Suatu perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Apabila di masing-masing pihak hanya ada satu orang, sedangkan sesuatu yang dapat dituntut hanya berupa satu hal, dan penuntutan itu dapat dilakukan seketika, maka perikatan ini merupakan bentuk yang paling sederhana, atau disebut juga perikatan murni.
Baca juga : Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
1. Perikatan Bersyarat.
Suatu perikatan adalah bersyarat, apabila ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi. Perikatan bersyarat dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu :
- suatu perikatan lahir hanya apabila peristiwa yang dimaksud terjadi dan perikatan lahir pada detik terjadinya peristiwa itu. Perikatan semacam ini dinamakan perikatan dengan suatu syarat tangguh.
- suatu perikatan yang sudah lahir, justru berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Perikatan semacam ini dinamakan perikatan dengan suatu syarat batal.
Semua perjanjian adalah batal, jika pelaksanaannya semata-mata tergantung pada kemauan orang yang terikat. Suatu syarat yang berada dalam kekuasaan orang yang terikat (debitur), dinamakan syarat potestatif. Dalam Hukum Perjanjian, ada suatu ketentuan yang menyatakan bahwa semua syarat yang bertujuan melakukan :
- sesuatu yang tak mungkin terlaksana.
- sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan, atau ;
- sesuatu yang dilarang oleh undang-undang.
Jika suatu perjanjian digantungkan pada syarat, misalnya waktu, maka perjanjian tersebut harus dianggap tidak terpenuhi manakala waktu tersebut telah lampau. Menurut Pasal 1265 KUH Perdata, bahwa dalam hukum perjanjian pada asasnya suatu syarat batal selalu berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal adalah suatu yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjiannya, dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian.
Baca juga : Hapusnya Suatu Perikatan
2. Perikatan dengan Ketetapan Waktu.
Suatu ketetapan waktu tidak menangguhkan lahirnya suatu perjanjian atau perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaannya, ataupun menentukan lama waktu berlakunya suatu perjanjian atau perikatan. Suatu ketetapan waktu selalu dianggap dibuat untuk kepentingan si berutang, padahal ternyata bahwa ketetapan waktu itu dibuat untuk kepentingan si berpiutang. Apa yang harus dibayar pada suatu waktu yang ditentukan, tidak dapat ditagih sebelum waktu itu tiba, tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu itu datang, tak dapat diminta kembali.
Baca juga : Janji Dan Perikatan Dalam Bukum III KUH Perdata
3. Perikatan Mana Suka (Alternatif).
Dalam perikatan semacam ini, si berutang dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perjanjian, tetapi ia tidak boleh memaksa di berpiutang untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian barang lainnya. Hak memilih ada pada si berhutang, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada si berpiutang.
Baca juga : Perjanjian Hak Tanggungan (Hipotik)
4. Perikatan Tanggung Menanggung/Tanggung Renteng.
Dalam perikatan seperti ini, di salah satu pihak terdapat lebih dari satu orang, dan biasanya terdapat di pihak debitur, maka tiap-tiap debitur itu dapat dituntut untuk memenuhi seluruh utang. Pada umumnya perikatan tanggung menanggung/tanggung renteng ini terjadi, apabila pihak debiturnya berupa badan hukum (Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, dan lain-lain) atau bisa juga terjadi dalam perjanjian penanggungan (borgtocht). Jika beberapa orang telah mengikatkan dirinya sebagai sebagai penanggung untuk seorang debitur yang sama, mereka masing-masing terikat untuk seluruh utang (Pasal 1836 KUH Perdata).
Baca juga : Sumber-Sumber Perikatan
5. Perikatan yang Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi.
Suatu perikatan dapat atau tidak dapat dibagi, adalah terbatas pada prestasinya. Apakah prestasi tersebut dapat dibagi menurut imbangannya atau tidak, dan pembagian tersebut tidak boleh mengurangi hakekat dari prestasi tersebut. Akibat hukum yang terpenting dari dapat atau tidak dapat dibaginya suatu perikatan adalah sebagai berikut, dalam hal suatu perikatan tidak dapat dibagi maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut seluruh prestasinya pada tiap-tiap debitur, sedangkan masing-masing debitur diwajibkan memenuhi prestasi tersebut seluruhnya. Dalam hal suatu perikatan dapat dibagi, tiap-tiap kreditur hanyalah berhak menuntut suatu bagian menurut imbangan dari prestasi tersebut, sedangkan masing-masing debitur juga hanya diwajibkan memenuhi bagiannya.
Baca juga : Pengertian Serta Hubungan Antara Perjanjian, Persetujuan, Kontrak, Perikatan, dan Kesepakatan
6. Perikatan dengan Ancaman Hukuman.
Yang dimaksud adalah suatu perikatan dengan ancaman hukuman adalah dimana ditentukan bahwa si berutang, untuk jaminan pelaksanaan perikatannya diwajibkan melakukan sesuatu apabila perikatannya tidak dipenuhi. Penetapan hukuman ini dimaksudkan sebagai pengganti penggantian kerugian yang diderita oleh si berpiutang karena tidak dipenuhinya atau dilanggarnya perjanjian. Hal ini mempunyai maksud :
- untuk mendorong atau menjadi cambuk bagi si berutang supaya ia memenuhi kewajibannya.
- untuk membebaskan si berpiutang dari pembuktian tentang jumlahnya atau besarnya kerugian yang dideritanya.
Demikian penjelasan berkaitan dengan macam-macam perikatan menurut hukum perdata.
Semoga bermanfaat.