Kolusi : Pengertian, Modus Operandi, Ciri-Ciri, Bentuk, Faktor Penyebab, Dan Dampak Kolusi, Serta Upaya Mengatasi Kolusi

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Kolusi. Berbicara tentang “kolusi”, tidak dapat dipisahkan dengan “korupsi” dan “nepotisme”. Ketiganya seperti mata rantai yang saling berkaitan. Seperti halnya kejahatan konvensional lainnya, kolusi termasuk juga korupsi dan nepotisme merupakan suatu fenomena universal. Jenis kejahatan kolusi tidak hanya ditemukan di negara-negara berkembang, tetapi juga dapat ditemukan di banyak negara-negara maju.

Praktek kolusi seakan menjadi penyakit menular. Adakalanya disebabkan karena pemenuhan kebutuhan, seperti yang dilakukan oleh pegawai rendahan, tetapi ada juga yang karena pengaruh budaya materialistis menumpuk kekayaan, seperti koruptor-koruptor dari kalangan pejabat tinggi yang kehidupannya sudah lebih dari mewah.

Secara etimologi, istilah “kolusi” berasal dari bahasa Latin, yaitu “collusio” yang berarti kesepakatan rahasia, dalam arti persekongkolan untuk melakukan perbuatan tidak baik. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kolusi diartikan sebagai kerja sama secara diam-diam (rahasia) untuk maksud tidak terpuji dan/atau persekongkolan.

Sedangkan secara terminologi, istilah “kolusi” dapat diartikan sebagai suatu tindakan persekongkolan, persekutuan, atau permufakatan untuk urusan yang tidak baik. Perbuatan tidak baik tersebut mungkin berupa delik (tindak pidana), mungkin juga tidak. Kolusi untuk berbohong bukanlah masuk dalam ruang lingkup hukum pidana. Berkolusi dalam arti yang sama dengan bersekongkol (samenspanning) bukanlah delik (tindak pidana), apabila hanya dalam tahap sepakat saja tanpa pelaksanaan, kecuali dalam hal bermufakat untuk melakukan makar. Kolusi juga dapat berarti suatu kerja sama antara pemegang jabatan publik (aparat negara) dengan pihak lain, termasuk pengusaha, dengan tujuan yang tidak baik yang dapat menghambat usaha pemerataan kesempatan.

Dalam hukum positif Indonesia, pengertian kolusi dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor : 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar penyelenggara Negara atau pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.

Dalam bidang ekonomi, kolusi sering sekali terjadi dalam bidang industri pada saat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama. Kolusi tersebut paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, di mana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Contoh kolusi dalam bidang ini adalah kartel.


Selain itu, pengertian kolusi juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa hari, diantaranya adalah :
  • M. Dawam Rahardjo, dalam “Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) : Kajian Konseptual dan Sosio-Kultural”, menyebutkan bahwa kolusi adalah perjanjian antar perusahaan untuk bekerja sama, guna menghindari persaingan yang saling merusak. Cara untuk mencapai kerja sama tersebut sejak perjanjian yang sifatnya informal hingga yang rahasia atau sembunyi-sembunyi, mulai dari penggabungan informasi hingga pengaturan resmi dalam suatu organisasi, di mana sanksi dikenakan bagi yang melanggar.
  • Paul A. Samuelson, dalam “Economics”, menyebutkan bahwa kolusi adalah perjanjian di antara beberapa perusahaan untuk bekerja sama dalam menaikkan harga, membagi pasar yang berakibat membatasi persaingan bebas”.


Modus Operandi Kolusi. Dalam banyak kasus, modus operandi yang umum dilakukan meliputi dua hal, yaitu :
  • gratifikasi, merupakan pemberian “hadiah” baik berupa uang tunai maupun barang dari pengusaha kepada oknum pejabat, baik di tingkat daerah maupun nasional (anggota parlemen atau eksekutif) dengan tujuan untuk memperlancar kepentingan pihak-pihak tertentu.
  • perantara (broker), merupakan pihak yang menghubungkan para pihak (dengan mekanisme government to government atau government to producer) dengan tujuan untuk memperlancar urusan salah satu pihak yang terkait, dengan cara-cara yang umumnya tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.


Ciri-ciri Kolusi. Beberapa hal yang menjadi ciri-ciri dari kolusi adalah :
  • adanya kerja sama rahasia atau pemufakatan ilegal antara dua orang atau lebih yang tujuannya melawan hukum yang berlaku.
  • pemufakatan atau kerja sama ilegal dilakukan oleh penyelenggara negara atau pihak-pihak yang memiliki posisi penting.
  • terjadi pemberian uang pelicin atau fasilitas (gratifikasi) tertentu kepada pejabat pemerintah agar kepentingan pihak-pihak tertentu tercapai.


Bentuk Kolusi. Perlaku kolusi dapat terjadi di segala bidang. Dalam bidang ekonomi, kolusi sering terjadi di pasar oligopoli. Pasar yang hanya terdiri dari sedikit pemain dan masing-masing memiliki ketergantungan strategis. Secara umum, kolusi dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :

1. Kolusi Formal.
Kolusi formal atau “formal collusion” disebut juga sebagai “kartel” merupakan bentuk kolusi di mana para pemain membuat perjanjian formal untuk memaksimalkan keuntungan bersama. Mereka mungkin mengkoordinasikan output, standar produk, pembagian wilayah distribusi, ataupun standar produk. Tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan harga tinggi.

2. Kolusi Diam-Diam.
Kolusi diam-diam atau “tacit collusion” merupakan bentuk kolusi di mana perusahaan membuat perjanjian informal tanpa benar-benar berkomunikasi secara langsung dengan saingan mereka. Perjanjian diam-diam ini untuk menghindari deteksi regulator pemerintah. Contoh dari kolusi diam-diam adalah price leadership (penetapan harga oleh beberapa pelaku pasar).


Faktor Penyebab Kolusi. Faktor penyebab terjadinya kolusi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Faktor masyarakat.
Faktor dari masyarakat yang dapat menimbulkan perilaku kolusi, diantaranya adalah :
  • masalah ekonomi, seperti pendapatan kecil, kebutuhan hidup banyak.
  • latar belakang kebudayaan dan kultur atau lingkungan tempat tinggal.

2. Faktor pemerintah.
Faktor dari pemerintah yang dapat menimbulkan perilaku kolusi, diantaranya adalah :
  • monopoli kekuasaan dan kewenangan jabatan yang absolut tanpa adanya mekanisme pertanggungjawaban.
  • hubungan personal antara atasan dan bawahan yang tidak berdasarkan asas persamaan.
  • lemahnya sistem kontrol.

Sedangkan secara umum, faktor penyebab terjadinya perilaku kolusi adalah :
  • hukum positif yang kurang tegas dan kurang konsisten.
  • munculnya keinginan menyalah-gunakan kewenangan.
  • budaya menyenangkan atasan.
  • apatis terhadap masyarakat.
  • norma agama yang semakin luntur.


Dampak Kolusi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari perilaku kolusi, diantaranya adalah :
  • proses demokrasi menjadi terganggu karena adanya pelanggaran hak-hak warga negara.
  • timbulnya ketidak-percayaan masyarakat terhadap aparat negara.
  • terjadi ketidak-selarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme proses (sesuai prosedur dan hukum) dengan praktiknya.
  • terjadi kesenjangan sosial di masyarakat dan ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan.
  • proses pertumbuhan ekonomi dan investasi menjadi terhambat sehingga pengentasan kemiskinan menjadi terhambat.
  • terjadi pemborosan terhadap sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya ekonomi.

Baca juga : Reformasi Birokrasi

Upaya Mengatas Kolusi. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kolusi, diantaranya adalah :
  • membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta, tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
  • mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai pemerintahan sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakkan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
  • menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
  • menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi, dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalah-gunakan.
  • menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa instansi atau perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian kolusi, modus operandi, ciri-ciri, jenis, faktor penyebab, dan dampak kolusi, serta upaya mengatasi kolusi.

Semoga bermanfaat,