Jaminan dalam dunia perbankan berupa barang atau benda (zakelijke zekerheid) akan menimbulkan empat kemungkinan penjaminan, yaitu Gadai (pand), Hipotik, Credietverband, atau Fiduciaire eigendoms overdracht (penyerahan hak milik atas kepercayaan).
Gadai akan terjadi dalam perjanjian kredit, apabila nasabah mengajukan kredit pada bank dan barang yang diserahkan sebagai jaminan adalah benda bergerak (tidak tetap) atau surat-surat berharga. Sebagai mana diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), benda dibedakan dalam dua hal, yaitu :
- Benda tetap (tidak bergerak), misalnya, rumah, tanah, dan lain-lain.
- Berda tidak tetap (benda bergerak), misalnya kendaraan bermotor, perhiasan, dan lain-lain.
Baca juga : Fidusia Dan Jaminan Fidusia
Pasal 1131 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
- Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorang.
Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata tersebut menegaskan bahwa segala benda dari si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari dapat digunakan sebagai tanggungan untuk segala perkataannya.
Baca juga : Perjanjian Penanggungan (Borgtocht) Dan Berakhirnya Perjanjian Penanggungan (Borgtocht)
Pasal 1132 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
- Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
Ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata tersebut, menegaskan bahwa benda yang menjadi jaminan bersama-sama guna menjamin pelunasan utang debitur atas beberapa kreditur, apabila debitur tidak mampu melunasi utang-utangnya dan benda yang digunakan sebagai jaminan tersebut dijual, maka pendapatan dari penjualan benda tersebut akan dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
Baca juga : Perjanjian Utang Piutang
Pasal 1150 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
- Gadai adalah suatu hak yang diperoleh si berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh si berutang atau oleh orang lain atas namanya, memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang yang berpiutang lain, dengan pengecualian dibayar lebih dahulu biaya untuk lelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya tersebut harus didahulukan.
Ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata tersebut menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan gadai.
Baca juga : Hak-Hak Penanggungan Dan Akibat Subrogasi Dalam Perjanjian Penanggungan (Borgtocht)
Seperti halnya perjanjian penanggungan (borgtocht), sifat dari perjanjian gadai merupakan perjanjian accessoir. Perjanjian pokoknya adalah perjanjian kredit, sedangkan perjanjian gadai akan mengikuti pada perjanjian pokok (perjanjian kredit). Jadi apabila perjanjian kredit hapus, maka otomatis perjanjian gadai pun akan hapus pula.
Pasal 1157 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
- Si berutang adalah bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemerosotan barangnya sekedar itu telah terjadi karena kelalaiannya.
- Sebaliknya si berutang diwajibkan mengganti kepada si berpiutang segala biaya yang berguna dan perlu, yang telah dikeluarkan oleh pihak yang tersebut belakangan ini guna keselamatan barang gadanya.
Ketentuan Pasal 1157 KUH Perdata tersebut, menentukan bahwa si berpiutang bertanggung jawab apabila barang gadai hilang atau merosot nilainya sebagai akibat dari kelalaiannya. Sebaliknya terhadap si berpiutang diberikan hak untuk menuntut si berutang untuk segala biaya yang digunakan dan diperlukan guna keselamatan dan pemeliharaan barang gadai itu.
Baca juga : Pengertian Akta Pengakuan Hutang
Sedangkan ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata, pada pokoknya menentukan bahwa apabila barang gadai keluar dari kekuasaan si pemegang gadai, maka hak gadainya hapus. Tetapi apabila barang gadai tersebut hilang dari tangannya karena pencurian, atau karena hal-hal lain, maka ia berhak menuntut kembali.
Baca juga : Pengertian Wanprestasi (Ingkar Janji) Dan Akibat-Akibat Wanprestasi
Apabila si berutang (pemberi gadai) melakukan cidera janji atau wanprestasi, maka si berpiutang dapat menuntut di muka hakin supaya :
- barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi utang debitur berikut bunga dan biaya, atau ;
- hakim atas tuntutan si berpiutang dapat mengabulkan bahwa barang-barang gadai akan tetap pada si berpiutang untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam putusan.
Kalau pihak pemegang gadai akan menjual barang gadai, maka ia wajib memberitahukan kepada pemilik bahwa barang gadai akan dijual.
Baca juga : Bunga Menurut Undang-Undang
Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai. Pemegang gadai mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :
1. Hak Pemegang Gadai.
Pemegang gadai mempunyai beberapa hak sebagai berikut :
- Menahan barang sampai dilunasinya baik utang pokok beserta bunga, ongkos, dan biaya.
- Menjual barang gadai, apabila pemilik barang gadai tidak memenuhi waktu pembayaran dan penjualan dilakukan di depan umum dan lajimnya dilakukan melalui lelang, dengan sebelumnya telah telah diberitahukan terlebih dahulu kepada pemilik bahwa barang gadai akan dijual secara lelang.
- Minta penggantian biaya dan ongkos yang diperlukan untuk pemeliharaan barang gadai tersebut kepada pemberi gadai.
- Menggandaikan lagi barang gadai tersebut, kecuali apabila dalam perjanjian ditentukan sebaliknya.
2. Kewajiban Pemegang Gadai.
Pemegang gadao mempunyai beberapa kewajiban sebagai berikut :
- Bertanggung jawab apabila barang gadai hilang atau merosot harga/nilainya yang dikarenakan kelalaiannya.
- Memberitahukan kepada pemberi gadai apabila ia akan menjual barang gadai tersebut.
- Memperhitungkan hasil penjualan barang gadai dan mengambil pelunasan utang beserta bunga, ongkos, dan biaya-biaya, kemudian menyerahkan sisanya kepada pemberi gadai.
- Mengembalikan barang gadai, jika utang pokok, bunga, biaya, dan ongkos-ongkos telah dilunasi oleh pemberi gadai.
Hal yang Menghapuskan Gadai. Beberapa hal yang dapat menghapuskan gadai adalah sebagai berikut :
- Utang pokok hapus dengan suatu cara yang telah dijanjikan.
- Pemegang gadai melepaskan hak dengan suka rela.
- Apabila barang gadai musnah.
- Apabila pemegang gadai menjadi pemilik barang gadai dengan secara sah.
Baca juga : Perjanjian Hak Tanggungan (Hipotik)
Perbedaan Gadai Menurut KUH Perdata dan Hukum Adat. Dalam hukum adat juga dikenal adanya gadai yang berlaku dalam masyarakat adat tertentu. Hanya saja terdapat perbedaan antara gadai menurut KUH Perdata dan gadai menurut hukum adat. Perbedaan tersebut adalah :
* KUH Perdata.
Dalam KUH Perdata, obyek atau benda yang dapat digadaikan adalah hanya barang bergerak.
* Hukum Adat.
Dalam hukum adat, obyek atau benda yang dapat digadaikan adalah barang bergerak dan barang tetap.
Sehingga dalam hukum adat tidak dikenal adanya hipotik terhadap tanah adat.
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian gadai, hak dan kewajiban pemegang gadai, hal-hal yang menghapuskan gadai, serta perbedaan gadai menurut Kitab Undang-Undang Huum Perdata (KUH Perdata) dan Hukum Adat.
* KUH Perdata.
Dalam KUH Perdata, obyek atau benda yang dapat digadaikan adalah hanya barang bergerak.
* Hukum Adat.
Dalam hukum adat, obyek atau benda yang dapat digadaikan adalah barang bergerak dan barang tetap.
Sehingga dalam hukum adat tidak dikenal adanya hipotik terhadap tanah adat.
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian gadai, hak dan kewajiban pemegang gadai, hal-hal yang menghapuskan gadai, serta perbedaan gadai menurut Kitab Undang-Undang Huum Perdata (KUH Perdata) dan Hukum Adat.
Semoga bermanfaat.