Tahapan Perilaku Sosial. Secara umum, perilaku prososial dapat diartikan sebagai suatu perilaku yang menampilkan sikap positif terhadap orang lain. Bambang Syamsul Arifin, dalam "Psikologi Sosial", menyebutkan bahwa perilaku prososial adalah tindakan yang mempunyai akibat sosial secara positif, yang ditujukan bagi kesejahteraan orang lain, baik secara fisik maupun secara psikologis, dan perilaku tersebut merupakan perilaku yang lebih banyak memberikan keuntungan kepada orang lain daripada dirinya sendiri.
Terdapat beberapa tahapan dalam perilaku prososial. Bambang Syamsul Arifin dalam bukunya tersebut di atas, menjelaskan bahwa ketika seseorang memberikan pertolongan, biasanya didahului oleh adanya proses psikologis hingga sampai pada keputusan menolong. Adapun proses atau tahapan perilaku prososial yang terjadi pada seseorang adalah sebagai berikut :
1. Menyadari keadaan darurat atau tahap perhatian.
Untuk sampai pada perhatian terkadang sering terganggu oleh adanya hal-hal lain, seperti ketergesaan, mendesaknya kepentingan lain, dan sebagainya.
2. Menginterpretasikan keadaan darurat.
Apabila pemerhati menginterpretasi suatu kejadian sebagai sesuatu yang membuat orang membutuhkan pertolongan maka kemungkinan besar akan diinterpretasikan sebagai korban yang perlu pertolongan.
3. Mengasumsikan ia bertanggung jawab untuk menolong.
Ketika individu memberikan perhatian kepada beberapa kejadian eksternal dan menginterpretasikannya sebagai suatu situasi darurat, perilaku personal akan dilakukan hanya jika orang tersebut mengambil tanggung jawab untuk menolong. Apabila tidak muncul asumsi ini, korban akan dibiarkan tanpa diberikan pertolongan.
4. Mengetahui hal-hal yang harus dilakukan.
Bahkan, individu yang sudah mengasumsikan adanya tanggung jawab tidak ada hal berarti yang dapat dilakukan, kecuali orang tersebut mengetahui cara menolong.
5. Mengambil keputusan untuk menolong.
Meskipun sudah sampai ke tahap bahwa individu merasa bertanggung jawab memberi pertolongan kepada korban, masih ada kemungkinan ia memutuskan tidak memberi pertolongan. Berbagai kekhawatiran dapat timbul yang menghambat terlaksananya pemberian pertolongan. Pertolongan pada tahap akhir ini dapat dihambat oleh rasa takut (sering merupakan rasa takut yang realitas) terhadap adanya konsekuensi negatif yang potensial.
Sedangkan Latane dan Darley, dalam "The Unresponsive Bystander", menyebutkan bahwa terdapat empat tahapan yang harus dilalui seseorang sebelum sampai pada keputusan dan berbuat menolong orang lain, yaitu :
- tahap perhatian. Orang tidak mungkin akan menolong bila dia tidak tahu adanya orang lain yang perlu ditolong. Untuk sampai pada perhatian terkadang sering terganggu oleh adanya hal-hal lain seperti kesibukan, ketergesa-gesaan, mendesaknya kepentingan lain dan sebagainya.
- interpretasi situasi. Seorang yang tergeletak di tepi jalan bisa diinterpretasi sebagai gelandangan, pemabuk, korban kecelakaan atau yang lain. Misalnya dengan adanya darah, atau permintaan tolong, maka kemungkinan besar akan diinterpretasikan sebagai korban yang perlu pertolongan.
- muncul tidaknya asumsi. Tanggung jawab personal atau tanggung jawab pemerhati, apabila tidak muncul asumsi ini, maka korban akan dibiarkan saja tanpa memberikan pertolongan.
- pengambilan keputusan. Dengan adanya keputusan, maka akan ada tindakan pertolongan. Dengan demikian untuk sampai pada perbuatan menolong, maka diperlukan keempat tahap secara berurutan.
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku prososial. E. Staub, dalam "Positive Behavior and Morality : Social and Personal Influences", menyebutkan bahwa perilaku prososial dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu sebagai berikut :
- selfgain, merupakan harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan.
- personal values and norms, merupakan nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik.
- empathy, merupakan kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan pengambilalihan peran. Jadi prasyarat untuk mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran.
Menurut Robert A. Baron dan Donn Byrne, dalam "Psikologi Sosial", faktor yang mempengaruhi perilaku prososial adalah sebagai berikut :
- empati. Mereka yang menolong mempunyai empati yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak menolong.
- mempercayai dunia yang adil. Orang yang menolong mempersepsikan dunia sebagai tempat yang adil dan percaya bahwa tingkah laku yang baik diberi imbalan, dan tingkah laku yang buruk diberi hukuman.
- tanggung jawab sosial. Mereka yang paling banyak memberikan pertolongan mengekspresikan kepercayaan bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik untuk menolong orang yang membutuhkan.
- locus of control internal. Merupakan kepercayaan individual bahwa ia dapat memilih untuk bertingkah laku dalam cara memaksimalkan hasil akhir yang baik dan meminimalkan yang buruk.
- egosentrisme rendah. Mereka yang berperilaku prososial tidak bermaksud untuk menjadi egosentris, self-absorbed, dan kompetitif.
Sedangkan Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, dalam "Psikologi Sosial", menyebutkan bahwa perilaku prososial dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
1. Faktor Situasional.
Faktor situasional yang mempengaruhi perilaku prososial meliputi :
- bystander. Bystander atau orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian mempunyai peran sangat besar dalam memengaruhi seseorang saat memutuskan antara menolong atau tidak ketika dihadapkan pada keadaan darurat.
- daya tarik. Sejauh mana seseorang mengevaluasi korban secara positif (memiliki daya tarik) akan memengaruhi kesediaan orang untuk memberikan bantuan.
- atribusi terhadap korban. Seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan pada orang lain bila ia mengasumsikan bahwa ketidak-beruntungan korban adalah di luar kendali korban.
- ada model. Adanya model yang melakukan tingkah laku menolong dapat mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan pada orang lain.
- desakan waktu. Orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung tidak menolong, sedangkan memberikan pertolongan kepada yang memerlukannya.
- sifat kebutuhan korban. Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh kejelasan bahwa korban benar-benar membutuhkan pertolongan (clarity of need), korban memang layak mendapatkan bantuan yang dibutuhkan (legitimate of need), dan bukanlah atribusi internal.
2. Faktor dari Dalam Diri.
Faktor dari dalam diri yang dapat mempengaruhi perilaku prososial meliputi :
- suasana hati (mood). Emosi seseorang dapat memengaruhi kecenderungannya untuk menolong. Emosi positif secara umum meningkatkan tingkah laku menolong.
- sifat. Orang yang mempunyai pemantauan diri menjadi penolong, ia akan memperoleh penghargaan sosial yang lebih tinggi.
- jenis gender. Peranan gender terhadap kecenderungan seseorang untuk menolong sangat bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki cenderung lebih mau terlibat dalam aktivitas menolong pada situasi darurat yang membahayakan, sedangkan perempuan,lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat memberi dukungan, emosi, merawat dan mengasuh.
- tempat tinggal. Orang yang tinggal di daerah pedesaan cenderung lebih penolong daripada orang yang tinggal di daerah perkotaan.
Baca juga : Pengertian Perilaku Prososial
Demikian penjelasan berkaitan dengan tahapan dalam perilaku prososial serta faktor yang mempengaruhi perilaku prososial.
Semoga bermanfaat.