A. Perjanjian Jual Beli.
Perjanjian jual beli diatur dalam ketentuan Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengertian dari jual beli dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
Perjanjian jual beli diatur dalam ketentuan Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengertian dari jual beli dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
- Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Suatu transaksi jual beli dianggap telah terjadi apabila para pihak telah sepakat dengan barang dan harganya, tanpa harus didahului dengan penyerahan barang ataupun pembayaran harga barang yang dijadikan obyek jual beli. Hal tersebut sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 1458 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
- Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harga belum dibayar.
Baca juga : Perjanjian Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Ketentuan Pasal 1458 KUH Perdata tersebut menegaskan bahwa jual beli dianggap telah terjadi sejak saat tercapainya kesepakatan di antara para pihak. Pengertian sepakat ini sesuai dengan asas konsensualisme (sepakat) seperti yag terdapat dalam pengertian syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
- sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
- suatu hal tertentu.
- suatu sebab yang halal.
Baca juga : Hapusnya Suatu Perjanjian Dan Akibat-Akibat Perjanjian
Hal-hal penting, yang perlu diperhatikan dalam perjanjian jual beli.
1. Kewajiban Penjual.
Kewajiban penjual, diatur dalam ketentuan Pasal 1474 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
Dari ketentuan Pasal 1474 KUH Perdata tersebut, dapat diketahui bahwa kewajiban seorang penjual, adalah :
- Ia mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.
Dari ketentuan Pasal 1474 KUH Perdata tersebut, dapat diketahui bahwa kewajiban seorang penjual, adalah :
- Menyerahkan barang.
- Menanggung supaya pembeli dapat memiliki barang dengan tenteram.
Selain kewajiban tersebut, penjual mempunyai suatu hak yang disebut dengan hak reklame. Hak Reklame (recht van reclame) adalah :
- Hak penjual untuk minta supaya barang yang telah diserahkan kepada pembeli dikembalikan kepadanya, disertai dengan tuntutan pembatalan perjanjian atau tuntutan pembatalan perjanjian ditambah ganti rugi.
Baca juga : Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
2. Penyerahan Barang (Levering).
Penyerahan (levering), diatur dalam ketentuan Pasal 1475 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
Penyerahan barang dapat terjadi dengan cara :
- Penyerahan ialah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli.
Penyerahan barang dapat terjadi dengan cara :
- Penyerahan secara yuridis atau formal, yaitu dengan akta atau dengan surat resmi.
- Penyerahan secara riil (nyata) atau feitelijk, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1475 - 1490 KUH Perdata.
Sedangkan mengenai dimana (tempat) penyerahan barang (levering) tersebut dilakukan, diatur dalam ketentuan Pasal 1477 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
- Penyerahan dilakukan di tempat barang yang terjual berada pada waktu penjualan, jika tentang itu tidak telah diadakan persetujuan lain.
Menyimpang dari ketentuan Pasal 1477 KUH Perdata tersebut, dan sesuai dengan asas kebebasan (beginnsel der verdrag vrijheid) dan asas hukum tambahan (aanvullendsrecht), dalam hal tempat penyerahan barang (levering) berlaku :
- Sesuai dengan isi perjanjian yang telah ditetapkan oleh penjual dan pembeli.
- Apabila isi perjanjian tidak menetapkan, maka penyerahan barang dilakukan di tempat barang berada pada waktu perjanjian dibuat.
Baca juga : Pengecualian Atas Pasal 1329 KUH Perdata Tentang Kecakapan Bertindak Dalam Perjanjian
3. Biaya Penyerahan.
Biaya penyerahan diatur dalam ketentuan Pasal 1476 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
Ketentuan Pasal 1476 KUH Perdata tersebut, menyatakan mengenai biaya yang dikeluarkan apabila tidak diatur dalam isi perjanjian, maka berlaku :
- Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si pembeli, jika tidak telah diperjanjikan sebaliknya.
Ketentuan Pasal 1476 KUH Perdata tersebut, menyatakan mengenai biaya yang dikeluarkan apabila tidak diatur dalam isi perjanjian, maka berlaku :
- Biaya penyerahan dipikul oleh penjual.
- Biaya pengambilan dipikul oleh pembeli.
Cara penyerahan barang diatur dalam ketentuan Pasal 1459 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
Ketentuan Pasal 1459 KUH Perdata tersebut, menjelaskan bahwa barang yang dijual akan berpindah tangan kepada pembeli, apabila :
- Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613, dan 616 KUH Perdata.
Ketentuan Pasal 1459 KUH Perdata tersebut, menjelaskan bahwa barang yang dijual akan berpindah tangan kepada pembeli, apabila :
- Menurut Pasal 612 KUH Perdata, dijelaskan bahwa penyerahan benda bergerak kecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan nyata oleh pemilik lama kepada pemilik baru.
- Menurut Pasal 613 KUH Perdata, dijelaskan bahwa cara penyerahan bernda tidak berujud berupa piutang atas nama dan benda tidak bertubuh, dilakukan degan cessie dan dibuat akta otentik atau akta di bawah tangan, di mana hak kebendaan itu telah dipindahkan kepada orang lain.
- Menurut Pasal 616 KUH Perdata, dijelaskan bahwa cara penyerahan benda tidak bergerak atau benda tetap dilakukan dengan akta otentik, yang diikuti pula dengan pembukuan pada register (daftar) tertentu untuk itu.
Selanjutnya berkaitan dengan kewajiban penjual untuk menanggung barang yang dijualnya, diatur dalam ketentuan Pasal 1491 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
- Penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual terhadap si pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram, kedua terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbiykan alasan untuk pembatalan pembeliannya.
Ketentuan Pasal 1491 KUH Perdata tersebut, dengan tegas menyebutkan tentang hal apa saja yang harus ditanggung oleh seorang penjual, yaitu :
- Cacat tersembunyi.
- Ketenteraman dan keamanan barang obyek jual beli tersebut.
Kewajiban seorang pembeli diatur ketentuan Pasal 1513 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
Jika pembeli telah membayar, sedangkan pihak penjual tidak menyerahkan barang (terjadi wanprestasi), maka dalam hal ini pembeli dapat menuntut penjual dalam 5 kemungkinan, yaitu :
- Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian.
Jika pembeli telah membayar, sedangkan pihak penjual tidak menyerahkan barang (terjadi wanprestasi), maka dalam hal ini pembeli dapat menuntut penjual dalam 5 kemungkinan, yaitu :
- Menuntut penyerahan barang.
- Menuntut penyerahan barang ditambah ganti rugi.
- Menuntut pembatalan perjanjian.
- Menuntut pembatalan perjanjian ditambah ganti rugi.
- Menuntut ganti rugi.
Sebaliknya, apabila penjual telah menyerahkan barang, tetapi pihak pembeli tidak membayar (terjadi wanprestasi), maka dalam hal ini pihak penjual dapat menuntut pembeli dalam 4 kemungkinan, yaitu :
- Menuntut pembayaran.
- Menuntut pembayaran ditambah ganti rugi.
- Menuntut pembatalan perjanjian.
- Menuntut pembatalan perjanjian ditambah ganti rugi.
Resiko dalam jual beli diatur dalam ketentuan Pasal 1460 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
- Jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang itu sejak saat pembelian adalah atas tanggungan di pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan si penjual berhak menuntut harganya.
Ketentuan Pasal 1460 KUH Perdata tersebut menunjukkan bahwa resiko dalam perjanjian jual beli berada di tangan pihak pembeli, walaupun pembeli belum melihat barang itu dan penjual berhak menuntut harganya. Tentunya ketentuan tersebut dirasakan tidak adil buat pihak pembeli, oleh karenanya berdasarkan asas kebebasan dan asas hukum penambahan, untuk menciptakan rasa keadilan bagi para pihak, para pihak penjual dan pembeli dapat membuat perjanjian jual beli yang isinya menegaskan tentang resiko yang boleh bertentangan dengan Pasal 1460 KUH Perdata tersebut. Apabila para pihak lupa atau tidak mengatur ketentuan tentang resiko dalam perjanjian jual beli yang dibuatnya tersebut, barulah berlaku Pasal 1460 KUH Perdata.
B. Perjanjian Tukar Menukar.
Perjanjian tukar menukar diatur dalam ketentuan Pasal 1541 - 1546 KUH Perdata. Dalam ketentuan Pasal 1541 KUH Perdata, disebutkan bahwa :
Dari ketentuan Pasal 1541 KUH Perdata tersebut, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian tukar menukar adalah suatu perjanjian di mana satu pihak mengikatkan diri dengan pihak lain untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik.
Baca juga : Teori-Teori Untuk Menentukan Telah Terjadinya Kata Sepakat Dalam Perjanjian
Ketentuan Pasal 1542 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
Ketentuan Pasal 1542 KUH Perdata tersebut, menegaskan bahwa segala barang yang dapat dijual dapat pula dipertukarkan.
Baca juga : Pengaturan Tentang Cacat Tersembunyi Terhadap Barang Dalam Jual Beli
Sedangkan mengenai resiko dalam perjanjian tukar menukar diatur dalam ketentuan Pasal 1545 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
Ketentuan Pasal 1545 KUH Perdata tersebut, menegaskan bahwa jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar musnah di luar kesalahan pemiliknya, maka perjanjian dianggap gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi perjanjian, dapat menuntut kembali barang yang telah diberikan dalam tukar menukar tersebut.
Perjanjian tukar menukar diatur dalam ketentuan Pasal 1541 - 1546 KUH Perdata. Dalam ketentuan Pasal 1541 KUH Perdata, disebutkan bahwa :
- Tukar menukar ialah suatu perjanjian, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara ber-timbal balik, sebagai gantinya barang lain.
Dari ketentuan Pasal 1541 KUH Perdata tersebut, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian tukar menukar adalah suatu perjanjian di mana satu pihak mengikatkan diri dengan pihak lain untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik.
Baca juga : Teori-Teori Untuk Menentukan Telah Terjadinya Kata Sepakat Dalam Perjanjian
Ketentuan Pasal 1542 KUH Perdata, menyebutkan bahwa :
- Segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi bahan tukar menukar.
Ketentuan Pasal 1542 KUH Perdata tersebut, menegaskan bahwa segala barang yang dapat dijual dapat pula dipertukarkan.
Baca juga : Pengaturan Tentang Cacat Tersembunyi Terhadap Barang Dalam Jual Beli
Sedangkan mengenai resiko dalam perjanjian tukar menukar diatur dalam ketentuan Pasal 1545 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
- Jika suatu barang tertentu, yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar salah pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi perjanjian, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar.
Ketentuan Pasal 1545 KUH Perdata tersebut, menegaskan bahwa jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar musnah di luar kesalahan pemiliknya, maka perjanjian dianggap gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi perjanjian, dapat menuntut kembali barang yang telah diberikan dalam tukar menukar tersebut.
Selanjutnya yang harus diperhatikan adalah apa yang dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1546 KUH Perdata, yang menyebutka bahwa :
Ketentuan Pasal 1546 KUH Perdata tersebut memberikan penegasan bahwa segala ketentuan yang mengatur tentang perjanjian jual beli, berlaku juga untuk perjanjian tukar menukar.
Terhadap Pasal 1546 KUH Perdata tersebut telah terjadi suatu penafsiran dengan cara menggunakan undang-undang secara analogi. Penggunaan undang-undang secara analogi berarti telah diperluas penggunaan ketentuan yang terdapat dalam undang-undang. Hal ini berarti pada ketentuan-ketentuan tentang jual beli dilakukan analogi atau diperluas berlakunya, juga berguna untuk ketentuan tukar menukar.
Baca juga : Ketentuan Umum Dan Sistem Terbuka Buku III KUHPerdata Tentang Perikatan
Demikian penjelasan berkaitan dengan perjanjian jual beli dan perjanjian tukar menukar. Tulisan tersebut bersumber dari buku Hukum Perdata Material, karangan Marhainis Abdulhay, SH dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
- Untuk selainnya aturan-aturan tentang perjanjian jual beli berlaku terhadap perjanjian tukar menukar.
Ketentuan Pasal 1546 KUH Perdata tersebut memberikan penegasan bahwa segala ketentuan yang mengatur tentang perjanjian jual beli, berlaku juga untuk perjanjian tukar menukar.
Terhadap Pasal 1546 KUH Perdata tersebut telah terjadi suatu penafsiran dengan cara menggunakan undang-undang secara analogi. Penggunaan undang-undang secara analogi berarti telah diperluas penggunaan ketentuan yang terdapat dalam undang-undang. Hal ini berarti pada ketentuan-ketentuan tentang jual beli dilakukan analogi atau diperluas berlakunya, juga berguna untuk ketentuan tukar menukar.
Baca juga : Ketentuan Umum Dan Sistem Terbuka Buku III KUHPerdata Tentang Perikatan
Demikian penjelasan berkaitan dengan perjanjian jual beli dan perjanjian tukar menukar. Tulisan tersebut bersumber dari buku Hukum Perdata Material, karangan Marhainis Abdulhay, SH dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Semoga bermanfaat.