Pengertian Egosentrisme. “Egosentrisme” merupakan konsep yang berasal dari teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan berkewarga-negaraan Swiss. Jean Piaget memperkenalkan konsep egosentrisme dalam tulisannya pada sekitar tahun 1920-an untuk menggambarkan karakteristik umum anak prasekolah.
Konsep egosentrisme yang dikemukakan oleh Jean Piaget tersebut banyak dipengaruhi oleh aliran psikoanalisis dari Sigmund Freud, terutama yang berkaitan tentang proses primer yaitu cara berfungsi dalam melayani pemuasan kebutuhan segera dan proses sekunder yaitu pengaturan dan pengendalian kebutuhan untuk memenuhi tuntutan realitas.
Egosentrisme merupakan istilah psikologi yang bermakna “diferensiasi yang tidak sempurna antara diri (the self) dengan dunia di luar diri (the world), termasuk orang lain”, maksudnya adalah kecenderungan seseorang untuk melihat (perceive), memahami (understand), dan menafsirkan (interpref), dunia menurut pandangan dirinya. Egosentrisme juga dapat berarti ketidak-mampuan untuk mempertimbangkan atau memahami perspektif selain dari perspektifnya sendiri. Menurut Merriam-Webster Dictionary, disebutkan bahwa egosentrisme adalah kualitas atau keadaan seseorang menjadi egosentris, yakni perhatian yang berlebihan pada diri sendiri dan berfokus untuk kesejahteraan atau keuntungan sendiri dengan mengorbankan atau mengabaikan orang lain. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, egosentrisme diartikan dengan sifat dan kelakuan yang selalu menjadikan diri sendiri sebagai pusat segala hal.
Secara umum, egosentrisme merupakan sifat yang cenderung lebih sering ditemukan pada diri anak-anak dan remaja, sedangkan orang dewasa lebih mudah untuk menyesuaikan diri, bahkan mengoreksi pandangannya jika dirasa pandangannya tersebut tidak sesuai dengan kondisi/lingkungan sekitar yang berkaitan dengan relasinya terhadap orang lain. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa seorang yang telah beranjak dewasa juga memiliki sifat egosentrisme.
Selain itu, pengertian egosentrisme juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
- Jean Piaget, dalam “Tingkat Perkembangan Kognitif”, menyebutkan bahwa egosentrisme adalah kecenderungan menilai obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa berdasarkan kepentingan pribadi dan menjadi kurang sensitif terhadap kepentingan-kepentingan atau hal-hal yang menyangkut orang lain. Lebih lanjut, Jean Piaget menjelaskan bahwa egosentrisme merupakan ketidak-mampuan seseorang untuk memahami bahwa orang lain juga memiliki kepentingan atau pandangan yang mungkin berbeda dengan yang dimilikinya.
- R.D. Shaffer, dalam “Social and Personality Development”, menyebutkan bahwa egosentrisme adalah kecenderungan untuk memandang dunia dari perspektif pribadi seseorang tanpa menyadari bahwa orang lain bias memiliki sudut pandang yang berbeda.
- David Elkind, dalam “Egocentrism in Adolescence: Child Development”, menyebutkan bahwa egosentrisme adalah absorpsi diri atau keasyikan diri yang menandai seseorang dalam pencarian identitas diri.
- Eric M. Anderman dan Lynley H. Anderman, dalam “Egocentrism”, yang dimuat dalam Psychology of Classroom Learning: An Encyclopedia, Volume : 1, Tahun 2009, menyebutkan bahwa egosentrisme adalah ketidak-mauan seseorang untuk melihat dari perspektif (sudut pandang) orang lain. Hal ini meliputi gagalnya seseorang untuk menarik kesimpulan dari apa yang orang lain pikirkan, rasakan, dan lihat (perspektif).
Ciri-Ciri Egosentrisme. Beberapa hal yang menjadi ciri-ciri dari egosentrisme diantaranya adalah :
- mementingkan diri sendiri.
- kurangnya rasa peduli (kurang peka terhadap keadaan sosial).
- kurangnya rasa empati sosial (merasa dirinya paling benar).
- kurang peka terhadap keadaan sosial.
- merasa dirinya paling benar.
Aspek Egosentrisme. Meningkatnya egosentrisme pada diri seseorang dikarenakan oleh beberapa aspek. John W. Santrock, dalam “Perkembangan Masa Hidup”, menyebutkan bahwa terdapat dua aspek dalam meningkatnya egosentrisme seseorang, yaitu :
- imaginary audience atau penonton imajiner, merupakan kepercayan seseorang apabila orang lain tertarik pada dirinya seperti ia berminat pada dirinya sendiri.
- personal fabel atau dongeng pribadi, merupakan keyakinan seseorang apabila dirinya unik dan tidak tertandingi. Personal fabel dapat dibedakan menjadi dua aspek, yaitu : 1. perasaan tangguh, adalah pemikiran remaja yang menganggap bahwa dirinya jauh dari ancaman bahaya. 2. kekhususan, adalah persaan remaja yang menganggap dirinya unik dan sangat khusus, serta tidak ada orang lain yang bisa memahami dirinya.
Sedangkan David Elkind menyebutkan bahwa aspek yang ada dalam egosentrisme adalah :
- audiens imajiner, yaitu keyakinan bahwa semua orang selalu melihat dan memperhatikan mereka sepanjang waktu.
- fabel personal, yaitu keyakinan bahwa mereka berbeda dan spesial.
- fokus diri, yaitu aspek yang menunjukkan bahwa fokus remaja lebih ke dalam dirinya daripada ke orang lain atau dunia luar.
Bentuk Egosentrisme. Secara umum, egosentrisme dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu :
- merasa superior, merupakan bentuk egosentrisme di mana seseorang berharap orang lain akan memuji sepak-terjannya dan diberi peran sebagi pimpinan.
- merasa inferior, merupakan bentuk egosentrisme di mana seseorang akan memfokuskan semua permasalahan pada dirinya karena merasa tidak berharga di dalam kelompok. Seseorang yang inferior biasanya mudah dipengaruhi dan disuruh orang lain.
- merasa jadi korban, merupakan bentuk egosentrisme di mana seseorang merasa diperlakukan tidak adil sehingga mudah marah pada semua orang.
Dampak Egosentrisme. Egosentrisme melibatkan kecenderungan untuk terlalu mengandalkan perspektif sendiri, sehingga menyebabkan mereka memaksakan keyakinan, keinginan, pikiran, dan emosi mereka pada orang lain, terutama orang-orang terdekat mereka. Beberapa dampak dari egosentrisme, diantaranya adalah :
- menjadikan seseorang memiliki pandangan sempit dan tidak mampu berpikir secara luas.
- mendorong seseorang menjadi mudah rakus serta serakah pada kepentingan sendiri bahkan tidak terbatas.
- sering menjadikan orang lain sebagai objek atau alat untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
- membuat seseorang menjadi terlalu sibuk akan dirinya sendiri serta kepentingannya.
- mengganggu kehidupan sosial, baik kerukunan, persatuan, serta kesatuan.
Penyebab Timbulnya Egosentrisme. Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya egosentrisme. C.E. Schaefer dan H.L. Millman, dalam “How to Help Children with Common Problem”, menyebutkan bahwa penyebab timbulnya egosentrisme adalah :
1. Rasa takut.
Rasa takut meliputi :
- ketakutan seseorang terhadap kehidupan, yaitu takut dekat dengan orang lain, ditolak, dan ditinggalkan.
- ketakutan untuk berhubungan dengan orang lain, karena pernah dilukai oleh orang lain.
- ketakutan akan perubahan hidup memicu kecemasan.
- ketakutan akan akibat negatif karena tingkat laku dirinya, sehingga mereka tidak mau bercerita atau berbagi dengan orang lain.
2. Sikap manja.
Perlakuan orang tua untuk memanjakan anaknya, dikarenakan :
- ingin anaknya nyaman dan terdesak untuk memenuhi keinginan anak.
- ingin anak memiliki apa yang tidak diperoleh orang tua saat kecil.
- orang tua yang awalnya tidak ingin memiliki anak akan merasa bersalah sehingga terlalu mempedulikan dan baik pada anaknya.
Hal tersebut dilakukan oleh orang tua kepada anaknya dengan alasan :
- orang tua terlalu melindungi anak.
- orang tua memberikan segalanya untuk anak.
3. Kepribadian belum matang.
Untuk mengurangi sikap egois, seseorang harus mencapai tingkat kematangan tertentu. Seseorang harus belajar menahan keinginan-keinginannya supaya dapat beradaptasi dengan lingkungan. Orang yang kurang matang biasanya tidak sensitif dan tingkah lakunya kurang tepat.
Persamaan dan Perbedaan Antara Egosentrisme dan Narsisme. Terdapat beberapa hal yang menjadi persamaan dan yang membedakan antara egosentrisme dan narsisme. Persamaan dan perbedaan dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Persamaan antara egosentrisme dan narsisme.
Beberapa hal yang menjadi persamaan antara egosentrisme dan narsisme adalah :
- sama-sama berfokus pada persepsi dan opini sendiri.
- kurang memiliki empati.
- tidak mampu memahami kebutuhan orang lain berpikir berlebihan tentang penilaian orang tentang mereka dan pengambilan keputusan yang hanya didasarkan atas kebutuhan atau kepentingannya sendiri.
2. Perbedaan antara egosentrisme dan narsisme.
Beberapa hal yang menjadi perbedaan antara egosentrisme dan narsisme adalah :
2.1. Egosentrisme :
- orang dengan egosentrisme tidak dapat melihat sesuatu hal dari sudut pandang orang lain.
- egosentrisme dapat berkembang menjadi narsisme. Pada kondisi demikian, mereka menjadi haus akan perhatian orang lain dan selalu mengelilingi diri dengan para pengagum mereka untuk melindungi kepercayaan diri yang semakin tidak stabil.
- egosentrisme yang merupakan keterpusatan pada diri sendiri, bukanlah bagian dari kategori diagnostik. Egosentrisme merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk merujuk pada pola dalam cara berpikir.
2.2. Narsisme :
- orang dengan narsisme, dapat melihat sesuatu hal dari sudut pandang orang lain, tetapi ia tidak memedulikannya. Orang yang memiliki narsisme tinggi akan menjadi kesal atau bahkan marah ketika orang lain gagal melihat sesuatu dengan cara mereka.
- orang degan narsisme akan bersikeras untuk menerima perlakuan khusus, mengeluh ketika tidak mendapatkannya, dan menolak orang-orang yang dianggap menghalangi mereka. Mereka akan merasa kosong dan tidak berarti ketika tidak mendapat perhatian dan pengakuan seperti yang diinginkan.
- narsisme merupakan sifat psikologis, yang menunjukkan gangguan kepribadian yang dikenal sebagai “Narcissistic Personality Disorder”.
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian egosentrisme, ciri-ciri, aspek, bentuk, dampak dan penyebab timbulnya egosentrisme, serta persamaan dan perbedaan antara egosentrisme dan narsisme.
Semoga bermanfaat.