Bunga Menurut Undang-Undang

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Seringkali dalam suatu perjanjian utang piutang antara dua pihak atau dalam perjanjian kredit perbankan, debitur selain berkewajiban untuk membayar kembali sejumlah uang yang telah diterimanya (hutang pokok), debitur juga berkewajiban untuk membayar sejumlah bunga atas pinjamannya tersebut kepada kreditur. Bunga biasanya dihitung berdasarkan persentasi dari jumlah pinjaman yang diterima oleh debitur dan dibayarkan pada setiap bulan.

Selain bunga pinjaman yang umum terjadi dalam suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit, bunga juga dapat dibebankan sebagai akibat dari suatu wanprestasi. Ketentuan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), menyebutkan bahwa :
  • Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila siberutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya.

Baca juga : Perjanjian Utang Piutang

Menurut ketentuan Pasal 1243 KUH Perdata tersebut, selain biaya dan kerugian, dalam ganti rugi terdapat pula unsur bunga yang harus dibayarkan oleh debitur yang telah melakukan wanprestasi kepada kreditur. Bunga juga merupakan keuntungan buat kreditur, sebagai akibat dari wanprestasinya seorang kreditur.

Sehingga dengan demikian dapatlah dirumuskan, bahwa apa yang dimaksud dengan bunga adalah keuntungan yang seharusnya diperoleh kreditur jika tidak terjadi wanprestasi. Atau bisa juga dikatakan, bahwa bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dihitung oleh kreditur.

Baca juga : Pengertian Wanprestasi (Ingkar Janji) Dan Akibat-Akibat Wanprestasi

Undang-undang memperbolehkan para pihak mencantumkan ketentuan tentang bunga dalam perjanjian yang dibuatnya. Ketentuan tentang bunga tersebut dimuat dalam :

a. Pasal 1765 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  • Adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian

b. Pasal 1766 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  1. Siapa yang telah menerima pinjaman dan membayar bunga yang tidak telah diperjanjikan, tidak dapat menuntutnya kembali, maupun menguranginya dari jumlah pokok, kecuali apabila bunga yang dibayar itu melebihi bunga menurut undang-undang, dalam hal mana uang yang telah dibayar selebihnya dapat dituntut kembali atau dikurangkan dari jumlah pokok.
  2. Pembayaran bunga yang telah diperjanjikan tidak mewajibkan si berutang untuk membayarnya seterusnya, tetapi bunga yang telah diperjanjikan harus dibayar sampai pada pengembalian atau penitipan uang pokoknya, biarpun pengembalian atau penitipan ini telah dilakukan setelah lewatnya waktu utangnya dapat ditagih.

Baca juga : Ganti Rugi Dalam Ingkar Janji (Wanprestasi)

Jenis Bunga Dalam Ganti Rugi. Undang-undang mengatur adanya 3 macam bunga dalam ganti rugi, yaitu :
  1. bunga konvensionil.
  2. bunga moratoire.
  3. bunga compensatoire.

Bunga konvensionil adalah bunga yang diperjanjikan. Sedangkan bunga moratoire termasuk dalam bunga compensatoire. Seorang debitur yang berhutang sejumlah uang dan terlambat memenuhi prestasinya, maka kepadanya dapat dibebani bunga moratoire. Sedangkan bunga compensatoire yang bukan moratoire adalah bunga yang harus dibayar oleh debitur, apabila kreditur sebagai akibat keterlambatan debitur dalam memenuhi prestasinya, harus meminjam sejumlah uang dengan bunga atau mengambil uang dari modalnya untuk dipergunakan membeli barang tersebut dari pihak ketiga dengan harga yang telah baik.

Besarnya bunga moratoire ditentukan oleh undang-undang (biasanya sebesar 6 % setahun), dan bunga ini diperhitungkan sejak diajukannya gugatan. Kreditur tidak perlu membuktikan besarnya kerugian yang ia derita, sekalipun kerugian debitur kurang dari jumlah bunga moratoire yang ditentukan oleh undang-undang tersebut. Ia tetap berhak atas jumlah tersebut.
Ketentuan Pasal 1251 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
  • Bunga dari uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu permintaan di muka pengadilan, maupun karena suatu persetujuan khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu tahun

Ketentuan Pasal 1251 KUH Perdata tersebut, mengatur tentang bunga berbunga. Tujuan dari diaturnya ketentuan bunga berbunga dalam perundang-undangan adalah :
  • untuk mencegah dibuatnya suatu janji yang merugikan debitur, yaitu suatu janji yang menggabungkan bunga yang belum dibayar oleh debitur ke dalam utang pokok yang selanjutnya dikenakan pula bunga. 

Ketentuan tersebut bersifat memaksa dan hanya dalam dua hal diadakan pengecualian, yaitu :
  1. bahwa bunga atas utang pokok dapat pula dikenakan bunga karena permintaan di muka hakim.
  2. karena persetujuan khusus, asal saja menyangkut bunga yang harus dibayar untuk satu tahun.  

Baca juga : Perjanjian Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Jenis Bunga Secara Umum. Bunga dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu :
  1. bunga menurut undang-undang.
  2. bunga yang ditetapkan dalam perjanjian.

Berkaitan dengan hal tersebut, dan berapa besarnya bunga diatur dalam ketentuan Pasal 1767 KUH Perdata, yang berbunyi :
  1. Ada bunga menurut undang-undang dan ada yang ditetapkan di dalam perjanjian.
  2. Bunga menurut undang-undang ditetapkan dalam undang-undang. Bunga yang diperjanjikan dalam perjanjian boleh melampaui bunga menurut undang-undang dalam segala hal yang tidak dilarang oleh undang-undang.
  3. Besarnya bunga yang diperjanjian dalam perjanjian harus ditetapkan secara tertulis (Bunga menurut undang-undang adalah menurut Lembaran Negara tahun 1848 No.22 : 6 %).

Baca juga : Janji Dan Perikatan Dalam Buku III KUH Perdata

Demikian penjelasan berkaitan dengan bunga menurut undang-undang. Tulisan tersebut bersumber dari  buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan, karangan R. Setiawan, SH dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Semoga bermanfaat.