Empati : Pengertian, Ciri-Ciri, Aspek, Bentuk, Manfaat, Dan Tahapan Perkembangan Empati, Serta Faktor Yang Mempengaruhi Empati

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Empati. Secara etimologi, istilah “empati” merupakan serapan dari bahasa Inggris “empathy” yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu “empatheia”, yang berarti ikut merasakan. Dalam pengertian tersebut, empati merupakan sebuah keadaan mental, di mana seseorang merasakan pikiran, perasaan, atau keadaan yang sama dengan orang lain.

J.P. Chaplin
, dalam “Kamus Lengkap Psikologi”, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan empati adalah kemampuan memproyeksikan perasaan sendiri pada suatu kejadian, satu obyek alamiah atau karya estetis dan realisasi serta pengertian terhadap kebutuhan dan penderitaan pribadi lain. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), empati diartikan dengan keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

Secara terminologi, istilah “empati” dapat diartikan sebagai merasakan dan memikirkan kondisi yang dirasakan orang lain tanpa harus secara nyata melibatkan diri dalam perasaan atau tanggapan orang lain. Empati merupakan kemampuan seorang individu dalam menciptakan keinginan untuk menolong sesama, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, serta mengaburkan garis antara dirinya dan orang lain. Rasa empati tersebut dapat timbul sebagai kemampuan untuk menyadarkan diri ketika berhadapan dengan perasaan sesama, kemudian bertindak untuk menolongnya.

Selain itu, pengertian empati juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • M. Umar dan Ahmadi Ali, dalam “Psikologi Umum”, menyebutkan bahwa empati adalah suatu kecenderungan yang dirasakan seseorang untuk merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain, andaikan dirinya ada di posisi tersebut.
  • Daniel Goleman, dalam “Emotional Intelligence”, menyebutkan bahwa empati adalah kemampuan untuk mengerti emosi yang dirasakan orang lain, yang memiliki tingkatan yang lebih dalam mengenai pengertian, pendefinisian, dan reaksi terhadap kepedulian serta kebutuhan yang mendasari respon emosional lainnya.
  • K. Bullmer, dalam “The Art of Empathy: A Manual for Improving Accuracy of Interpersonal Perception”, menyebutkan bahwa empati adalah suatu proses yang terjadi saat seseorang merasakan perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan tersebut, kemudian dikomunikasikan dengan kepekaan yang sedemikian rupa sehingga bisa menunjukkan bahwa orang tersebut sungguh-sungguh mengerti perasaan orang lain. Sederhananya, empati adalah pemahaman terhadap orang lain daripada berupa sebuah diagnosa atau evaluasi.
  • E.B. Hurlock, dalam “Psikologi Perkembangan”, menyebutkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk mengerti perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri berada di tempat lain.
  • Carsten Zoll dan Sybelle Enz, dalam “A Questionnaire to Assess Affective and Cognitive Empathy in Children”, menyebutkan bahwa empati adalah kemampuan dan kecenderungan seseorang (“observer”) untuk memahami apa yang orang lain (“target”) pikirkan dan rasakan pada situasi tertentu.


Ciri-Ciri Empati. Sikap empati memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut :
  • kemampuan memahami orang lain.
  • memahami bahasa isyarat, hal ini berkaitan dengan bahwa emosi seseorang dapat dilihat melalui gelagat, sehingga gerakannya dapat berbicara.
  • peran yang dilakukan. Empati akan mewujudkan suatu kenyataan dan aksi terhadap perasaan yang dirasakan.
  • memahami diri sendiri.
  • tidak berarti larut dalam masalah orang lain.


Aspek Empati. Terdapat beberapa aspek dalam empati. Mark H. Davis, dalam “Measuring Individual Differences in Empaty”, yang dimuat dalam Journal of Personality and Social Psychology, Volume : 44, Nomor : 1, Tahun 1983, menjelaskan bahwa aspek empati adalah :

1. Kognitif.
Aspek kognitif dalam empati merupakan proses intelektual untuk memahami perspektif orang lain secara tepat. Dalam aspek kognitif, seseorang diharapkan mampu untuk membedakan emosi-emosi orang lain dan menerima pandangan mereka. Aspek kognitif terdiri dari :
  • perspective taking, yaitu membayangkan kondisi seseorang secara fikiran dan perasaan dengan cara meletakkan pandangan dan fikiran pada posisi orang lain yang menyebabkan individu lebih sadar dan memperhatikan pendapat orang lain tentang dirinya.
  • fantasy, yaitu kemampuan seseorang untuk mengubah diri secara imajinatif mengalami perasaan dan tindakan dalam karakter-karakter khayal dalam buku-buku, film atau sandiwara yang dibaca atau ditonton. Fantasy berpengaruh terhadap reaksi emosi orang lain dan menimbulkan perilaku menolong.

2. Afektif.
Aspek afektif dalam empati merupakan kecenderungan seseorang untuk mengalami perasaan emosional orang lain. Aspek afektif terdiri dari :
  • empathic concern, yaitu simpati yang berorientasi pada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan orang lain, yang merupakan cermin dari perasaan dan simpati yang erat kaitannya dengan kepekaan serta kepedulian terhadap orang lain.
  • personal distress, yaitu menekankan pada kecemasan pribadi yang berorientasi pada diri sendiri serta kegelisahan dalam menghadapi situasi interpersonal yang tidak menyenangkan. Tingginya personal distress menunjukkan kurangnya kemampuan untuk bersosialisasi, ini dapat menyebabkan internal reward seperti kesabaran dan cinta kasih.


Bentuk Empati. Empati dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk. Yurry Razy, Danny Kosasih, dan Fiter Bagus Cahyono, dalam “Three Types of Empathy”, menjelaskan bahwa empati terdiri dari tiga bentuk atau tipe, yaitu :
  • empati kognitif, merupakan kemampuan untuk memahami perasaan dan pemikiran seseorang. Empati kognitif membuat seseorang menjadi komunikator yang lebih baik serta membantu menyampaikan informasi dengan cara yang paling baik menjangkau orang lain.
  • empati emosional atau empati afektif, merupakan kemampuan untuk membagikan perasaan orang lain. Beberapa orang menggambarkannya sebagai “rasa sakit di hatiku”. Bentuk empati ini membantu seseorang untuk membangun hubungan emosional dengan orang lain.
  • empati welas asih atau “perhatian empatik” lebih dari sekadar memahami orang lain dan berbagi perasaan mereka. Hal tersebut benar-benar menggerakkan seseorang untuk mengambil tindakan dan membantu sebisa mungkin.


Manfaat Empati. Empati memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah :
  • disukai orang sekitar. Dengan berempati, seseorang dapat menghasilkan emosi atau aura yang positif. Hidup akan menjadi lebih bahagia dengan orang-orang sekitar yang merasakan rasa kasih sayang dan belas kasih.
  • mempererat tali persaudaraan. Memberikan empati kepada orang lain yang sedang mengalami suatu masalah dapat membangun hubungan sosial dengan orang lain.
  • menjauhkan diri dari sikap egois. Rasa belas kasih akan menjauhkan hati dari rasa iri, egois, dan tinggi hati. Keburukan tersebut tentu tidak baik untuk diri sendiri bisa menimbulkan stress, ambisi yang tinggi, bahkan kebohongan.
  • memperoleh kebaikan. Dengan sikap peduli dan aksi dalam membantu orang lain, seseorang akan menjadi pribadi yang lebih baik.
  • melatih perilaku tolong menolong. Saat memberikan empati, seseorang akan merasakan keadaan yang dialami oleh orang lain. Sikap ini bisa mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang bisa meringankan beban masalah orang tersebut.
  • mengatur emosi diri sendiri. Berempati pada orang lain akan melatih seseorang dalam mengendalikan emosi, sehingga tidak akan mudah merasa stres.


Tahap Perkembangan Empati. Sikap empati, terutama pada anak-anak, memiliki beberapa tahap perkembangan, yaitu :
  • empati emosi, merupakan tahapan empati yang terjadi pada bayi berusia 0 - 1 tahun. Pada usia ini, bayi biasanya akan ikut menangis ketika melihat bayi yang lain menangis. Tahap eempati emosi disebut juga sebagai empati globa.
  • empati egosentrik, merupakan tahapan empati yang terjadi pada anak usia 1 - 5 tahun. Pada usia ini, seorang anak mulai dapat membedakan bahwa kesedihan itu bukan miliknya, kesusahan yang sedang menimpa orang lain, bukan kesusahannya sendiri.
  • empati kognitif, merupakan tahapan empati yang terjadi pada anak usia 6 - 9 tahun. Pada usia ini, seorang anak mulai memandang dari perspektif orang lain, diperlihatkan atau tidak, seorang anak sudah mulai mengerti.
  • empati abstrak, merupakan tahapan empati yang terjadi pada anak usia 10 - 12 tahun. Pada usia ini, empati tidak hanya ditujukan pada orang yang dikenal atau sering ditemui. Kelompok orang yang belum pernah ditemui sebelumnya juga dapat menjadi tujuan empatinya.

Sedangkan E.M. Hetherington dalam R.D. Parker, dalam “Child Psychology: A Contemporary Viewpoin”, menjelaskan bahwa tahapan perkembangan empati adalah sebagai berikut :

1. Global Empathy.
Global empathy atau empati global merupakan proses alamiah empati yang ada semenjak masa bayi. Pada masa ini, bayi akan merasakan penderitaan yang sama dan bereaksi seakan-akan penderitaan tersebut terjadi padanya. Hal tersebut terjadi karena bayi belum dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

2. Egocentri Empathy.
Egocentri empathy atau empati egosentris merupakan proses empati pada anak berusia sekitar 12 - 18 bulan. Pada tahap ini, anak mulai dapat memahami bahwa orang lain secara fisik berbeda dengan dirinya. Tetapi anak belum dapat mengetahui situasi batin atau emosi orang lain dan dianggap sama dengan situasi batinnya sendiri.

3. Empathy for Another Feeling.
Empathy for another feeling atau empati terhadap perasaan orang lain merupakan proses empati pada anak usia 2 - 3 tahun dan berlanjut hingga sekitar usia enam tahun, di mana anak mulai menyadari bahwa perasaan orang lain mungkin berbeda dengan apa yang ia rasakan. Pada tahap ini, dalam diri anak mulai muncul pertimbangan terhadap orang lain sebagai pribadi yang berbeda-beda, memiliki emosi, pikiran, maupun perasaan masing-masing.

4. Empathy for Another Life Condotion.
Empathy for another life condotion atau empati untuk kondisi hidup yang berbeda merupakan proses empati yang terjadi pada masa anak-anak hingga menjelang remaja, di mulai sekitar usia 6 - 12 tahun. Pada tahap ini :
  • individu tidak hanya melihat kejadian yang tengah berlangsung saja, namun dapat berlanjut terus dalam masa selanjutnya.
  • individu akan merasa tertekan saat mengetahui bahwa penderitaan orang lain bersifat kronis dan tidak terselesaikan, atau jika secara umum keadaan tersebut sangat memprihatinkan.
  • individu dapat mengetahui bahwa terkadang seseorang dapat menyembunyikan emosi atau perasaan dan bertindak bertentangan dengan apa yang sedang dirasakan saat itu.


Faktor yang Mempengaruhi Empati. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi empati. Daniel Golemen menjelaskan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi proses empati adalah :

1. Perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif merupakan suatu proses berfikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang bisa dikatakan kematangan kognitif, sehingga dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.

2. Mood and feeling.
Mood merupakan sebuah keadaan sadar pikiran atau emosi yang dominan, sedangkan feeling adalah ekspresi suasana hati terutama dalam gambaran diri.

3. Situasi dan tempat.
Situasi merupakan semua fakta, kondisi dan peristiwa yang mempengaruhi seseorang atau sesuatu pada waktu tertentu dan di tempat tertentu, sedangkan tempat adalah sebuah wilayah tertentu atau kawasan yang digunakan untuk tujuan tertentu.

4. Komunikasi.
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media).

Sedangkan R. Koestner dan C. Franz, dalam “The Family Origins of Empathic Concern: A 26 Year Longitudinal Study”, yang dimuat dalam Journal of Personality and Social Psychology, Volume : 58, Nomor : 44, Tahun 1990, menjelaskan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi empati adalah :

1. Pola asuh.
Perkembangan empati lebih mudah terjadi pada lingkungan keluarga yang telah memberikan kepuasan pada kebutuhan emosional anak sehingga anak tidak terlalu mementingkan kepentingan sendiri. Pola asuh lingkungan keluarga dapat mendorong anak untuk mengalami dan mengekspresikan emosin serta memberikan kesempatan kepada anak untuk mengobservasi dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mendorong kepekaan dan kemampuan emosi anak untuk berempati pada orang lain.

2. Kepribadian.
Faktor kepribadian berpengaruh terhadap tingkat empati seseorang. Individu yang mempunyai kebutuhan berafiliasi tinggi cenderung mempunyai tingkat empati dan nilainilai prososial yang tinggi pula.

3. Usia.
Tingkat empati seseorang semakin meningkat dengan bertambahnya usia, karena kemampuan pemahaman perspektif terhadap orang lain juga meningkat bersamaan dengan usia.

4. Derajat kematangan.
Derajat kematangan merupakan besarnya kemampuan individu dalam memandang suatu hal secara proposional. Derajat kematangan seseorang akan sangat mempengaruhi kemampuan empatinya terhadap orang lain. Seseorang dengan derajat kematangan yang baik akan mampu untuk menampilkan empati yang tinggi pula.

5. Sosialisasi.
Sosialisasi merupakan proses melatih kepekaan diri terhadap stimulus sosial yang berhubungan dengan empati dan sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial. Sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami empati artinya mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian empati, ciri-ciri, aspek, bentuk, manfaat, dan tahapan perkembangan empati, serta faktor yang mempengaruhi empati.

Semoga bermanfaat.