Baiat : Pengertian Dan Bentuk Baiat

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Baiat. Baiat melekat sebagai istilah yang dikenal dalam Islam. Namun demikian, masalah baiat sebenarnya telah dikenal sejak sebelum Islam. Dahulu, para anggota setiap kabilah memberikan baiatnya kepada pimpinan kabilah mereka, untuk mengikuti perintah dan larangan dari pemimpinnya.

Ketika Nabi Muhammad SAW diutus Allah untuk menyampaikan risalah-Nya, orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah untuk berbaiat kepada Nabi Muhammad SAW untuk :
  • senantiasa mendengar dan taat, dalam keadaan suka maupun tidak.
  • melindungi Nabi Muhammad SAW.

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, baiat untuk senantiasa mendengar dan taat diberikan kepada khalifah kaum muslimin berdasarkan Al-Quran dan sunnah. Semua khalifah, satu demi satu dibaiat oleh “ahlul halli wal aqdi” sebagai wakil dari umat.

Secara etimologis, istilah “baiat” berasal dari bahasa Arab, yaitu “baa’a” yang berarti menjual atau transaksi, maksudnya kesepakatan denga napa yang dibaiat (dalam akad jual beli) atau kepatuhan. Mahmud Yunus, dalam “Kamus Bahasa Arab”, menyebutkan bahwa baiat berarti bersetia, berjanji, atau pelantikan khalifah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), baiat diartikan dengan :
  1. n pelantikan secara resmi; pengangkatan; pengukuhan.
  2. Isl pengucapan sumpah setia kepada imam (pemimpin).

Sedangkan Ramli Kabi’ Ahmad Shiddiq Abdurrahman, dalam “Baiat Suatu Prinsip Gerakan Islam: Telaah Baiat dalam Khilafah dan Jamaah”, menyebutkan bahwa dalam asal kata baiat terkandung beberapa makna sebagai berikut :
  • adanya dua pihak yang saling berakad secara damai.
  • adanya dua barang atau sarana yang saling dipertukarkan oleh dua pihak dalam akad.
  • adanya kerelaan yang sempurna dari dua belah pihak yang berakal, dimana masing-masing mereka mengambil sesuatu yang lebih berharga, sementara yang lainnya mengambil harga.

Berdasarkan pengertian baiat secara etimologis tersebut, maka proses baiat dilakukan dengan :
  • berjabat tangan untuk menerima akad transaksi.
  • berjabat tangan untuk bersedia taat kepada pemimpin.

Hal tersebut sebagaimana pendapat dari Ibnu Manzur, dalam “Lisanu Al-Arab”, yang menjelaskan bahwa baiat adalah berjabat tangan untuk bersedia menjawab akad transaksi (barang atau hak dan kewajiban, saling taat).


Sedangkan secara terminologis, istilah “baiat” dapat diartikan dalam banyak pengertian. Baiat adalah berjanji untuk taat, yaitu pernyataan seseorang atau kelompok orang untuk taat dan setia terhadap seorang yang lain (pemimpin), menerima pandangan tentang masalah dirinya, menyerahkan segala urusan, tidak akan menentang dan selalu taat untuk melaksanakan perintah yang dibebankan atasnya, baik dalam keadaan suka atau terpaksa. Baiat juga dapat berarti membeli sesuatu dengan harga dan kesepakatan dua orang yang sedang melakukan transaksi dagang dengan cara memukulkan tangan yang satu ke tangan yang lainnya sebagai tanda setuju.

Selain itu, pengertian baiat juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Ibn Khaldun, dalam “Al-Muqaddimah”, menyebutkan bahwa baiat adalah janji setia, di mana orang berbaiat dan bersumpah setia pada pemimpinnya, tidak akan menentang sedikitpun, mentaati dan mematuhi perintah dan tugas yang diberikan kepadanya dalam hal yang disukai maupun yang tidak disukai.
  • Harun Nasution, dalam “Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan”, menyebutkan bahwa baiat adalah penerimaan dan pengakuan terhadap keabsahan kepemimpinan seseorang. Baiat digunakan untuk mengukuhkan kekuasaan baik secara khusus melalui kelompok tertentu, ataupun secara umum oleh umat. Dan konsep baiat pada prinsipnya sangat identik dengan kontrak politik.
  • Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, dalam “Sistem Politik Islam”, menyebutkan bahwa baiat adalah pemberian janji sekelompok orang untuk patuh dan taat kepada pemimpin dalam keadaan susah dan lapang, yang disukai dan yang tidak disukai, tidak menentangnya, dan mempercayakan segala urusan kepadanya.
  • T.M. Hasbie Ash-Shiddieqy, dalam “Asas-asas Hukum Tata Negara Menurut Syariat Islam”, menyebutkan bahwa baiat adalah pengakuan ummat untuk mematuhi dan mentaati imam yang dilakukan oleh ahlu al-hal wa al-‘aqd dan dilaksanakan sesudah permusyawaratan.

M. Quraish Shihab, dalam “M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman”, menjelaskan bahwa baiat pada masa Nabi Muhammad SAW yang dilakukan kaum muslimin adalah janji setia untuk mengikuti atau mempertahankan ajaran-ajaran agama Islam. Setelah masa Nabi Muhammad SAW yang ditandai dengan lahirnya pemerintahan-pemerintahan Islam, baiat lebih banyak dipahami dalam ikrar politik. Akan tetapi, setelah runtuhnya sistem kekhalifahan, makna baiat kembali pada masa asalnya yang digunakan Al-Quran, yaitu janji setia untuk mengikuti ajaran ajaran Islam.

Baca juga : Sumpah Dalam Islam

Bentuk Baiat. Pada prinsipnya, baiat dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu :

1. Baiat Sughro.
Abdurrahman Bin Mu’alla Al-Waihaqi, dalam “Al-Ghullu fe Dien”, menjelaskan bahwa baiat sughro merupakan janji setia yang dilakukan oleh sebagian manusia, baik tiga orang atau lebih banyak untuk berjanji dan mentaati dalam urusan ketaatan. Umumnya, baiat sughro digunakan untuk membaiat seorang khalifah atau kaum muslimin sebagian dengan sebagian lainnya. Baiat sughro berlaku bagi mereka untuk berjanji dalam ketaatan apapun tanpa adanya batas, seperti : jihad, dakwah, amar ma’ruf nahi mungkar, menyelamatkan orang yang teraniaya, dan menolong orang yang dizalimi. Baiat sughra sifatnya wajib dan mengikat bagi mereka yang telah berbaiat, dan tidak mengikat orang di luar baiat tersebut.

2. Baiat Kubra.
Al-Mawardi, dalam “Al-Ahkam As-Sulthaniyyah”, menjelaskan bahwa orang yang dibaiat dalam baiat kubro adalah Imam A’dham (khalifah). Pihak yang membaiat adalah ahlul halli wal aqdi dari umat ini atau seorang khalifah sebelumnya setelah melakukan pertimbangan dan syura di antara kaum muslimin. Orang yang dibaiat atau dinobatkan menjadi khalifah wajib memenuhi syarat-syarat baiat. Para ulama berpendapat bahwa syarat wajib yang harus dipenuhi dalam baiat kubro, diantaranya adalah :
  • terkumpulnya syarat-syarat imamah bagi orang yang dibaiat, jika tidak salah satu darinya maka dia tidak berhak untuk dibaiat.
  • orang yang membaiat adalah ahlul halli wal aqdi.
  • orang yang dibaiat memenuhi tuntutan dari baiat.
  • orang yang dibaiat tidak boleh dari satu.
  • isi baiat itu sesuai dengan kitabullah dan sunnah rasul-Nya, baik perkataan maupun perbuatan.
  • orang yang di baiat sempurna kemerdekaannya.
  • persaksian pembaiatan, tetapi jumhur tidak mewajibkan hal itu berdasarkan dalil syar’i sementara penyaksian adalah tidak berdasar dalil syar’i.

Baiat kubra mengharuskan orang yang dibaiat untuk menerapkan segala ketentuan syariat bagi kaum muslimin. Di sisi lain, umat wajib mendengar dan taat kepada imam serta menolongnya selama tidak dalam maksiat.


Dalam kazanah dunia Islam, dikenal beberapa macam baiat yang pernah dilakukan oleh kaum muslimin. Beberapa macam baiat dimaksud, diantaranya adalah :

1. Baiatul Aqabah.
Baitul aqabah merupakan perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan para sahabat yang dilakukan di bukit Aqabah, Mina. Baitul aqabah terjadi dalam dua kurun waktu, yaitu :

1.1. Baiatul aqabah tahun 621 Masehi.
Merupakan baiatul aqabah pertama antara Nabi Muhammad SAW dengan beberapa penduduk Madinah (11 orang laki-laki dan seorang wanita, dalam riwayat yang lain disebutkan 10 orang Aus dan 2 orang Khazraj). Isi baiatul aqabah tahun 621 Masehi adalah :
  • tidak menyekutukan Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya serta meninggalkan segala yang dilarang oleh-Nya. 
  • tidak mendurhakai Nabi Muhammad SAW.

1.2. Baiatul aqabah tahun 622 Masehi.
Merupakan baiatul aqabah kedua antara Nabi Muhammad SAW dengan beberapa penduduk Madinah (73 orang laki-laki dan 2 orang wanita). Isi baiatul aqabah tahun 622 Masehi adalah :
  • mendengar dan taat, baik dalam perkara yang disukai ataupun yang tidak disukai.
  • berinfak, baik dalam waktu lapang maupun sempit.
  • beramar ma’ruf nahi munkar.
  • tidak terpengaruh dengan celaan orang kafir.
  • melindungi Nabi Muhammad SAW seperti keluarga mereka sendiri.

2. Baiat Aammah.
Baiat aammah merupakan baiat terhadap Abu Bakar yang dilakukan oleh masyarakat umum (kaum muslimin) di Masjid Nabawi. Baiat aammah berisikan ikrar untuk mengesahkan dan mengangkat Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah umat muslim pertama pengganti Rasulullah SAW.

3. Baiat Saqiifah.
Baiat saqiifah merupakan baiat terhadap Abu Bakar yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tertentu yang hadir dalam suatu pertemuan untuk mengangkat Abu Bakar sebagai pemimpin umat (khalifah).

4. Baiat Ridwan.
Baiat ridwan merupakan ikrar dari para sahabat untuk tidak akan mundur dalam peperangan setelah mengetahui Usman bin Affan gugur pada tahun 628 Masehi.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian dan bentuk baiat.

Semoga bermanfaat.