Pengertian Gugatan Rekonvensi. Pada dasarnya setiap orang diperbolehkan berperkara di pengadilan, kecuali orang yang belum dewasa (harus diwakili oleh orang tua atau walinya) atau orang yang sakit ingatan atau di bawah pengampuan (harus diwakili oleh pengampunya). Dalam hukum acara perdata, inisiatif untuk mengajukan gugatan diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan, sedangkan hakim hanya bersifat menunggu datangnya gugatan yang diajukan kepadanya.
- pihak penggugat, merupakan pihak yang merasa bahwa haknya telah dilanggar.
- pihak tergugat, merupakan orang yang ditarik ke muka pengadilan karena dianggap atau dirasa telah melanggar hak seseorang.
Secara umum, yang dimaksud dengan gugatan adalah tuntutan hak, yaitu tuntutan dari pihak penggugat kepada pihak tergugat karena merasa haknya telah dilanggar (gugatan konvensi). Tidak hanya dapat diajukan oleh penggugat, peraturan perundang-undangan juga memberikan hak kepada tergugat untuk mengajukan gugatan balik kepada penggugat atau yang disebut dengan “gugatan rekonvensi”, yaitu gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya. Gugatan rekonvensi juga berarti gugatan balik yang diajukan tergugat terhadap penggugat dalam suatu proses perkara yang sedang berjalan. Gugat rekonvensi merupakan hak istimewa tergugat untuk mengajukan gugatan balik terhadap penggugat, yang diatur dalam ketentuan Pasal 132a - 132b HIR (Herziene Inlandsch Reglement), Pasal 244 - 247 Rv (Wetboek op de Burgerlijke Rechtvordering), dan Pasal 158 RBg (Rechtsreglement Buitengewesten).
Baca juga : Gugatan Dalam Hukum Perdata
Gugatan rekonvensi diajukan tergugat melalui Pengadilan Negeri, pada saat berlangsung proses pemeriksaan gugatan yang diajukan penggugat. Tergugat dapat melakukan gugatan rekonvensi apabila berkaitan dengan hukum kebendaan (zaken rech) yang sedang diperiksa dalam sidang pengadilan, gugatan rekonvensi tidak boleh dilaksanakan terhadap hal hal yang berkaitan dengan hukum perorangan atau yang menyangkut dengan status orang (persoon recht). Dalam ketentuan Pasal 244 Rv menjelaskan bahwa tergugat berhak untuk mengajukan gugatan balik (rekonvensi) dalam semua perkara, kecuali :
- bila penggugat asli (konvensi) bertindak dalam suatu kedudukan tugas, sedangkan gugatan gugatan balik itu mengenai pribadi penggugat atau sebaliknya.
- bila hakim yang memeriksa perkara gugatan asal tidak berwenang untuk mengadili gugatan balik dalam hubungan dengan pokok perkaranya.
- dalam perkara-perkara tentang hak menguasai (bezit), jika gugatan balik mengenai hak milik atas benda yang bersangkutan sendiri (petitoir).
- dalam perkara perselisihan mengenai pelaksanaan suatu putusan.
Baca juga : Posita (Fundamentum Petendi) Dalam Hukum Perdata
Waktu Pengajuan Gugatan Rekonvensi. Ketentuan Pasal 245 Rv, menyebutkan bahwa :
“Gugatan balik harus segera dilakukan bersama dengan jawaban terhadap penggugat.”
Pasal 132 huruf b angka 1 HIR, menyebutkan bahwa :
“(1) Si tergugat wajib memasukkan tuntutan balik ber-sama-sama dengan jawabannya, baik dengan surat maupun dengan lisan.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, pengajuan gugatan rekonvensi wajib dilakukan bersama-sama dengan pengajuan “jawaban” oleh tergugat. Apabila tidak, maka akan mengakibatkan gugatan rekonvensi tersebut diianggap tidak memenuhi aspek formil, yang mengakibatkan gugatan tersebut tidak sah dan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Berkaitan dengan “jawaban” tergugat tersebut, terdapat dua penafsiran, yaitu :
- “jawaban” dimaksud merupakan jawaban pertama.
- “jawaban” dimaksud menjangkau juga jawaban dalam bentuk duplik.
Penafsiran “jawaban” yang pertama, beralasan bahwa :
- memperbolehkan atau memberikan kebebasan bagi tergugat mengajukan gugatan rekonvensi di luar jawaban pertama dapat menimbulkan kerugian bagi penggugat dalam membela hak dan kepentingannya.
- memperbolehkan tergugat mengajukan gugatan rekonvensi melampaui jawaban pertama dapat menimbulkan ketidak-lancaran pemeriksaan dan penyelesaian perkara.
- rasio yang terkandung dalam pembatasan pengajuan harus pada jawaban pertama, yaitu agar tergugat tidak sewenang-wenang dalam mempergunakan haknya mengajukan gugatan rekonvensi.
Sedangkan menurut Prof. Subekti, dalam “Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata”, berpendapat bahwa gugatan rekonvensi yang dapat diajukan sewaktu-waktu sampai tahap pemeriksaan saksi dimulai, hanya dapat dibenarkan dalam proses secara lisan, dan tidak dalam proses secara tertulis.
Dalam praktik peradilan, pengajuan gugatan rekonvensi hampir seluruhnya disampaikan pada jawaban pertama. Sehingga isi muatan jawaban pertama meliputi eksepsi, bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten principale) dan gugatan rekonvensi.
Baca juga : Mengajukan Perlawanan Tehadap Putusan Verstek
Syarat yang Harus Dipenuhi dalam Gugatan Rekonvensi. Menurut Prof. Abdul Mannan, dalam “Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama”, menyebutkan bahwa supaya gugatan rekonvensi dinyatakan sah, selain harus memenuhi syarat materiil, gugatan juga harus memenuhi syarat formil. Lebih lanjut Prof. Abdul Mannan menjelaskan bahwa HIR dan RBg tidak secara detail menentukan dan mengatur syarat syarat gugatan rekonvensi, namun agar gugatan rekonvensi tersebut dianggap ada dan sah, gugatan harus dirumuskan secara jelas dan terurai sama dengan gugatan konvensi. Hal tersebut bertujuan agar pihak lawan dapat mengetahui dan mengerti tentang adanya gugatan rekonvensi yang diajukan oleh tergugat kepadanya.
Dari penjelasan Prof. Abdul Mannan tersebut, gugatan rekonvensi dinyatakan sah, jika memenuhi dua syarat yaitu syarat materiil dan syarat formil.
1. Syarat Materiil Gugatan Rekonvensi.
Persyaratan materiil dari gugatan rekonvesi adalah berkaitan dengan intensitas hubungan antara materi gugatan konvensi dengan rekonvensi. Peraturan perundang-undangan tidak mengatur secara tegas syarat materiil dari gugatan rekonvensi. Ketentuan Pasal 132a HIR hanya berisi penegasan, bahwa tergugat dalam setiap perkara berhak mengajukan gugatan rekonvensi, tanpa mempersoalkan ada atau tidaknya koneksitas yang substansial antara materi gugatan konvensi dengan rekonvensi.
Berkaitan dengan hal tersebut, Prof. Abdul Mannan berpendapat bahwa gugatan rekonvensi harus memenuhi asas konektivitas antara gugatan rekonvensi dengan gugatan konvensi. Sedangkan menurut Retno Wulan Sutantio, SH, dalam “Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek”, menyebutkan bahwa gugatan rekonvensi merupakan hak mutlak dari penggugat rekonvensi, sehingga antara gugatan rekonvensi dengan gugatan pokok tidak perlu memenuhi asas koneksitas.
2. Syarat Formil Gugatan Rekonvensi.
Gugatan rekonvensi harus diformulasi atau diterangkan tergugat dalam jawaban. Sedangkan bentuk dari pengajuan gugatan rekonvensi, boleh secara lisan tetapi lebih baik dilakukan secara tertulisan. Syarat formil yang harus dipenuhi dalam gugatan rekonvensi adalah :
- menyebut dengan tegas subjek yang ditarik sebagai tergugat rekonvensi. Subjek yang dapat ditarik sebagai tergugat rekonvensi adalah penggugat konvensi. Gugatan rekonvensi merupakan hak yang diberikan kepada tergugat untuk melawan gugatan konvensi, maka pihak yang dapat ditarik sebagai tergugat hanya penggugat konvensi. Seandainya tergugat rekonvensi (penggugat konvensi) terdiri dari beberapa orang dan gugatan rekonvensi memiliki kaitan yang erat dengan gugatan konvensi, sebaiknya seluruh penggugat konvensi ditarik sebagai tergugat rekonvensi. Penerapan ini sangat efektif untuk menghindari terjadinya cacat formil gugatan rekonvensi yang berakibat gugatan plurium litis consorsium yaitu kurangnya pihak yang ditarik sebagai tergugat.
- merumuskan dengan jelas posita atau dalil gugatan rekonvensi, berupa penegasan dasar hukum (rechtsgrond) dan dasar peristiwa (fijteljkegrond) yang melandasi gugatan. Prof. Subekti menyebutkan bahwa penggugat rekonvensi harus menyampaikan gugatannya secara rinci peristiwa kejadian dan peristiwa hukum yang dijadikan dasar tuntutan.
- menyebut dengan rinci petitum gugatan.
Apabila unsur-unsur dari persyaratan formil tersebut tidak dipenuhi, maka gugatan rekonvensi dianggap tidak memenuhi syarat, dan harus dinyatakan tidak dapat diterima. Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1154 K/Sip/1973, yang menyebutkan bahwa gugatan rekonvensi yang tidak memenuhi unsur syarat formil gugatan, dianggap bukan merupakan gugatan rekonvensi yang sungguh-sungguh, dan dalam hal demikian dianggap tidak ada gugatan rekonvensi.
Yang perlu diperhatikan dalam pengajuan gugatan rekonvensi adalah apabila dalam tingkat pertama tidak diajukan gugatan rekonvensi (gugatan balik), maka gugatan rekonvensi tidak tidak dapat diajukan dalam tingkat banding (Pasal 132a ayat (2) HIR dan Pasal 157 ayat (2) RBg).
Baca juga : Upaya Hukum Dalam Hukum Acara Perdata
Manfaat Gugatan Rekonvensi. Pengajuan gugatan rekonvensi mempunyai beberapa manfaat. Sarwono, dalam “Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek”, menyebutkan bahwa manfaat dari gugatan rekonvensi yang diajukan oleh tergugat, diantaranya adalah :
- dapat menhemat biaya perkara.
- dapat memberi kemudahan bagi hakim untuk mengadakan pemeriksaan.
- dapat mempercepat penyelesaian suatu perkara.
- dapat menghindari adanya keputusan yang bertentangan karena ditangani oleh hakim yang sama.
Baca juga : Putusan Hakim Dalam Perkara Perdata
Berdasarkan apa yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengajukan gugatan rekonvensi, yaitu :
- gugatan rekonvensi harus diajukan bersama sama dengan jawaban, selambat lambatnya sebelum pemeriksaan atau pembuktian (pasal 132b ayat (1) HIR dan pasal 158 ayat (1) RBg).
- jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan rekonvensi, maka dalam pemeriksaan tingkat banding tidak dapat dilakukan gugatan dalam rekonvensi (pasal 132a ayat (2) HIR dan pasal 157 ayat (2) RBg).
- jika gugatan konvensi dicabut, maka gugatan rekonvensi tidak dapat dilanjutkan.
- gugatan dalam konvensi dan rekonvensi diperiksa dan diputus dalam satu putusan kecuali jika menurut pendapat Hakim salah satu dari gugatan dapat diputus terlebih dahulu.
Baca juga : Eksekusi Dalam Perkara Perdata
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian gugatan rekonvensi (gugatan balik), waktu pengajuan, syarat, dan manfaat gugatan rekonvensi (gugatan balik).
Semoga bermanfaat.