Ittiba' (Ittiba' Al Rasul) : Pengertian, Bentuk, Tujuan, Dan Keutamaan Ittiba' (Ittiba' Al Rasul)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Ittiba’. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran : 31, yang artinya :

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam surat yang lain, Allah berfirman dalam QS. Al Araf : 157, yang artinya :

(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu- belenggu yang ada pada mereka Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orangorang yang beruntung.”


Secara etimologi, istilah ittiba’ berasal bahasa Arab, yaitu tabi’a yang berarti mengikuti. Dalam Kamus Bahasa Arab Al Munawirittiba’ diartikan dengan diikuti (tergantung pada) dan tbah. Secara terminologi, istilah ittiba’ dapat diartikan sebagai mengikuti pendapat seorang mujtahid dengan mengetahui dalil serta metode yang digunakan seorang mujtahid dalam mengambil hukum. Berdasarkan pengertian tersebut, secara umum ittiba’ berarti mengikuti dengan mengetahui proses suatu ijtihad. Sebagai umat muslim diwajibkan untuk ittiba’ kepada Nabi Muhammad SAW atau ittiba’ al rasul yang berarti mengikuti ibadah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, baik perkataan maupun perbuatan. Ittiba’ al rasul juga dapat berarti mengikuti atau menerima semua yang diperintahkan atau dibenarkan oleh Rasulullah SAW.


Selain itu, pengertian ittiba’ (ittiba’ al rasul) juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama, diantaranya adalah :
  • Ismail Ibn ‘Umar Ibn Katsir Al-Qurasyi Al-Damasyqi, dalam “Tafsir Al-Quran Al ‘Azhim”, menyebutkan bahwa ittiba’ al rasul adalah mengikuti syariat agama atau sunnahnya dalam setiap perkataan dan amal perbuatahnnya, serta dalam berbagai keadaan yang dialaminya.
  • Faishal Ibn ’Ali Al Ba’dani, dalam “Ittiba’ Al Nabi SAW Fi Dhau’ Al Wahyain”, menyebutkan bahwa ittiba’ al rasul adalah mengikuti langkah (iqtidha’) dan meneladani (ta’assi) Nabi dalam aqidah, ucapan, perbuatan maupun dalam berbagai hal yang beliau tinggalkan dengan mengamalkan hal apa saja yang dikerjakannya, baik yang berstatus hukum wajib, sunnah, mubah, makruh ataupun haram, disertai niat dan keinginan kuat (iradah) dalam ittiba’ tersebut. Lebih lanjut, Faishal Ibn ’Ali Al Ba’dani menjelaskan bahwa ittiba’ al rasul berarti juga mengimplementasikan perintah dan larangan yang beliau ajarkan seperti layaknya Al Qur’an, karena masih dikategorikan sebagai wahyu Allah dan dengan mengaktualisasikan Al-Sunnah yang suci.
  • Ahmad Ibn Taimiyyah al-Harrani, dalam “Majmu’ah Al Fatawa”, menyebutkan bahwa ittiba’ al rasul adalah mengaktualisasikan amal perbuatan sama persis seperti realisasi amal perbuatannya (Rasul). Oleh karenanya, apabila Rasulullah SAW mengerjakan suatu ibadah yang disyariatkan kepada umat muslim, maka umat muslim wajib mengerjakannya sebagai ibadah. Dan apabila Rasulullah SAW mengkhususkan suatu tempat atau waktu tertentu, maka umat muslim-pun mengkhususkannya pula.
  • ’Abd Al-Rahman Ibn Nashir Al Sa’adi, dalam “Taisir Al Karim Al Rahman Fī Tafsir Kalam Al Mannan”, menyebutkan bahwa ittiba’ al rasul adalah mengikuti syariat yang diwahyukan Allah kepada rasul-Nya karena ia merupakan penyampai (mubaligh) wahyu Allah yang dengannya umat manusia mampu menggapai jalan hidayah, dan syariat atau wahyu tersebut merupakan sumber petunjuk dan rahmat dalam seluruh aspek ilmu, perbuatan, karakter diri, dan dalam seruan dakwahnya, baik dalam aqidah, ucapan maupun amal perbuatan, maka mengikutinya adalah dengan mengimplementasikan perintahnya dan meninggal larangannya.


Bentuk Ittiba’. Secara umum, ittiba’ dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :

1. Ittiba’ kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah berfirman dalam QS. An Nisa : 59, yang artinya :

Wahai orang-orang yang beriman !, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri(pemegang kekuasaan) di antara kamu. kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

QS. An Nisa : 59 tersebut menunjukkan :
  • pentingnya ittiba’ kepada Allah dan rasul dalam semua aspek kehidupan.
  • bahwasannya orang-orang yang tidak mengembalikan masalah khilafiyah kepada Al-Quran dan sunnah, mereka bukanlah seorang mukmin yang hakiki, bahkan dia adalah seorang yang beriman kepada taghut.

2. Ittiba’ kepada selain Allah dan Rasul-Nya.
Maksud dari ittiba’ kepada selain Allah dan Rasul-Nya adalah mengikuti sesuatu yang tidak berlandaskan kepada Al Quran dan sunnah, seperti diantaranya adalah :
  • ittiba’ kepada hawa nafsu.
  • ittiba’ kepada syaitan.
  • ittiba’ kepada persangkaan.
  • ittiba’ kepada orang kafir.
  • ittiba’ kepada kebiasaan nenek moyang yang bertentangan dengan Al Quran dan As Sunnah.


Tujuan Ittiba’. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, niscaya umat muslim tidak akan keliru dalam melaksanakan ibadah. Beberapa tujuan berittiba’ kepada Rasulullah SAW, diantaranya adalah :

1. Mendapatkan hidayah.
Seseorang yang berusaha berittiba’ kepada Rasulullah SAW, makai a akan memperoleh hidayah dari Allah.

2. Memperoleh keberuntungan.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam QS. Al A’raf : 157 tersebut di atas.

3. Tsabat (teguh) di atas kebenaran.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Imran : 173 - 174 , yang artinya :

(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang yang mengatakan kepadanya, "Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka". Ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab,"Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung". Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridaan Allah. Allah mempunyai karunia besar.”


4. Mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari Allah.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Anfal : 64, yang artinya :

Wahai Nabi (Muhammad)! Cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.”


5. Bergabung dengan barisan para Nabi.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam QS. An Nisa : 69, yang artinya :

Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya”.


6. Terhindar dari rasa takut dan sedih.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Baqarah : 38, yang artinya :

Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga! kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan mereka tidak bersedih hati".”


7. Memperoleh pintu taubat dan ampunan.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam QS. At Taubah : 117, yang artinya :

Sungguh, Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang ansar yang mengikuti Nabi pada masa sulit, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi, Maha Penyayang kepada mereka.”



Keutamaan Ittiba’. Terdapat beberapa keutamaan ittiba’ (ittiba’ al rasul), diantaranya adalah :

1. Ittiba’ sebagai syarat diterimanya amal ibadah.
Suatu perbuatan dari amalan ibadah tidak akan diterima apabila tidak disertai dengan ittiba’ kepada Rasulullah SAW. Karena sebagaima diketahui segala perkara ibadah telah di jelaskan dalam Al Quran maupun hadits. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana disebutkan dalam HR. Bukhari dan Muslim, yang artinya :

Ummul Mukminin, Ummu Abdillah, ‘Aisyah ra, berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda "Barangsiapa yang membuat hal-hal baru dalam urusan (ibadah) yang tidak ada dasar hukumnya maka ia tertolak".”


2. Ittiba’ sebagai salah satu prinsip dalam Islam.
Ikhlas dan menunggalkan Allah dalam ibadah adalah hakikat keimanan seorang hamba kepada Allah dengan persaksiannya la ilaha illallah. Adapun ittiba’ dan meniru Rasulullah SAW adalah hakikat keimanan seorang hamba dan persaksiannya bahwa Muhammad Rasulullah SAW. Dua hal tersebut termasuk salah satu prinsip dalam islam. Allah berfirman dalam QS. Al Kahfi : 110, yang artinya :

Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia biasa seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa". Maka Barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan kebajikan (amal shaleh) dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”


3. Ittiba’ sebagai sebab masuk surga.
Pada hakikatnya Rasulullah SAW sangat mencintai umatnya,sehingga beliau meninggalkan dua pusaka agar ummatnya dapat masuk surga. Adapun dua pusaka tersebut Al Quran dan sunnah. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana disebutkan dalam HR. Bukhari, yang artinya :

Setiap umatku akan masuk surga, kecuali orang-orang yang enggan memasukinya. Ada seseorang yang bertanya, siapakah orang yang enggan tersebutwahai Rasulullah? Beliau bersabda, "Barang siapa mentaatiku akan masuk surga, barangsiapa tidak taat kepadaku sungguh dia yang enggan masuk surga".”


4. Ittiba’ adalah bukti cinta kepada Nabi.
Salah satu bukti cinta kepada Rasulullah yaitu dengan cara mengikuti beliau dengan cara ucapan dan perbuatan. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al Imran : 31 tersebut di atas.

5. Ittiba’ adalah jalan mendapatkan cinta Nabi sebenarnya.
Allah mewajibkan kepada hamba-Nya untuk cinta kepada rasul dan mengedepankand ari cinta terhadap diri sendiri. Rasulullah SAW juga menegaskan kepada ummatnya untuk mencintainya melebihi apupun. Rasulullah SAW bersabda sebagaimana dalam HR. Bukhari, yang artinya :

Dari Anas bin Malik, dia berkata bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Tidak beriman seorang diantaramu, sehingga aku lebih dicintai olehnya dari pada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan semuanya".”


6. Ittiba’ adalah jalan pelaksanaan perintah untuk taat kepada Rasul.
Ittiba’ merupakan jalan pelaksanaan perintah untuk taat kepada rasul dan menjauhi ancaman yang terkait dengannya. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam QS. An Nisa : 59 tersebut di atas.

7. Ittiba’ adalah sifat seorang mukmin yang absolut.
Maksudnya adalah seorang mukmin yang senantiasa patuh dengan Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An Nur : 51 - 52, yang artinya :

Hanya ucapan oran-orang mukmin, yang apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata,"Kami mendengar, dan kami taat". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.”


8. Ittiba’ adalah tanda-tanda ketaqwaan.
Ittiba’ kepada Nabi merupakan tolak ukur ketakwaan kepada Allah. Allah berfirman dalam QS. Al Hajj : 32, yang artinya :

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah Maka Sesungguhnya hal itu timbul dari Ketakwaan hati.”



Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian ittiba’ (ittiba’ al rasul), bentuk, tujuan, dan keutamaan ittiba’ (ittiba’ al rasul).

Semoga bermanfaat.