat batal dan lewatnya waktu dalam hapusnya satu perikatan.

Semoga bermanfaat.