Teori Kehendak (Wilstheorie)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Perjanjian, menurut pendapat dari Prof. Subekti, SH adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan menurut pendapat dari Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dalam ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) disebutkan bahwa :
  • Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Baca juga : Perjanjian Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Berdasarkan pengertian perjanjian tersebut dapat dikatakan bahwa pada asasnya suatu perjanjian tidak mungkin timbul tanpa adanya kehendak dari para pihak. Perjanjian merupakan pertemuan kehendak antara dua orang atau lebih. Kehendak seseorang baru diketahui oleh orang lain setelah kehendak tersebut dinyatakan. Jadi harus ada pernyataan kehendak, maksudnya adalah pernyataan bahwa seorang tersebut menghendaki timbulnya hubungan hukum.

Selanjutnya, untuk adanya kata sepakat di antara para pihak, tidaklah cukup hanya dengan adanya pernyataan kehendak saja dari salah satu pihak, melainkan pernyataan kehendak tersebut haruslah dimengerti dan disetujui oleh pihak yang lain. Dalam membuat suatu perjanjian, pada asasnya KUH Perdata tidak mensyaratkan suatu bentuk pernyataan kehendak tertentu. Hanya saja, untuk beberapa perjanjian tertentu disyaratkan agar kesepakatan (pertemuan kehendak dari para pihak) tersebut, harus dituangkan dalam bentuk tertentu. Begitu juga untuk beberapa perbuatan tertentu, hukum perdata mensyaratkan dalam bentuk tertulis, atau bahkan dalam bentuk suatu akta otentik, yaitu akta yang dibuat oleh pejabat terkait/notaris. 

Baca juga : Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan bahwa :
  1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
  2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
  3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata memberikan suatu gambaran bahwa :
  • Perjanjian yang timbul mengikat mereka sebagai undang-undang. Untuk timbulnya perjanjian selain harus ada kesesuaian kehendak antara kedua belah pihak, juga harus ada pernyataan dari kedua pihak, yang mengutarakan kehendak mereka. 
  • Pernyataan kehendak tersebut, selain ditujukan kepada pihak lain, juga ditujukan kepada akibat hukum yang diharapkan timbul dari tindakannya. Akibat hukum yang muncul berkaitan erat dengan syarat-syarat penawaran pihak yang satu, maka pernyataan kehendak pihak yang lain tersebut harus sesuai dengan penawaran atau pernyataan kehendak pihak lawan. 

Baca juga : Ketentuan Umum Dan Sistem Terbuka Buku III KUHPerdata Tentang Perikatan

Pernyataan kehendak dapat dilakukan dengan diam-diam atau dengan cara tegas. Pernyataan kehendak yang dilakukan dengan cara tegas, dapat dilakukan dengan cara :
  • tertulis, baik dengan akta bawah tangan atau dengan akta otentik.
  • lisan.
  • memberikan tanda atau isyarat.

Baca juga : Hapusnya Suatu Perjanjian Dan Akibat-Akibat Perjanjian

Oleh karena kesepakatan dicapai melalui pertemuan pernyataan kehendak, maka unsur kehendak dan pernyataan kehendak merupakan unsur-unsur pokok, di samping masih ada unsur lain yang menentukan lahirnya suatu perjanjian. Pertanyaan yang muncul adalah dari kedua unsur tersebut, kehendak dan pernyataan kehendak, unsur manakah yang menentukan lahirnya suatu perjanjian ?
  • Jika kehendak dinyatakan dengan benar, maka pernyataannya akan sesuai dengan kehendak.

Hanya saja, seringkali orang menyatakan sesuatu tidak sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Atau dengan kata lain :
  • pernyataan yang ditujukan kepada lawan janjinya, tidak sesuai dengan apa yang dikehendakinya. 

Sehingga kemudian muncul pertanyaan berikutnya, dalam keadaan seperti itu,  apakah kesepakatan lahir atas dasar pernyataan atau atas dasar kehendak ?
  • Pertanyaan tersebut dapat dijawab, salah satunya dengan menggunakan teori kehendak (wilstheorie). Menurut teori kehendak ini, yang menentukan telah terjadinya suatu perjanjian adalah kehendak para pihak.  Perjanjian mengikat, kalau kedua kehendak telah saling bertemu dan perjanjian mengikat atas dasar bahwa kehendak para pihak patut dihormati. 

Jadi, teori kehendak berprinsip bahwa suatu perjanjian yang tidak didasarkan atas suatu kehendak yang benar adalah tidak sah. Teori kehendak ini sebagai dasar pembentukan KUH Perdata.
Konsekuensi dari diberlakukannya teori kehendak adalah sebagai berikut :
  • Kalau orang memberikan suatu pernyataan yang tidak sesuai dengan kehendaknya, maka pernyataan tersebut tidak mengikat dirinya.
  • Perjanjian tidak muncul atas dasar pernyataan yang tidak dikehendaki. Sehingga agar pernyataan mengikat, ia harus didasarkan atas kehendak.

Masalah dari teori kehendak tersebut adalah dalam hal :
  • tidak mudah membuktikan adanya suatu kekeliruan, apabila kehendak berbeda atau keliru dengan apa yang dinyatakan. 
  • beban pembuktian terletak pada pihak yang menuntut pembatalan perjanjian tersebut. 


Meskipun demikian, menurut teori kehendak ini, pernyataan kehendak tetaplah harus ada. Untuk adanya sepakat, tetap harus ada pernyataan yang saling bertemu. Selain itu, kehendak dan pernyataan kehendak harus ada hubungannya, hanya saja yang utama adalah kehendaknya. Sehingga apabila terjadi perbedaan antara pernyataan kehendak dan kehendak yang dimaksud, maka yang digunakan untuk menetapkan  ada atau tidaknya kata sepakat adalah unsur kehendaknya.

Demikian penjelasan berkaitan dengan teori kehendak (wilstheorie).

Semoga bermanfaat.