Pengertian Kepemimpinan Spritual. Kepemimpinan spiritual atau “spiritual leadership” merupakan karakter seorang pemimpin yang membawa dimensi keduniawian kepada dimensi spiritual. Hal tersebut ditandai dengan kemampuan untuk mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi, dan menggerakkan melalui keteladanan, pelayanan, kasih sayang, serta implementasi nilai dan sifat-sifat ketuhanan lainnya, sehingga memunculkan sikap saling menghargai, saling menghormati, kejujuran, serta sikap saling membantu satu sama lain.
- penciptaan suatu visi di mana para anggota organisasi mengalami suatu perasaan panggilan hidup yaitu kehidupan mereka mempunnyai makna dan mampu membuat perubahan kepada orang lain.
- mewujudkan suatu budaya sosial atau organisasi berdasarkan pada cinta altruistis di mana para pemimpin dan pengikut mempunyai perhatian dan keprihatinan genuin untuk diri sendiri dan orang lain, sehingga melahirkan perasaan keanggotaan dan merasa dipahami serta dihargai.
Pengertian kepemimpinan spiritual atau “spiritual leadership” dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
1. Tobroni.
Tobroni, dalam “The Spiritual Leadership”, menyebutkan bahwa kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi keduniawian kepada dimensi spiritual (keilahian). Maksudnya adalah seorang pemimpin selain harus kompeten, juga harus memiliki sifat-sifat terpuji, seperti : jujur, disiplin, amanah, bijaksana, aspiratif dan utamanya mampu memberikan teladan kepada setiap anak buahnya. Seorang dengan spiritual leadership akan menjadi sosok pemimpin yang kredibel, dihormati, dan berwibawa.
2. Louis W. Fry.
Louis W. Fry, dalam “Toward A Theory of Spiritual Leadership”, yang dimuat dalam The Leadership Quarterly, Volume : 14 (6), Bulan Desember 2003, menyebutkan bahwa kepemimpinan spiritual adalah kumpulan dari nilai-nilai, sikap, dan perilaku seorang pemimpin yang digunakan untuk memotivasi atau mempengaruhi diri sendiri serta orang lain dalam mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kepemimpinan spiritual akan memunculkan sikap seperti saling menghargai, saling menghormati, kejujuran, serta sikap saling membantu satu sama lain. Lebih lanjut, Louis W. Fry menjelaskan bahwa kepemimpinan spiritual akan membentuk rasa kesejahteraan spiritualitas (spiritual well-being) bagi para pengikutnya melalui calling dan membership, yang dilakukan melalui :
- penciptaan visi, di mana anggota organisasi (pemimpin dan pengikut) merasakan keterpanggilan (calling) dalam kehidupan, memiliki makna dan tujuan, serta membuat sebuah perbedaan.
- penetapan budaya organisasi sosial, yang didasarkan pada nilai-nilai yang mementingkan kepentingan orang lain (altruistic love) di mana pemimpin dan pengikut memiliki rasa keanggotaan (membership), merasa dipahami dan dihargai, memiliki kepedulian, perhatian dan penghargaan untuk diri sendiri dan orang lain.
Aspek Kepemimpinan Spiritual. Kepemimpinan spiritual dibentuk berdasarkan beberapa aspek atau dimensi. Louis W. Fry menjelaskan bahwa beberapa aspek atau dimensi pembentuk kepemimpinan spiritual adalah :
1. Vision.
Louis W. Fry menyebutkan bahwa vision atau visi merupakan fungsi penting dalam organisasi yang menjelaskan arah umum dari tujuan organisasi, menyederhanakan ratusan atau ribuan keputusan yang lebih rinci, membantu dengan cepat dan efisien, serta mengkoordinasikan tindakan banyak orang yang berbeda. Vision berperan dalam memberikan energi bagi anggota organisasi, memberikan makna dalam bekerja, dan mengumpulkan komitmen.
Vision merupakan bagian terpenting dari organisasi, yang menggambarkan apa yang diinginkan oleh organisasi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Vision mengacu pada gambaran masa depan dengan beberapa penjelasan implisit maupun ekplisit tentang mengapa orang harus berusaha untuk menciptakan masa depan.
2. Altruistic Love.
Louis W. Fry menjelaskan bahwa altruistic love dalam kepemimpinan spiritual merupakan rasa keutuhan, harmonis dan pembentuk kesejahteraan melalui kepedulian, perhatian, serta menghargai diri sendiri dan orang lain. Altruistic love juga berarti perasaan yang utuh, harmonis, kesejahteraan, kepedulian dan apresiasi untuk diri dan sesama. Di dalam altruistic love mengandung nilai sabar, ramah, tidak iri hati, rendah hati, pengendalian diri, dipercaya, setia, dan kejujuran. Kepemimpinan spiritual memerlukan pengembangan sosial atau budaya organisasi berdasarkan altruistic love. Budaya organisasi terdiri atas kumpulan nilai-nilai kunci, asumsi, pemahaman, dan cara-cara berpikir yang dianggap sebagai hak dan dibagi oleh anggota organisasi
Lebih lanjut Louis W. Fry menyebutkan bahwa altruistic love dimanifestasikan dengan tanpa syarat (unconditional), tidak egois (unselfish), setia (loyal), baik hati (benevolent care), perhatian (concern), dan penghargaan untuk diri dan orang lain (appreciation for self and others). Nilai-nilai altruistic love termasuk pengampunan (forgiveness), penerimaan (acceptance), rasa syukur (gratitude), kebaikan (kindness), integritas (integrity), empati/kasih sayang (empathy/compassion), kejujuran (honesty), kesabaran (patience), keberanian (courage), kepercayaan/loyalitas (trust/loyalty), serta kerendahan hati (humility).
3. Hope/Faith.
Louis W. Fry menjelaskan bahwa hope atau harapan merupakan keinginan atas sebuah pengharapan yang dipenuhi. Orang yang memiliki kepercayaan atau harapan memiliki tujuan kemana mereka akan pergi, dan bagaimana cara mencapainya, mereka akan dapat menghadapi perlawanan, pertahanan, dan penderitaan dalam mencapai tujuan. Sedangkan, faith atau keyakinan merupakan kepastian dari sesuatu yang diharapkan, serta sanksi dari sesuatu yang tidak terlihat. Kepercayaan lebih dari sekedar harapan atau sebuah pengharapan atas sesuatu yang diinginkan.
Baca juga : Gaya Dan Teori Kepemimpinan
Indikator Kepemimpinan Spiritual. Seorang dengan kepemimpinan spiritual dapat dilihat dari beberapa indikator. Tobroni menjelaskan bahwa indikator yang dimiliki oleh seseorang dengan kemampuan kepemimpinan spiritual adalah :
- memiliki kejujuran sejati. Salah satu rahasia sukses para pemimpin yang besar dalam mengemban misinya adalah memegang teguh kejujuran.
- tidak menyukai formalitas. Bagi seorang dengan kepemimpinan spiritualitas, formalitas tanpa isi bagaikan pepesan kosong. Tindakan formalitas perlu dilakukan untuk memperkokoh makna dari substansi tindakan itu sendiri dan dalam rangka merayakan sebuah kesuksesan, kemenangan.
- membangkitkan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain. Seseorang dengan kepemimpinan spiritual berupaya mengenali jati dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenali jati dirinya ia dapat membangkitkan segala potensinya dan dapat bersikap secara arif dan bijaksana dalam berbagai situasi.
- pemimpin yang dicintai. Seorang dengan kepemimpinan spiritual akan menempatkan kasih sayang dalam hubungan dengan pengikutnya di sebuah organisasi.
- keterbukaan menerima perubahan. Seorang dengan kepemimpin spiritual tidak alergi dengan perubahan, bahkan ia memiliki rasa hormat bahkan rasa senang dengan adanya perubahan ke arah yang lebih baik.
Model Kepemimpinan Spiritual. Secara umum, terdapat dua model kepemimpinan spiritual, yaitu :
1. Model Kepemimpinan Spiritual dari Gilbert W. Fairholm.
Gilbert W. Fairholm, dalam “Spiritual Leadership: Fulfilling Whole Self Need at
Work”, yang dimuat dalam Leaders Organizational Development Journal, Volume : 14, Tahun 1996, menjelaskan bahwa model kepemimpinan spiritual mengakui orang secara keseluruhan, yang berarti bahwa orang yang bekerja memiliki kualitas kemanusiaan, tidak hanya keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan pada perusahaan. Model ini memperlihatkan pola dinamis hubungan dari tugas kepemimpinan spiritualitas, proses, dan tujuan utama. Gilbert W. Fairholm menjelaskan bahwa model kepemimpinan spiritual menggunakan tiga kategori, yaitu :
- spiritual leadership tasks (tugas kepemimpinan spiritualitas).
- spiritual leadership process technologies (teknologi proses kepemimpinan spiritualitas).
- prime leadership goal (tujuan utama kepemimpinan).
Menurut Gilbert W. Fairholm, tujuan utama dari kepemimpinan spiritual adalah :
- untuk mengembangkan budaya yang mendukung kemajuan terus-menerus.
- perbaikan dalam pelayanan pelanggan melalui pemenuhan pergeseran budaya.
- berusaha memberikan yang terbaik pada orang dan hubungan yang terbaik untuk diri orang yang lebih tinggi serta mencari kedamaian batin bagi diri dan orang lain.
- dapat mempengaruhi upaya pengikut untuk keberhasilan dengan meningkatkan harapan pemimpin dari pengikutnya.
2. Model Kepemimpinan Spiritual dari Louis W. Fry.
Model kepemimpinan spiritual menurut Louis W. Fry merupakan teori sebab akibat oleh kepemimpinan spiritual, melalui motivasi intrinsik yang merangkumi visi (vision), harapan dan keyakinan (hope and faith), serta cinta altruistis (altruistic love) yang kemudian melahirkan spiritualitas dalam organisasi (spiritual well-being). Hal tersebut mencakup :
- membuat visi di mana para pemimpin dan pengikut mengalami rasa terpanggil (calling) bahwa hidup ini memiliki makna, tujuan, dan mampu membuat perubahan.
- membangun budaya organisasi sosial berdasarkan nilai-nilai cinta altruistis, di mana pengikut memiliki rasa keanggotaan (membership) disebabkan merasa dimengerti dan dihargai, keprihatinan dan penghargaan untuk diri sendiri dan orang lain.
- outcome dari kepemimpinan spiritual (triple bottom line) adalah commitment and productivity, financial performance, employees satisfaction, dan corporate/social responsibility.
Menurut Louis W. Fry, tujuan utama dari kepemimpinan spiritual adalah :
- untuk memasuki kebutuhan mendasar kesejahteraan rohani dari pemimpin dan pengikutnya sehingga mereka menjadi lebih memiliki komitmen dalam organisasi dan produktif.
Dampak Kepemimpinan Spiritual. Kepemimpinan spiritual akan membawa banyak dampak postif bagi suatu organisasi. Dampak dari kepemimpinan spiritual dimaksud, diantaranya adalah :
- meningkatkan intuisi dan kreativitas para anggota organisasi, baik dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya ataupun dalam hal mencari solusi dari permasalahan yang dihadapinya.
- membentuk kejujuran dan kepercayaan di antara para anggota organisasi.
- menghasilkan tingkat pemenuhan pribadi dan semangat kerja yang tinggi.
- meningkatkan kinerja organisasi.
Baca juga : Manajemen Perubahan (Change Management)
Faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Spiritual. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepemimpinan spiritual, diantaranya adalah :
- mencintai kebenaran dan hanya takut pada Tuhan.
- dapat dipercaya, bersedia dan mampu mempercayai orang lain.
- memiliki kemampuan dalam bidangnya dan berpandangan luas yang didasari kecerdasan (intelegensi) yang memadai.
- senang bergaul, ramah tamah, suka menolong, dan memberi petunjuk serta terbuka pada kritik orang lain.
- memiliki semangat untuk maju, semangat pengabdian dan kesetiakawanan, serta kreatif dan penuh inisiatif.
- bertanggung jawab dalam mengambil keputusan dan konsekuen, berdisiplin serta bijaksana dalam melaksanakannya.
- aktif memelihara kesehatan jasmani dan rohani.
Baca juga : Rotasi Pekerjaan (Job Rotation)
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian kepemimpinan spiritual (spiritual ledership), aspek, indikator, model, dan dampak kepemimpinan spiritual, serta faktor yang mempengaruhi kepemimpinan spiritual (spiritual leadership).
Semoga bermanfaat.