Pengertian Syubhat. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan dalam HR. Bukhari dan Muslim, yang artinya :
“dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir ra, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati.”
Syubhat sesungguhnya menggambarkan pengetahuan objektif sebagian besar orang terhadap status hukum suatu perkara. Sebab, dalam pandangan hukum syariat, tidak ada satu pun masalah yang tidak memiliki status hukum. Sekalipun kadang-kadang diperdebatkan, ketidak-jelasannya bukan karena keraguan, tapi berlandaskan keilmuan yang jelas ;
- seseorang yang masih ragu-ragu terhadap hukum suatu perkara, dan belum jelas mana yang benar baginya, maka perkara itu dianggap syubhat baginya, dia harus menjauhi perkara tersebut hingga jelas baginya status kehalalannya.
- bagi orang yang tahu (paham atau berilmu), maka status perkaranya sudah jelas (haram, halal, makruh). Walau kadang terdapat perbedaan pendapat dikalangan ahlul ilmi (ulama), utamanya di antara mazhab-mazhab fiqih.
Secara terminologi, istilah “syubhat” memiliki arti samar-samar atau menaruh keragu-raguan. Sedangkan secara terminologi, istilah “syubhat” dapat diartikan sebagai perkara yang diragukan hukum halal atau haramnya. Ketika suatu perkara tidak jelas status hukumnya, maka Islam mengajarkan untuk meninggalkan perkara tersebut agar tidak terjatuh pada perkara haram. Syubhat juga berarti sebuah keadaan kerancuan berpikir dalam memahami sesuatu hal, yang mengakibatkan sesuatu yang salah terlihat benar atau sebaliknya. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, disebutkan bahwa syubhat adalah suatu hal yang ketentuan hukumnya tidak diketahui dengan pasti, apakah dihalalkan atau diharamkan.
Terhadap perkara syubhat, Islam memberikan suatu garis yang disebut wara’, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang belum jelas halal dan haramnya karena takut terjatuh pada perkara yang haram. Dengan sifat wara’ ini seorang muslim diharuskan menjauhkan diri dari masalah yang masih syubhat, sehingga ia tidak akan terseret kepada perbuatan yang haram.
Baca juga : Pengertian Hukum Islam
Selain itu, pengertian syubhat juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli atau ulama, diantaranya adalah :
- Imam Al-Ghazali, dalam “Ihya ’Ulumuddin”, menyebutkan bahwa syubhat sesuatu yang masalahnya tidak jelas karena di dalamnya terdapat dua macam keyakinan yang berlawanan yang timbul dari dua faktor yang menyebabkan adanya dua keyakinan tersebut.
- Abdurrahman Ar-Rasyid, dalam “Halal Haram Menurut Al-Quran dan Hadist”, menyebutkan bahwa syubhat adalah setiap perkara yang tidak begitu jelas antara halal dan haramnya bagi manusia. Hal ini dapat terjadi karena tidak jelasnya dalil dan mungkin karena tidak jelasnya jalan untuk memahami nash atau dalil yang ada terhadap suatu peristiwa.
- Fahrur Mu’is dan Muhammad Suhadi, dalam “40 Pesan Nabi Untuk Setiap Muslim”, menyebutkan bahwa syubhat adalah sesuatu yang masih dipertentangkan hukumnya berdasarkan dalil-dalil dalam dan sunnah.
Macam Syubhat. Perkara syubhat dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Abu Bakar bin Muhammad bin Ibrahim bin al-Mundzir al-Naisaburi, seorang ulama mazhab Syafi’I, dalam “Al-Ausat fi al-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf”, menjelaskan bahwa perkara syubhat dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Sesuatu yang haram bercampur dengan yang halal.
Misalnya, buah hasil curian termasuk makanan haram. Lalu, buah ini tercampur dengan sekeranjang buah halal lainnya. Dalam hal ini, makanan haram yang bercampur dengan makanan halal, serta tidak bisa dibedakan, buah mana yang hasil curian [haram] dan buah yang halal, maka ia tergolong perkara syubhat.
2. Perkara halal, lalu muncul keraguan.
Misalnya, seseorang sudah berwudu untuk salat, lalu ia ragu apakah sudah batal atau belum. Dalam kasus ini, perkara syubhatnya tidak berpengaruh apa-apa karena keraguan itu muncul atas hal yang pasti (sudah berwudu). Karenanya, ia dapat tetap salat dan ibadahnya tergolong sah.
3. Perkara yang belum jelas status halal atau haramnya.
Misalnya, ketika seseorang bepergian ke negara atau wilayah non-muslim, kemudian ia makan di restoran atau warung makan milik penduduk asli sana. Jika ia tidak bertanya, maka ia tidak tahu status makanan tersebut. Jika makanan itu daging, belum tentu hewan tersebut disembelih sesuai syariat Islam, atau bisa jadi juga daging yang haram.
Sedangkan Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa perkara syubhat terdiri dari :
- sesuatu yang pengharamannya jelas, kemudian timbul keraguan tentang kehalalannya. Misalnya, ketika seorang pria sedang berburu, ia melepaskan anak panah dan berhasil melukai binatang buruan. Karena terluka, binatang tersebut kemudian terjatuh ke dalam air. Saat diperiksa, ternyata hewan tersebut sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Namun tidak diketahui secara pasti apakah binatang itu mati karena tenggelam atau karena terkena panah. Dengan demikian, status hukum binatang tersebut mendekati haram, karena hukum asalnya adalah haram (dinyatakan sebagai bangkai).
- sesuatu yang kehalalannya sudah diketahui namun keharamannya masih diragukan. Dalam hal ini, ketetapan hukumnya adalah halal. Misalnya, seorang pria memiliki istri dan kemudian ragu apakah ia telah mentalaknya atau belum. Dalam kasus ini istrinya tetap halal selama sang suami tidak yakin telah mentalaknya.
- sesuatu yang semula haram, namun belakangan ada hal baru yang menyebabkannya menjadi halal. Misalnya, seseorang memanah binatang buruan, namun tubuh binatang tersebut tidak ditemukan. Belakangan sang pemburu menemukan binatang buruannya sudah mati di tempat yang berbeda. Ia mengetahui hewan tersebut adalah binatang yang ia buru berdasarkan bekas luka dan panah yang masih ada di tubuhnya.
- sesuatu yang kehalalannya jelas, namun muncul dugaan adanya sebab yang mengharamkannya. Misalnya, ada dugaan kuat bahwa bejana tempat air terkena najis berdasarkan tanda-tanda tertentu. Akibatnya, haram hukumnya meminum air atau berwudhu menggunakan air tersebut.
Manfaat Memahami Syubhat. Memahami perkara syubhat memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah :
- menjauhkan diri dari perbuatan haram.
- menjaga hati dari penyakit iri, dengki, dan sombong. Sebab alam perbuatan seseorang menggambarkan kondisi hatinya.
- meningkatkan ketakwaan.
Sumber Syubhat. Perkara syubhat dapat bersumber dari beberapa hal. Secara umum, perkara syubhat dapat bersumber dari dua hal, yaitu :
- ketidak-jelasan status hukumnya.
- ketidak-jelasan sifat atau faktanya.
Status hukumnya dapat diketahui baik berdasarkan nash ataupun berdasarkan ijtihad yang dilakukan ulama dengan metode qiyas, istishab, dan sebagainya.
Sedangkan Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa sumber syubhat diantaranya adalah :
1. Keraguan dalam sebab yang menghalalkan dan yang mengharamkan.
Keraguan tersebut tidak terlepas dari dua kemungkinan, yaitu setara atau kecenderungan pada salah satu dari dua kemungkinan ;
- apabila kedua kemungkinan itu setara atau sama, maka hukumnya adalah berdasarkan yang dikenal sebelumnya.
- apabila salah satu dari dua kemungkinan itu lebih kuat maka hukumnya adalah bagi yang lebih kuat.
2. Keraguan yang ditimbulkan oleh percampuran.
Keraguan tersebut karena bercampurnya yang haram dan yang halal, yang berakibat tidak dapat dibedakan lagi antara keduanya, sehingga muncul keraguan apakah sesuatu itu halal atau haram.
3. Keraguan karena adanya hubungan kemaksiatan dengan sebab yang menghalalkan.
Hubungan tersebut dapat terlihat pada sesuatu itu sendiri, pada tujuannya, pada permulaannya atau pada persoalan jual beli. Namun maksiat ini bukan sejenis maksiat yang merusak aqad (ikatan perjanjian) atau membatalkan sebab yang menghalalkan sesuatu.
4. Keraguan karena perbedaan dalam berbagai dalil.
Perbedaan di dalam berbagai dalilnya ini seperti perbedaan di dalam sebab-sebabnya. Karena sebab menentukan hukum halal dan haram sedangkan dalil untuk mengetahui hukum halal dan haram. Lebih jelas lagi bahwa dalil merupakan sebab untuk bisa sampai pada pengertian yang nyata pada suatu barang.
Baca juga : Perbedaan Hukum Syari'at Dan Hukum Fikih
Hukum Meninggalkan Syubhat. Menurut Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Amir Al-Yamny Ash-Shan’any, dalam “Subulus Salam Syarhu Bulughul Maram Min Jam’i Adillati Al-Ahkam”, disebutkan bahwa menurut pendapat Ahmad Batahi Al-Khatabi, hukum meninggalkan syubhat meliputi :
- wajib. Apabila yang syubhat itu diyakini membawa pada yang haram, maka meninggalkannya adalah wajib.
- sunah. Apabila yang syubhat itu lebih berat kepada yang haram, maka meninggalkannya adalah sunah.
- makruh. Apabila yang syubat itu lebih berat kepada yang halal, maka meninggalkannya adalah makruh.
Baca juga : Rukhsah (Hukum Pengecualian) Dalam Konsep Islam
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian syubhat, macam, manfaat memahami, dan sumber syubhat, serta hukum meninggalkan syubhat.
Semoga bermanfaat.