Mudharabah : Pengertian, Rukun, Syarat, Bentuk, Dan Tujuan Mudharabah, Serta Prinsip Dan Ketentuan Dalam Pembiayaan Mudharabah

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Mudharabah. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan dalam HR. Ibnu Majah, yang artinya :

Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”

Secara etimologi, istilah “mudharabah” berasal dari bahasa Arab, yaitu “dharb”, yang secara harfiah berarti bepergian, berjalan, atau memukul. Pengertian berjalan atau memukul tersebut lebih tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usaha atau perjalanan untuk tujuan dagang. Dengan demikian, dharb dapat bermakna berhak menerima bagian keuntungan atas dukungan dan kerjanya.

Secara terminologi, istilah “mudharabah” atau “qiradh” dapat diartikan sebagai suatu akad yang memuat penyerahan modal kepada orang lain untuk mengusahakannya dan keuntungannya dibagi antara mereka berdua. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/21/PBI/2006, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung (profit sharing) atau metode bagi pendapatan (net revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Mudharabah merupakan akad yang telah dikenal oleh umat Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW, bahkan telah dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Mudharabah atau “qiradh” termasuk salah satu bentuk akad syirkah atau perkongsian, dan pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau berprofesi sebagai pedagang. Dengan demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, praktik mudharabah diperbolehkan, baik menurut Al Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’.


Selain itu, pengertian mudharabah juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Naf’an, dalam “Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah”, menyebutkan bahwa mudharabah adalah akad antar pihak pemilik modal (shahibul mal) dengan pengelola (mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal akad.
  • Khotibul Umam, dalam “Perbanan Syariah: Dasar-Dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia”, menyebutkan bahwa mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul mal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.


Rukun Mudharabah. Beberapa hal yang harus dipenuhi yang merupakan rukun dari mudharabah adalah :

1. Pelaku mudharabah.
Pelaku dalam mudharabah adalah pemilik modal maupun pelaksana usaha. Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku, di mana tanpa adanya dua pelaku tersebut maka akad mudharabah tidak ada, yaitu :
  • pihak pengelola modal (dana), yang disebut “mudharib”.
  • pihak pemilik modal (dana), yang disebut “shahib al-mal”.

2. Objek mudharabah.
Objek dalam mudharabah meliputi modal dan kerja, tanpa adanya objek tersebut akad mudharabah tidak aka nada. Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku dalam mudharabah ;
  • pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah.
  • modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya, sedangkan kerja yang diserahkan berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain.

3. Akad mudharabah.
Akad merupakan persetujuan kedua belah pihak dengan prinsip sama-sama rela. Kedua belah pihak harus secara rela bersekapat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah ;
  • shahibul mal setuju dengan perannya untuk mengontribusikan dana, sedangkan mudharib setuju dengan perannya untuk mengontribusikan kerja.

4. Nisbah.
Nisbah merupakan rukun yang khas dari akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah ;
  • mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al-mal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya.


Syarat Mudharabah. Secara umum, dalam pembiayaan mudharabah berlaku beberapa syarat sebagai berikut :
  • orang yang terkait dalam akad adalah cakap bertindak hukum.
  • modal yang digunakan harus : berbentuk uang (bukan barang), jelas jumlahnya, tunai (bukan berbentuk utang), dan langsung diserahkan ke mudharib.
  • pembagian keuntungan harus jelas dan besarnya nisbah sesuai yang disepakati.

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) disebutkan bahwa syarat mudharabah ditentukan sebagaimana diatur dalam ketentuan :

1. Pasal 187 KHES.
Dalam ketentuan Pasal 187 KHES disebutkan bahwa :
  • pemilik modal wajib menyerahkan dana dan atau barang yang berharga kepada pihak lain untuk melakukan kerjasama dalam usaha.
  • penerima modal menjalankan usaha dalam bidang yang disepakati.
  • kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan ditetapkan dalam akad.

2. Pasal 188 KHES.
Dalam ketentuan Pasal 188 KHES disebutkan bahwa rukun kerjasama dalam modal dan usaha adalah:
  • shahib al-mal atau pemilik modal.
  • mudharib atau pelaku usaha.
  • akad.

3. Pasal 189 KHES.
Dalam ketentuan Pasal 189 KHES disebutkan bahwa kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan dapat bersifat mutlak atau bebas dan muqayyad atau terbatas pada bidang usaha tertentu, tempat tertentu dan waktu tertentu.

Sedangkan M. Yazid Afandi, dalam “Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah”, menjelaskan bahwa syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut :

1. Akad.
Syarat yang terkait dengan orang yang melakukan akad (aqidain), adalah :
  • cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai orang yang berakad (aqid).
  • pemilik dana tidak boleh mengikat dan melakukan intervensi kepada pengelola dana.

2. Modal.
Syarat yang terkait dengan modal, adalah :
  • modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.
  • modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk aset diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan memiliki nilai atau historinya pada saat mengadakan kontrak.
  • besarnya modal ditentukan secara jelas di awal akad.
  • modal bukan merupakan pinjaman (hutang).
  • modal diserahkan langsung kepada pengelola dana dan secara tunai.
  • modal digunakan sesuai dengan syarat-syarat akad yang disepakati.
  • pengembalian modal dapat dilakukan bersamaan dengan waktu penyerahan bagi hasil atau pada saat berakhirnya masa akad mudharabah.

3. Keuntungan.
Syarat yang terkait dengan keuntungan, adalah :
  • keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
  • pemilik dana siap mengambil risiko rugi dari modal yang dikelola.
  • penentuan angka keuntungan dihitung dengan persentase hasil usaha yang dikelola oleh pengelola dana berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
  • pengelola dana hanya bertanggung jawab atas sejumlah modal yang telah diinvestasikan dalam usaha.
  • pengelola dana berhak memotong biaya yang berkaitan dengan usaha yang diambil dari modal mudharabah.

4. Kegiatan Usaha.
Kegiatan usaha oleh pengelola (mundharib), sebagai pertimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  • kegiatan usaha adalah hak eksklusif mundharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
  • penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
  • pengelola tidak boleh menyalai hukum syariah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.


Bentuk Mudharabah. Mudharabah dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu :

1. Mudharabah mutlaqah.
Mudharabah mutlaqah merupakan bentuk mudharabah yang sifatnya mutlak, di mana shahib al-mal tidak menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada si mudharib.

2. Mudharabah muqayyadah.
Mudharabah muqayyadah merupakan bentuk mudharabah di mana shahib al-mal boleh menetapkan batasan atau syarat-syarat tertentu guna menyelamatkan modalnya dari resiko, syarat-syarat atau batasan ini harus dipenuhi oleh mudharib. Apabila mudharib melanggar batasan-batasan tersebut, ia bertanggungjawab atas kerugian yang timbul.

Dalam praktik perbankan syariah modern seperti sekarang ini, mudharabah muqayyadah dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu :
  • mudharabah muqayyadah on balance-sheet, merupakan bentuk mudharabah di mana aliran dana yang terjadi satu nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sector terbatas, seperti : pertanian, manufaktur, dan jasa.
  • mudharabah muqayyah of balance-sheet, merupakan bentuk mudharabah di mana aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada satu nsabah pembiayaan (yang dalam bank konvensional disebut debitur).


Prinsip dalam Pembiayaan Mudharabah. Terdapat beberapa prinsip dalam pembiayaan mudharabah. Neneng Nurhasanah, dalam “Mudharabah dalam Teori dan Praktik”, menjelaskan bahwa beberapa prinsip yang harus dijalankan dalam pembiayaan mudharabah adalah :
  • prinsip berbagi keuntungan di antara pihak-pihak yang melakukan akad mudharabah. Laba bersih yang telah diperoleh harus dibagi antara pemilik dana dan pengelola dana secara adil sesuai dengan porsi yang sebelumnya telah disepakati oleh kedua belah pihak.
  • prinsip bagi kerugian di antara masing-masing pihak yang berakad. Pembagian kerugian dilakukan apabila usaha yang dijalankan pengelola dana mengalami kerugian, dan kerugian tersebut dapat ditanggung oleh pemilik dana, akan tetapi apabila terbukti ada kelalaian yang dilakukan oleh pengelola dana, maka pengelola dana yang akan menanggung kerugian tersebut.
  • prinsip kejelasan. Antara pemilik dana dan pengelola dana harus jelas dalam menyatakan modal yang disertakan, syarat-syarat, porsi bagi hasil yang akan diterima oleh masing-masing pihak dan juga jangka waktu berlakunya akad tersebut.
  • prinsip kepercayaan dan amanah. Prinsip terpenting dalam akad mudharabah adalah saling percaya. Pemilik dana mempercayakan dananya untuk dikelola oleh pengelola dana (mudharib). Pemilik dana bisa saja membatalkan kontrak perjanjian akad mudharabah tersebut apabila sudah tidak ada rasa saling percaya.
  • prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian menjadi kunci keberhasilan dari berlangsungnya akad mudharabah. Apabila prinsip kehati-hatian ini tidak dimiliki oleh masing-masing pihak, maka yang terjadi akan menimbulkan kerugian finansial, waktu, dan juga tenaga.


Ketentuan Pembiayaan Mudharabah. Pembiayaan mudharabah dilakukan dengan beberapa ketentuan. Menurut fatwa DSN-MUI Nomor : 07/DSN/IV/2000, disebutkan bahwa ketentuan umum pembiayaan mundharabah adalah sebagai berikut :
  1. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
  2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mundharib atau pengelola usaha.
  3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
  4. Mundharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek, tetapi mempunyai hak melakukan pembinaan dan pengawasan.
  5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
  6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mundharabah. Kecuali dari mundharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, menyalahi perjanjian.
  7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mundharabah tidak ada jaminan, namun agar mundharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mundharib atau pihak ketiga. Jaminan ini dapat dicairkan apabila mundharib terbukti melakukan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
  8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan dalam fatwa DSN-MUI.
  9. Biaya operasional dibebankan pada mundharib.
  10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mundharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian mudharabah, rukun, syarat, bentuk, dan tujuan mudharabah, serta prinsip dan ketentuan dalam pembiayaan mudharabah.

Semoga bermanfaat.