Perceraian : Pengertian, Bentuk, Faktor Penyebab, Dan Dampak Perceraian, Serta Tahapan Proses Perceraian

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Perceraian. Secara umum, istilah perceraian atau “divorce” dapat diartikan sebagai berakhirnya suatu pernikahan. Perceraian juga dapat berarti upaya pelepasan ikatan suami istri dalam suatu pernikahan karena suatu alasan tertentu dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam pernikahan tersebut.

Dalam fiqh Islam, istilah perceraian disebut dengan “talak”, yang berasal dari kata “itlaq” yang berarti melepaskan, meninggalkan, membuka ikatan, atau membatalkan perjanjian. Talak juga sering disebut “furqah” yang berarti bercerai yaitu lawan dari berkumpul. Berdasarkan hal tersebut, makna dari talak adalah segala macam bentuk perceraian, baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya suami atau istri.

Menurut Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagai aturan hukum positif di Indonesia, dijelaskan bahwa perceraian merupakan :
  • tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk memutus hubungan pernikahn di antara mereka.
  • peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami dan istri, yaitu kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan ketentuan yang pasti dan langsung ditetapkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa.
  • putusan hukum yang dinyatakan oleh pengadilan yang berakibat hukum putusnya hubungan pernikahan antara suami dan istri.

Sehingga secara yuridis (hukum positif), istilah “perceraian” berarti putusnya perkawinan yang mengakibatkan putusnya hubungan sebagai suami istri atau berarti berlaki-bini (suami istri).


Selain itu, pengertian perceraian juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Subekti, dalam “Pokok-Pokok Hukum Perdata”,menyebutkan bahwa perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.
  • Robert E. Emery, dalam “Marrage, Divorce, and Children”, menyebutkan bahwa perceraian adalah berpisahnya pasangan suami istri dan berakhirnya suatu ikatan perkawinan atas dasar kesepakatan antara pihak suami maupun pihak istri, disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan antara kedua belah pihak.
  • Elizabeth B. Hurlock, dalam “Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”, menyebutkan bahwa perceraian adalah penyelesaian pernikahan apabila pihak suami dan istri sudah tidak menemukan jalan keluar atas permasalahannya yang tidak membuahkan kebahagiaan atas pernikahannya.


Bentuk Proses Perceraian. Perceraian dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk. Robert E. Emery menjelaskan bahwa perceraian dibagi menjadi dua bentuk, yaitu :
  • cerai hidup, merupakan perpisahan antara suami dan istri atau berakhirnya hubungan yang disebabkan oleh adanya ketidakbahagiaan antara kedua belah pihak dan perceraian ini diakui secara legal atau hukum.
  • cerai mati, merupakan perceraian yang disebabkan oleh meninggalnya salah satu pasangan baik suami maupun istri, dimana pihak yang ditinggalkan harus menjalani kehidupannya sendiri.

Soemiyati, dalam “Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan”, menjelaskan bahwa perceraian terdiri dari dua bentuk, yaitu :
  • cerai gugat, merupakan berpisahnya hubungan suami dan istri dimana pihak istri yang lebih dulu mengajukan gugatan cerai kepada suami.
  • cerai talak, merupakan berpisahnya hubungan suami dan istri dimana pihak suami yang memberikan talak kepada istri.


Faktor Penyebab Perceraian. Perceraian dapat terjadi karena beberapa faktor. Agoes Dariyo, dalam “Psikologi Perkembangan Dewasa Muda”, menjelaskan bahwa beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab terjadinya perceraian adalah :
  • ketidak-setiaan salah satu pasangan hidup.
  • keberadaan orang ketiga memang akan mengganggu kehidupan perkawinan.
  • bila di antara keduanya tidak ditemukan kata sepakat untuk menyelesaikan dan tidak saling memaafkan, akhirnya perceraianlah jalan terbaik untuk mengakhiri hubungan pernikahan itu.
  • tekanan kebutuhan ekonomi keluarga.
  • tidak mempunyai keturunan.
  • ketidak-harmonisan dalam berumah tangga, yang dapat disebabkan oleh adanya perbedaan, akhlak, pandangan, keyakinan, dan lain sebagainya.
  • krisis moral dan akhlak.
  • pernikahan tanpa cinta.
  • adanya masalah-masalah dalam pernikahan.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi dasar atau penyebab terjadinya perceraian, yaitu :
  • salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
  • salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
  • salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah pernikahan berlangsung.
  • salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
  • salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
  • antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
  • suami melanggar taklik talak.
  • peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak-rukunan dalam rumah tangga.


Dampak Perceraian. Terjadinya perceraian mengakibatkan berbagai dampak. Elizabeth B. Hurlock menjelaskan beberapa akibat atau dampak dari pasangan yang melakukan perceraian, diantaranya adalah :

1. Traumatik.
Perceraian dapat menimbulkan trauma, terutama perceraian yang menimbulkan kekacauan atau masalah menyebabkan timbul rasa sakit dan tekanan emosional sebelum maupun sesudah bercerai.

2. Perubahan peran dan status.
Terjadinya perceraian akan secara otomatis mengubah peran dan status kedua belah pihak, seperti istri menjadi janda dan suami menjadi duda.

3. Sulitnya penyesuaian diri.
Kehilangan pasangan yang disebabkan karena perceraian (juga kematian) akan menimbulkan masalah tersendiri bagi kedua belah pihak, khususnya bagi Wanita. Dalam banyak khasus, wanita yang diceraikan oleh suaminya akan mengalami kesepian yang mendalam serta cenderung dikucilkan dari kegiatan sosial.


Tahapan Proses Perceraian. Berdasarkan Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974, disebutkan bahwa beberapa proses atau tata cara perceraian dapat dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Cerai Talak.
Seorang suami yang telah melangsungkan pernikahan menurut agama Islam, yang akan menceraikan istrinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu. Adapun tahapan proses cerai talak adalah :
  • setelah Pengadilan menerima surat pemberitahuan itu, Pengadilan mempelajari surat tersebut.
  • selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima surat itu. Pengadilan memanggil suami dan istri yang akan bercerai itu, untuk meminta penjelasan.
  • setelah Pengadilan mendapat penjelasan dari suami-istri, ternyata memang terdapat alasan-alasan untuk bercerai dan Pengadilan berpendapat pula bahwa antara suami-istri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga, maka Pengadilan memutuskan untuk mengadakan sidang untuk menyaksikan perceraian itu.
  • sidang Pengadilan tersebut, setelah meneliti dan berpendapat adanya alasan-alasan untuk perceraian dan setelah berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan tidak berhasil, kemudian menyaksikan perceraian yang dilakukan oleh suami dalam sidang tersebut.
  • sesaat setelah menyaksikan perceraian itu, Ketua Pengadilan memberi surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut; 1. Surat keterangan tersebut dikirimkan kepada Pegawai Pencatatan di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian; 2. Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan.

2. Cerai Gugat.
Cerai Gugat merupakan perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh salah satu pihak kepada Pengadilan dan dengan suatu putusan Pengadilan. Gugatan perceraian dimaksud dapat dilakukan oleh seorang istri yang melangsungkan pernikahan menurut agama Islam dan oleh seorang suami atau seorang istri yang melangsungkan pernikahannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam. Adapun tahapan proses cerai gugat adalah :

2.1. Pengajuan gugatan.
Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat atau penggugat.

2.2. Pemanggilan.
Pemanggilan terhadap para pihak ataupun kuasanya, dilakukan setiap kali akan diadakan persidangan. Yang melakukan panggilan tersebut adalah juru sita (Pengadilan Negeri) dan petugas yang ditunjuk (Pengadilan Agama). Pemanggilan harus disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan, yang apabila tidak dapat dijumpai, panggilan disampaikan melalui surat atau yang dipersamakan dengannya. Panggilan tersebut harus dilakukan dengan cara yang patut dan sudah diterima oleh para pihak atau kuasanya selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka.

2.3. Persidangan.
Persidangan untuk memeriksa gugatan perceraian harus dilakukan oleh Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya surat gugatan di Kepaniteraan.

2.4. Perdamaian.
Ditentukan bahwa sebelum dan selama perkara gugatan belum diputuskan, Pengadilan harus berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara. Apabila tercapai suatu perdamaian maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.

2.5. Putusan.
Walaupun pemeriksaan perkara gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup, tapi pengucapan putusannya harus dilakukan dalam sidang terbuka. Kapan suatu perceraian itu dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya itu, terdapat perbedaan antara orang yang beragama Islam dan yang lainnya. Bagi yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan bagi yang tidak beragam Islam terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh pegawai pencatat.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian perceraian, bentuk, faktor penyebab, dan dampak perceraian, serta tahapan proses perceraian.

Semoga bermanfaat.