Putusan Hakim Dalam Perkara Perdata : Pengertian, Jenis, Sifat, Dan Asas Putusan Hakim, Serta Kekuatan Hukum Putusan Hakim

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Perkara perdata adalah suatu masalah atau persoalan yang terjadi di antara dua pihak atau lebih dalam lapangan hukum keperdataan. Secara umum, perkara perdata yang diajukan ke pengadilan dapat dikategorikan menjadi dua hal, yaitu perkara contensius dan perkara volunteer.

1. Perkara Contensius.
Perkara contensius atau perkara contentius merupakan perkara perdata yang mengandung sengketa di antara pihak yang berperkara yang pemeriksaan penyelesaiannya diajukan dalam bentuk gugatan. Gugatan adalah suatu surat yang diajukan oleh orang atau pihak atau kuasanya pada ketua pengadilan yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Produk dari perkara contensius adalah “putusan hakim” atau “vonnis”.

2. Perkara Volunteer.
Perkara volunteer atau perkara voluntair merupakan perkara perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan. Permohonan adalah suatu surat yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa dengan pihak lain. Oleh karena tidak ada sengketa, maka proses peradilan yang mengadili suatu permohonan  dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya (jurisdidiction valuntaria).  Permohonan ini merupakan kepentingan sepihak dari pemohon yang tidak mengandung sengketa dengan pihak lain. Produk dari perkara volunteer adalah “penetapan hakim” atau “beschikking”.

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa putusan hakim (vonnis) dan penetapan hakim (beschikking) merupakan produk dari pemeriksaan perkara yang dilakukan oleh hakim.


Pengertian Putusan Hakim. Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa putusan hakim merupakan produk dari perkara contensius, yaitu perkara perdata yang mengandung sengketa di antara para pihak yang berperkara, yang pemeriksaan penyelesaiannya diajukan dalam bentuk gugatan. Selain itu, pengertian putusan hakim atau dikenal juga dengan sebutan “putusan pengadilan” juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Sudikno Mertokusumo, dalam “Hukum Acara Perdata Indonesia”, menyebutkan bahwa putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
  • Riduan Syahrani, dalam “Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum”, menyebutkan bahwa putusan hakim adalah suatu pernyataan hakim yang diucapkan pada siding pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara perdata.
  • R. Soeparmono, dalam “Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi”, menyebutkan bahwa putusan hakim adalah pernyataan hakim sebagai pejabat negara atau sebagai pejabat kekuasaan kehakiman (pada pengadilan tinggi dan pengadilan negeri) yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman yang diberi wewenang untuk itu diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa perkara.

Berdasarkan dari hal tersebut di atas, maka pada hakekatnya putusan hakim adalah :
  • pernyataan hakim karena jabatannya.
  • pernyataan hakim yang diucapkan dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum.
  • bertujuan untuk menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara perdata.
  • dijatuhkan setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada umumnya.
  • dibuat dalam bentuk tertulis.


Jenis Putusan Hakim. Putusan hakim dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Putusan Sela.
Putusan sela adalah putusan hakim yang dijatuhkan sebelum putusan akhir, yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Putusan sela berisi perintah yang harus dilakukan para pihak yang berperkara untuk memudahkan hakim menyelesaikan pemeriksaan perkara, sebelum hakim menjatuhkan putusan akhir.

Putusan sela dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
  • putusan preparatoir, merupakan jenis putusan sela yang dipergunakan untuk mempersiapkan putusan akhir. Putusan ini tidak mempunyai pengaruh atas pokok perkara atau putusan akhir karena putusannya dimaksudkan untuk mempersiapkan putusan akhir.
  • putusan interlocutoir, merupakan jenis putusan sela yang berisi perintah untuk mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap bukti-bukti yang ada pada para pihak yang sedang berperkara dan para saksi yang dipergunakan untuk menentukan putusan akhir. Putusan Interlocutoir ini dapat mempengaruhi putusan akhir karena hasil dari pemeriksaan terhadap alat-alat bukti dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat keputusan akhir.
  • putusan insidentil, merupakan jenis putusan sela yang berhubungan dengan insiden atau peristiwa yang dapat menghentikan proses peradilan biasa untuk sementara.
  • putusan provisional atau provisionele beschikking, merupakan jenis putusan sela yang bersifat sementara atau interm award (temporari disposal) yang berisi tindakan sementara menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok perkara dijatuhkan. Untuk menunggu putusan akhir, putusan provisional dilaksanakan terlebih dahulu dengan alasan yang sangat mendesak demi kepentingan salah satu pihak.

2. Putusan Akhir.
Putusan akhir atau eindvonnis adalah putusan hakim yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan tertentu. Perkara perdata dapat diperiksa pada tiga tingkat pemeriksaan, yaitu :
  • pemeriksaan tingkat pertama di pengadilan negeri.
  • pemeriksaan tingkat banding di pengadilan tinggi.
  • pemeriksaan tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Apabila ditinjau dari segi sifat amarnya (diktumnya), putusan akhir dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
  • putusan declaratoir, merupakan jenis putusan akhir yang hanya menegaskan atau menyatakan suatu keadaan hukum semata-mata.
  • putusan constitutief (pengaturan), merupakan jenis putusan akhir yang dapat meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru.
  • putusan condemnatoir (menghukum), merupakan jenis putusan akhir yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan dalam persidangan untuk memenuhi prestasi. Pada umumnya putusan condemnatoir ini terjadi disebabkan oleh karena dalam hubungan perikatan antara penggugat dan tergugat yang bersumber pada perjanjian atau undang-undang telah terjadi wanprestasi dan perkaranya diselesaikan di pengadilan.

Dalam putusan akhir, setidaknya terdapat empat kemungkinan yang dijatuhkan oleh hakim dalam perkara perdata, yaitu :
  • mengabulkan seluruh tuntutan atau permintaan penggugat.
  • mengabulkan sebagian tuntutan atau permintaan penggugat.
  • menolak tuntutan atau permintaan penggugat untuk seluruhnya.
  • membalikkan keadaan atau memenangkan pihak tergugat.


Sifat Putusan Hakim. Putusan hakim memiliki beberapa sifat yang didasarkan pada :

1. Amar Putusan.
Berdasarkan amar putusan, sifat putusan dapat dibedakan menjadi :
  • putusan declaratoir, yaitu putusan hakim yang menegaskan atau menyatakan suatu keadaan hukum.
  • putusan constitutief, yaitu putusan hakim yang meniadakan suatu keadaan hukum atau mengadakan suatu keadaan hukum baru.
  • putusan condemnatoir, yaitu putusan hakim yang menghukum pihak yang dikalahkan.

2. Isi Putusan.
Berdasarkan isi putusan, sifat putusan hakim dapat dibedakan menjadi :
  • putusan gugatan gugur, yaitu putusan hakim yang menyatakan gugatan penggugat gugur (tidak dilanjutkan) karena Penggugat tidak pernah hadir di persidangan, sedangkan terhadapnya telah dipanggil secara patut ke pengadilan.
  • putusan verstek, yaitu putusan hakim yang menyatakan gugatan penggugat diperiksa dan diputus tanpa dihadiri oleh pihak tergugat yang telah dipanggil secara patut dan sah ke pengadilan.
  • putusan contradictoir, yaitu putusan hakim ditinjau dari segi kehadiran para pihak pada saat putusan diucapkan.


Asas Putusan Hakim. Terdapat beberapa asas yang terkandung dalam putusan hakim, sehingga putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat. Beberapa asas putusan hakim dimaksud, diantaranya adalah :

1. Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci.
Asas ini menekankan bahwa putusan hakim yang dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup. Putusan hakim yang tidak memenuhi asas ini dikategorikan sebagai putusan yang tidak cukup pertimbangan atau onvoldoende gemotiveerd (insufficient judgement).

2. Wajib mengadili seluruh bagian gugatan.
Putusan hakim harus secara total dan menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang diajukan. Tidak boleh hanya memeriksa dan memutuskan sebagian saja dan mengabaikan gugatan selebihnya. Asas ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 178 ayat (2) HIR, Pasal 189 ayat (2) RBg, dan Pasal 50 Rv.

3. Tidak boleh mengabulkan melebih tuntutan.
Putusan hakim tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang diajukan dalam gugatan. Jika hakim mengabulkan lebih dari tuntutan dalam gugatan maka hakim dianggap telah melampaui batas wewenang dan harus dinyatakan cacat meskipun hal ini dilakukan hakim dengan itikad baik maupun sesuai dengan kepentingan umum. Asas ini dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189 ayat (3) RBg, dan Pasal 50 Rv.

4. Diucapkan di dalam persidangan yang terbuka untuk umum.
Asas ini mengandung makna :
  • prinsip keterbukaan untuk umum bersifat imperatif (memaksa), yang didasarkan oleh asas fair trial, menurut asas ini pemeriksaan persidangan harus didasarkan pada proses yang jujur sejak awal sampai akhir.
  • akibat hukum atas pelanggaran asas keterbukaan adalah keputusan tersebut tidak sah atau tidak mempunyai kekuatan hukum.


Putusan Hakim yang Berkekuatan Hukum Tetap. Pada prinsipnya hanya putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang dapat dijalankan. Putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan yang menurut ketentuan undang-undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa untuk melawan putusan tersebut, sedang putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang menurut ketentuan undang-undang masih terbuka kesempatan untuk menggunakan upaya hukum untuk melawan putusan tersebut misalnya verzet, banding dan kasasi.


Kekuatan Hukum Putusan Hakim. Dalam perkara perdata, H. Zainuddin Mappong, dalam “Eksekusi Putusan Serta Merta (Proses Gugatan Dan Cara Membuat Putusan Serta Pelaksanaan Eksekusi Dalam Perkara Perdata)”, menjelaskan bahwa putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, memiliki tiga macam kekuatan, yaitu :

1. Kekuatan Mengikat (Bindende Kracht).
Putusan yang memiliki kekuatan hukum mengikat (bindende kracht) adalah suatu putusan hakim yang tidak bisa ditarik kembali, walaupun ada verzet, banding, atau kasasi, berarti putusan dimaksud telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga mengikat para pihak yang bersengketa.

2. Kekuatan Pembuktian (Bewijzende Kracht).
Dalam hukum pembuktian, putusan diartikan bahwa dengan putusan tersebut telah diperoleh suatu kepastian tentang suatu peristiwa, karena setiap sarana yang memberi kejelasan atau kepastian sesuatu peristiwa mempunyai kekuatan pembuktian walaupun putusan tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga, tetapi mempunyai kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga.

3. Kekuatan Eksekutorial (Executoriale Kracht).
Putusan yang memiliki kekuatan eksekutorial dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya, terutama putusan itu harus diselesaikan atau dilaksanakan (dieksekusi) secara paksa.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian putusan hakim, jenis, sifat, dan asas putusan hakim, serta kekuatan hukum putusan hakim.

Semoga bermanfaat.