Ketentuan Umum Dan Sistem Terbuka Buku III KUHPerdata Tentang Perikatan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Ketentuan Umum Perjanjian. Suatu perjanjian akan melahirkan suatu perikatan. Perikatan diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Oleh karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka, yang artinya memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, dengan batasan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, maka dianggap perlu oleh pembuat undang-undang untuk menentukan tentang syarat-syarat sahnya dan rumusan mengenai apa yang dimaksud dengan perjanjian tersebut. 

Sebagai mana diketahui bahwa rumusan tentang apa yang dimaksud dengan perjanjian, tercantum dalam Buku III, Bab II, Pasal 1313 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  • Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Baca juga : Asas-Asas Hukum Perjanjian

Sedangkan mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, diatur dalam Buku III, Bab II, Pasal 1320 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
  1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
  2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
  3. suatu hal tertentu.
  4. suatu sebab yang halal.

Dengan ketentuan-ketentuan tersebut, maka akan bisa ditentukan apakah suatu perjanjian benar-benar merupakan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum tentang perjanjian tersebut.

Baca juga : Itikad Baik Dalam Pasal 1338 Ayat 3 KUH Perdata

Sistem Terbuka Buku III KUH Perdata. Sistem terbuka dari Buku III KUH Perdata, mengandung suatu asas kebebasan dalam membuat suatu perjanjian, yang biasa disebut dengan nama asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak ini tercermin dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa :
  1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata tersebut memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk membuat suatu perjanjian yang berbentuk dan berisi apa saja dan perjanjian yang dibuatnya tersebut mengikat para pihak sebagai halnya suatu undang-undang.

Selain sistem terbuka, hukum perjanjian juga menganut suatu asas yang disebut dengan asas konsensualisme, yang berarti bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karena itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Asas konsensualisme, terkandung dalam pasal 1320 KUH Perdata tersebut di atas. 

Adanya ketentuan umum dalam membuat suatu perjanjian, dapat memberi patokan kepada para pihak yang membuat perjanjian tersebut tentang perbuatan hukum seperti apa yang mereka inginkan. Sehingga dengan demikian, hukum akan membantu para pihak untuk melaksanakan hukum sebagaimana yang mereka perjanjikan, dan hukum dapat juga memberikan tekanan kepada para pihak yang membuat perjanjian agar janjinya dipenuhi.

Baca juga : Pengecualian Atas Pasal 1329 KUH Perdata Tentang Kecakapan Bertindak Dalam Perjanjian

Dilihat dari para pihak yang membuat perjanjian, suatu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1313 KUH Perdata mempunyai arti :

1. Perjanjian dan Tindakan Hukum.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut di atas, suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai :
  • peristiwa hukum yang berupa tindakan hukum, sehingga akibat hukum yang muncul memang dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian. Suatu perjanjian pada asasnya didasarkan atas kehendak dari para pihak tersebut.
  • tindakan hukum dua pihak, sehingga untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang disetujui antara pihak yang satu dengan yang lainnya. Untuk adanya suatu perjanjian harus ada dua pihak yang bersepakat dan sama-sama melakukan tindakan hukum. Itulah sebabnya dikatakan bahwa perjanjian merupakan tindakan hukum dua pihak. Di dalam perjanjian terdapat unsur janji, janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

2. Perjanjian dan Gesammtakt.
Perjanjian yang menimbulkan perikatan (verbintenisscheppende overeenkomst) atau disebut juga perjanjian yang obligatoir. Namun demikian, tidak semua tindakan hukum yang dilakukan oleh banyak pihak merupakan perjanjian,  hal yang demikian oleh Gierke dan Kuntze diusulkan suatu istilah tersendiri, yaitu Gesammtakt

3. Perjanjian dan Akibat Hukum Suatu Tindakan Hukum.
Perjanjian merupakan tindakan hukum. Hanya saja yang terjadi dalam praktek, seringkali orang dalam membuati suatu perjanjian hanya menitik beratkan pada akibat-akibat hukum yang pokok-pokok saja, tanpa mengindahkan ketentuan-ketentuan umum dalam membuat suatu perjanjian. Padahal suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan selalu ada ketentuan-ketentuan yang oleh undang-undang dinyatakan berlaku dan mengikat para pihak, meskipun tidak mencantumkan secara tegas atau bahkan tidak mencantumkan tentang ketentuan-ketentuan tersebut dalam perjanjian yang dibuat oleh yang bersangkutan.

4. Perjanjian dan Hukum Yang Menambah.
Pada umumnya dalam pasal-pasal Hukum Perjanjian terdapat ketentuan-ketentuan hukum yang menambah (aanvullendrecht), yang secara otomatis berlaku bagi para pihak dalam perjanjian, apabila para pihak tersebut tidak memperjanjikan lain. Diadakannya ketentuan hukum yang menambah tersebut didasarkan atas pikiran bahwa seandainya para pihak tidak lalai untuk mengaturnya, maka para pihakpun akan membuat ketentuan-ketentuan yang sama seperti yang diberikan pembuat undang-undang dalam ketentuan hukum yang menambah. Di samping itu, juga untuk menetapkan dan lebih menjamin hal dan kewajiban para pihak serta untuk menghindarkan sengketa yang berkepanjangan. Atau dengan kata lain, ketentuan-ketentuan yang menambah diadakan demi adanya kepastian hukum.

5. Perumusan Tindakan Hukum.
Dari apa yang dikehendaki oleh para pihak dalam membuat suatu perjanjian, maka dapatlah dirumuskan suatu tindakan hukum, yaitu tindakan-tindakan yang menimbulkan akibat hukum dan akibat hukum tersebut memang dikehendaki oleh para pihak atau dianggap dikehendaki oleh mereka yang melakukan tindakan hukum. 
Sehingga dari apa yang diuraikan diatas, dapatlah diketahui bahwa di dalam hukum perjanjian (overeenkomstrecht) sebagai mana diatur dalam Buku III KUH Perdata tersebut, terdapat beberapa asas, yaitu :
  1. Asas kebebasan berkontrak (beginsel der contract vrijheid).
  2. Asas konsensualisme (sepakat).
  3. Asas sistem terbuka.
  4. Asas hukum penambahan (aanvullendsrecht).

Baca juga : Pengertian Serta Hubungan Antara Perjanjian, Persetujuan, Kontrak, Perikatan, Dan Kesepakatan

Melalui perjanjian orang mendapatkan, merubah, dan melepaskan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Hanya sebagian kecil saja hak-hak yang tidak dapat dialihkan kepada orang lain melalui kehendak yang dituangkan dalam suatu perjanjian. Dalam perjanjian pada asasnya, kepentingan yang terikat oleh perjanjian adalah kepentingan para pihak sendiri, yang telah dengan suka rela dan dengan persetujuannya sengaja dilibatkan.

Demikian penjelasan berkaitan dengan ketentuan umum dan sistem terbuka buku III KUH Perdata tentang perikatan.

Semoga bermanfaat.