Hapusnya Suatu Perikatan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), pengertian dari istilah perikatan tidak dijelaskan secara tegas. Namun demikian, pengertian tentang perikatan dapat dijumpai dari pendapat dari beberapa ahli, diantaranya adalah pendapat daro R. Setiawan, SH. Menurut R. Setiawan, SH yang dimaksud dengan perikatan adalah hubungan hukum, yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Dalam satu perikatan paling sedikit terdapat satu hak dan satu kewajiban.

Hapusnya Suatu Perikatan. Hapusnya perikatan harus dibedakan dengan hapusnya perjanjian. Suatu perikatan dapat hapus, sedangkan perjanjiannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada.
  • Misalnya dalam perjanjian jual beli, dengan dibayarnya harga barang yang dibeli maka perikatan mengenai pembayaran harga barang menjadi hapus, sedangkan perjanjian jual belinya belum hapus, karena perikatan mengenai penyerahan barang belum terlaksana. 

Sehingga dapatlah dikatakan bahwa perjanjian telah hapus seluruhnya, jika sudah terlaksananya seluruh perikatan yang ada pada perjanjian tersebut.

Baca juga : Pengertian Serta Hubungan Antara Perjanjian, Persetujuan, Kontrak, Perikatan, Dan Kesepakatan

Pada prinsipnya, suatu perikatan wajib dilaksanakan dan dipenuhi oleh para pihak yang membuat perjanjian. Perikatan akan berakhir atau hapus apabila telah memenuhi persyaratan mengenai hapusnya suatu perikatan. Dalam KUH Perdata hapusnya suatu perikatan diatur dalam ketentuan Pasal 1381 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa ada sepuluh cara berkaitan dengan hapusnya suatu perikatan, yaitu perikatan hapus karena :
1. Pembayaran.
Menurut ketentuan Pasal 1382 ayat (1) KUH Perdata, bahwa perikatan dapat dibayar oleh yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau seorang penanggung utang. Sedangkan Pasal 1382 ayat (2) KUH Perdata menyatakan bahwa pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam melakukan pembayaran dapat bertindak atas nama si berutang atau atas nama sendiri.

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpan atau penitipan.
Undang-undang memberikan kemungkinan kepada debitur yang tidak dapat melunasi hutangnya karena tidak mendapatkan bantuan dari kreditur, untuk membayar hutangnya dengan jalan penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.

3. Pembaharuan utang atau novasi.
Pembaharuan utang atau novasi merupakan suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.

4. Perjumpaan utang atau kompensasi.
Perjumpaan utang atau kompensasi merupakan salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, di mana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya.

5. Percampuran utang.
Pencampuran utang dapat terjadi karena kedudukan kreditur dan debitur bersatu dalam siri satu orang. Misalnya, kreditur meninggal dunia dan debiturnya merupakan satu-satunya ahli waris.

6. Pembebasan utang.
Pembebasan utang merupakan perbuatan hukum di mana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur.

7. Musnahnya barang yang terutang.
Mengenai musnahnya benda dalam persetujuan timbal balik, undang-undang tidak mengatur secara umum, akan tetapi diatur dalam berbagai persetujuan khusus. Misalnya dalam perjanjian tukar menukar, jika bendanya musnah karena keadaan memaksa perjanjiannya menjadi gugur.

8. Batal/pembatalan.
Pembatalan suatu perjanjian dapat terjadi karena batal demi hukum dan karena dimintakan untuk batal. Jika suatu perjanjian batal demi huum, maka tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu yang tidak ada tentu saja tidak bisa hapus.

9. Berlaku suatu syarat batal.
Berlakunya suatu syarat batal berkaitan dengan perikatan bersyarat, di mana suatu perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud terjadi.

10. Lewatnya waktu.
Lewatnya waktu merupakan suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu  waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Selain hal-hal tersebut di atas, masih terdapat hal-hal lain yang dapat menghapuskan suatu perikatan yang tidak disebutkan dalam ketentuan Pasal 1381 KUH Perdata tersebut, seperti misalnya :
  1. Berakhirnya suatu ketetapan waktu (termijn) dalam suatu perjanjian.
  2. Meninggalnya salah satu pihak dalam perjanjian. Seperti, meninggalnya seorang pesero dalam suatu perjanjian perseroan.
  3. Karena penyataan pailit.
  4. Di dalam perjanjian ditegaskan hal-hal yang menghapuskan perjanjian.
  5. Pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian di mana prestasi hanya dapat dilaksanakan oleh si debitur sendiri dan tidak oleh seorang lain.

Baca juga : Perikatan Yang Lahir Karena Perjanjian

Hapusnya Suatu Perjanjian. Sedangkan pada suatu perjanjian, alasan yang menyebabkan hapusnya suatu perjanjian adalah sebagai berikut :
  1. Ditentukan dalam perjanjian tersebut oleh para pihak sendiri.
  2. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu suatu perjanjian.
  3. Adanya suatu peristiwa tertentu yang telah disepakati oleh para pihak atau ditentukan oleh undang-undang yang menghapus perjanjian tersebut.
  4. Adanya pernyataan untuk menghentikan perjanjian, baik oleh salah satu pihak ataupun oleh para pihak.
  5. Putusan hakim.
  6. Tujuan perjanjian tlah tercapai.
  7. Persetujuan para pihak untuk menghentikan (menghapus) perjanjian yang telah dibuatnya.

Baca juga : Perikatan Yang Lahir Karena Undang-Undang

Demikian penjelasan berkaitan dengan perikatan, hal-hal yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan, serta hapusnya suatu perjanjian.

Semoga bermanfaat.