Perkara perdata merupakan suatu masalah atau persoalan yang terjadi di antara dua pihak atau lebih dalam lapangan hukum keperdataan. Secara umum, perkara perdata yang diajukan ke pengadilan dapat dikategorikan menjadi dua hal, yaitu :
Perkara volunteer atau perkara voluntair merupakan perkara perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan. Produk dari perkara volunteer adalah “penetapan hakim” atau “beschikking”.
2. Perkara Contensius.
Perkara contensius atau perkara contentius merupakan perkara perdata yang mengandung sengketa di antara pihak yang berperkara yang pemeriksaan penyelesaiannya diajukan dalam bentuk gugatan. Produk dari perkara contensius adalah “putusan hakim” atau “vonnis”.
Unsur yang Harus Dipenuhi Suatu Perkara yang Diajukan Melalui Permohonan. Yang dimaksud dengan permohonan di sini adalah suatu surat yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa dengan pihak lain. Dengan kata lain, permohonan ini merupakan kepentingan sepihak dari pemohon yang tidak mengandung sengketa dengan pihak lain. Oleh karena, perkara yang diajukan ke pengadilan melalui permohonan tidak ada (tidak mengandung) sengketa, maka proses peradilan yang mengadilinya dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya atau disebut dengan “juridictio valuntaria”.
Berkaitan dengan perkara yang diajukan melalui permohonan tersebut, terdapat beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
- Asep Iwan Iriawan, dalam “Diktat Materi Kuliah Hukum Acara Perdata”, menyebutkan bahwa permohonan merupakan tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa yang diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan.
- Yahya Harahap, dalam “Hukum Acara Perdata”, menyebutkan bahwa penetapan atas permohonan merupakan keputusan pengadilan tingkat pertama dan terakhir, yang tidak dapat dimohonkan banding.
- Sudikno Mertokusumo, dalam “Hukum Acara Perdata Indonesia”, menyebutkan bahwa perbuatan hakim dalam peradilan yang “tidak sesungguhnya" lebih merupakan perbuatan di bidang administratif, sehingga putusannya merupakan suatu penetapan.
Berbeda dengan “juridictio contentiosa” yang merupakan proses peradilan perkara yang diajukan ke pengadilan melalui gugatan, di mana putusan pengadilan yang dijatuhkan hanya mempunyai kekuatan mengikat pada pihak-pihak yang bersengketa, maka dalam “juridictio voluntaria”, putusan pengadilan yang dijatuhkan mempunyai kekuatan mengikat terhadap semua orang.
Baca juga : Putusan Hakim Dalam Perkara Perdata
Berkaitan dengan pengajuan perkara yang diajukan melalui permohonan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor : 1193 / Pdt.P /2012 /PN.Jak.Sel. tanggal 16 Juli 2013, menyimpulkan dalam pertimbangannya bahwa beberapa unsur yang harus dipenuhi oleh suatu perkara yang diajukan melalui permohonan adalah sebagai berikut :
- masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata (for the benefit of one party only).
- permasalahan yang dimohonkan penyelesaian kepada Pengadilan Negeri, pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (without disputes or differences with another party).
- tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat ex parte artinya benar-benar murni dan mutlak satu pihak tanpa menarik pihak lain sebagai lawan.
- kewenangan itu hanya terbatas sampai pada hal-hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
- tidak menimbulkan akibat hukum baru.
Baca juga : Kekuatan Hukum Putusan Hakim
Dalam peradilan volunteer yang mengadili perkara yang diajukan melalui permohonan, pada umumnya tidak berlaku peraturan tentang pembuktian, sebagaimana diatur dalam Buku IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), HIR (Herziene Indonesisch Reglement), ataupun dalam RBg (Rechts-reglement Buitengewesten).
Demikian penjelasan berkaitan dengan beberapa unsur yang harus dipenuhi suatu perkara yang diajukan ke pengadilan melalui permohonan.
Semoga bermanfaat.