Pengertian Terorisme. Terorisme sudah ada dan perkembang sejak berabad-abad yang lampau. Sejarah mencatat bahwa pada jaman Yunani Kuno, Xenophon (430 – 349 Sebelum Masehi) menggunakan "psychological warfare" sebagai usaha untuk memperlemah lawan. Sedangkan sejarah terorisme modern tercatat muncul pada akhir abad 19 Masehi dan menjelang terjadinya Perang Dunia I. Pada tahun 1890-an aksi terorisme terjadi saat rakyat Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan massal terhadap warga Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi.
Secara etimologi, istilah "terorisme" berasal dari bahasa Latin, yaitu "terrere" yang berarti membuat gemetar atau menggetarkan, atau dapat juga berarti menakut-nakuti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terorisme diartikan dengan penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan teror.
Sedangkan secara terminologi, pengertian terorisme sampai dengan saat ini masih menjadi perdebatan, sehingga sampai saat ini belum ada definisi terorisme yang diterima secara universal. Namun demikian, secara umum terorisme dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang melibatkan unsur kekerasan sehingga menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia dan melanggar hukum pidana dengan bentuk mengintimidasi atau menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil atau bagian-bagiannya untuk memaksakan tujuan sosial politik seperti pertentangan agama, ideologi dan etnis, kesenjangan ekonomi dan perbedaan pandangan politik.
Selain itu, pengertian terorisme juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa diantaranya adalah :
- A.M. Hendropriyono, dalam "Terorisme", berpendapat bahwa terorisme adalah sesuatu strategi kekerasan yang dirancang untuk meningkatkan hasil-hasil yang diinginkan, dengan menanamkan ketakutan di kalangan masyarakat umum.
- A.C. Manulang, dalam "Terorisme dan Perang Intelijen (Behauptung Ohne Beweis-Dugaan Tanpa Bukti)", berpendapat bahwa terorisme adalah suatu cara untuk merebut kekuasaan dari kelompok lain, dipicu oleh banyak hal seperti pertentangan agama, ideologi dan etnis, kesenjangan ekonomi, serta terhambatnya komunikasi masyarakat dengan pemerintah, atau karena adanya paham separatisme dan ideologi fanatisme.
- T.P. Thornton, dalam "Terror as a Weapon of Political Agitation", berpendapat bahwa terorisme adalah tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi kebijaksanaan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra ketat, khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan.
- James Adams, dalam "Kelompok-Kelompok Terorisme dalam Tata Politik Hukum Internasional", berpendapat bahwa terorisme adalah penggunaan atau ancaman kekerasan fisik oleh individu-individu atau kelompok-kelompok untuk tujuan-tujuan politik, baik untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada, apabila tindakan-tindakan terorisme itu dimaksudkan untuk mengejutkan, melumpuhkan atau mengintimidasi suatu kelompok sasaran yang lebih besar dari pada korban-korban langsungnya. Terorisme melibatkan kelompok-kelompok yang berusaha untuk menumbangkan rezim-rezim tertentu untuk mengoreksi keluhan kelompok nasional, atau untuk menggerogoti tata politik internasional yang ada.
Baca juga : Hak Saksi Dan Korban Dalam Peradilan Pidana
Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, pengertian terorisme dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor : 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, di mana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan :
"Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan."
Pengertian terorisme sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan tersebut, oleh sebagian ahli hukum dinilai bermasalah. Hal tersebut dikarenakan pencantuman motif ideologi, politik, dan gangguan keamanan dalam rumusan pengertian terorisme, berarti menambah unsur delik yang harus dibuktikan untuk menyatakan telah terjadi tindak kejahatan terorisme. Sedangkan dalam banyak kasus, terorisme tidak selalu berhubungan dengan motif politik, ideologi, dan agama. Karena pada dasarnya tujuan dari terorisme adalah menimbulkan rasa tidak aman. Konsekuensi dari pengertian terorisme tersebut, meskipun faktanya telah terjadi teror di masyarakat, selama tidak bisa dibuktikan adanya motif tersebut maka tidak bisa disebut sebagai terorisme.
Beberapa tindakan atau perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme, diantaranya seperti :
- peledakan bom atau pengeboman terhadap tempat-tempat yang menjadi simbol negara.
- pembunuhan.
- penculikan dan penyanderaan.
- pembakaran dan perusakan bangunan-bangunan milik umum.
Unsur (Karakteristik) Terorisme. Menurut E.V. Walter, dalam "Indonesia dan Dinamika Internasional", menyebutkan bahwa terorisme memiliki tiga unsur, yaitu :
- tindakan atau ancaman kekerasan.
- reaksi emosional terhadap ketakutan yang amat sangat dari pihak korban atau calon korban.
- dampak sosial yang mengikuti kekerasan atau ancaman kekerasan dan rasa ketakutan yang muncul kemudian.
Sedangkan menurut Paul Wilkinson, dalam "Pengantar Terorisme", menyebutkan bahwa terorisme memiliki unsur atau karakteristik sebagai berikut :
- merupakan intimidasi yang memaksa.
- memakai pembunuhan dan penghancuran secara sistematis sebagai sarana untuk suatu tujuan tertentu.
- korban bukan tujuan, melainkan sarana untuk menciptakan perang urat syaraf, yakni "bunuh satu orang untuk menakuti seribu orang".
- target aksi teror dipilih, bekerja secara rahasia namun tujuannya adalah publisitas.
- pesan aksi itu cukup jelas, meski pelaku tidak selalu menyatakan diri secara personal.
- para pelaku kebanyakan dimotivasi oleh idealisme yang cukup keras, misalnya "berjuang demi agama dan kemanusiaan".
Bentuk Terorisme. Secara umum, terorisme dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu :
- terorisme revolusioner.
- terorisme sub-revolusioner.
- terorisme represif.
Menurut Paul Wilkinson, terorisme revolusioner dan terorisme sub revolusioner dilakukan oleh warga sipil, sedangkan terorisme represif dilakukan oleh negara. Sedangkan perbedaan antara terorisme revolusioner dan subrevolusioner adalah dari segi tujuannya.
- terorisme revolusioner, bertujuan untuk merubah secara total tatanan sosial dan politik yang sudah ada.
- terorisme sub-revolusioner, bertujuan untuk mengubah kebijakan atau balas dendam atau menghukum pejabat pemerintahan yang tidak sejalan.
Sementara terorisme represif, merupakan aksi teror yang dilakukan pemerintah dengan mengatas- namakan hukum, yang ditujukan baik terhadap kelompok oposisi yang ada di bawah pemerintahannya maupun terhadap kelompok-kelompok lain di dalam negara.
Menurut National Advisory Committee (Komisi Kejahatan Nasional) Amerika Serikat, dalam "The Report of the Task Force of the on Disorders and Terrorism", menyebutkan bahwa terorisme terdiri dari beberapa bentuk sebagai berikut :
- terorisme politik, merupakan perilaku kekerasan kriminal yang dirancang guna menumbuhkan rasa ketakutan di kalangan masyarakat demi kepentingan politik.
- terorisme non politis, merupakan perilaku yang mencoba menumbuhkan rasa ketakutan dengan cara kekerasan, demi kepentingan pribadi. Misalnya, kejahatan terorganisasi.
- quasi terorisme, merupakan perilaku yang digambarkan dengan “dilakukan secara incidental”, namun tidak memiliki muatan ideologi tertentu, lebih untuk tujuan pembayaran. Misalnya, dalam kasus pembajakan pesawat udara atau penyanderaan dimana para pelaku lebih tertarik kepada uang tebusan daripada motivasi politik.
- terorisme politik terbatas, merupakan teroris yang memiliki motif politik dan ideologi, namun lebih ditujukan dalam mengendalikan keadaan (negara). Misalnya, perbuatan teroris yang bersifat pembunuhan balas dendam.
- terorisme negara atau pemerintahan, merupakan negara atau pemerintahan yang mendasarkan kekuasaannya dengan ketakutan dan penindasan dalam mengendalikan masyarakatnya.
Sedangkan USA Army Training and Doctrine Command, membagi terorisme menjadi beberapa bentuk yang didasarkan pada motivasi yang digunakan, yaitu sebagai berikut :
- separatisme. Motivasi gerakan untuk mendapatkan eksistensi kelompok melalui pengakuan kemerdekaan, otonomi politik, kedaulatan, atau kebebasan beragama. Kategori ini dapat timbul dari nasionalisme dan etnosentrisme pelaku.
- etnosentrisme. Motivasi gerakan berlandaskan kepercayaan, keyakinan, serta karakteristik sosial khusus yang mempererat kelompok tersebut sehingga terdapat penggolongan derajat suatu ras. Penggolongan ini membuat orang atau kelompok yang memiliki ras atas semena-mena dengan kelompok ras yang lebih rendah. Tujuannya ialah mempertunjukan kekuasaan dan kekuatan (show of power) demi pengakuan bahwa pelaku masuk dalam ras yang unggul (supreme race).
- nasionalisme. Motivasi ini merupakan kesetiaan dan loyalitas terhadap suatu negara atau paham nasional tertentu. Paham tersebut tidak dapat dipisahkan dengan kesatuan budaya kelompok, sehingga bermaksud untuk membentuk suatu pemerintahan baru atau lepas dari suatu kedaulatan untuk bergabung dengan pemerintahan yang memiliki pandangan atau paham nasional yang sama.
- revolusioner. Motivasi ini merupakan dedikasi untuk melakukan perubahan atau menggulingkan pemerintahan dengan politik dan struktur sosial yang baru. Gerakan ini identik dengan idealisme dan politik komunisme.
Baca juga : Kausa (Sebab) Dan Teori Kejahatan
Faktor Penyebab Tindakan Terorisme. Terdapat banyak faktor yang dapat memicu terjadinya tindak terorisme. Menurut Abdul Wahid dan M. Imam Sidiq, dalam "Kejahatan Terorisme - Perspektif Agama, Ham dan Hukum", disebutkan bahwa beberapa faktor penyebab Tindakan terorisme adalah sebagai berikut :
- kesukuan, nasionalisme, serta separatism. Tindak teror ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis atau suku pada suatu bangsa yang ingin memerdekakan diri.
- kemiskinan, kesenjangan, serta globalisasi. Kemiskinan dan kesenjangan dapat menjadi masalah sosial yang mampu memantik terorisme. Hal ini timbul karena merasa tidak adanya keadilan dalam kehidupan.
- non demokrasi. Negara non demokrasi juga disinyalir sebagai tempat tumbuh suburnya terorisme. Hal tersebut karena selain pemerintah negara non demokrasi tidak memberikan kesempatan partisipasi masyarakat, juga melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya. Keterbatasan ini menjadi kultur subur bagi tumbuhnya awal mula kegiatan terorisme.
- pelanggaran harkat kemanusiaan. Aksi teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok dalam masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama hanya karena warna kulit, agama, atau lainnya. Atmosfer seperti ini akan mendorong berkembang biaknya teror.
- radikalisme estrimisme agama. Radikalisme agama menjadi penyebab unik karena motif yang mendasari kadang bersifat tidak nyata. Radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara pandang dunia para penganutnya. Kesalahan dalam pemahaman jihad menjadikan teroris mengatas namakan jihad dalam tindak terorisme, ini jelas sudah salah dalam pemahaman jihad karena mereka menganggap jihad adalah berperang.
- rasa putus asa dan tidak berdaya. Kondisi psikologis ini sangat rawan untuk diprovokasi karena orang yang merasa terabaikan dalam lingkungan masyarakat, menderita secara sosial ekonomi dan merasa diperlakukan tidak adil secara politis akan dengan mudah diberikan sugesti untuk meluapkan kemarahan dengan cara kekerasan untuk memperoleh perhatian dari masyarakat sekeliling maupun pemerintah yang berkuasa.
Pada dasarnya istilah terorisme merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sensitif karena terorisme mengakibatkan timbulnya korban warga sipil yang tidak berdosa. Terorisme sebagai suatu fenomena sosial mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Cara-cara yang digunakan untuk melakukan kekerasan dan ketakutan juga semakin canggih seiring dengan kecanggihan teknologi modern.
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian terorisme, unsur (karakteristik), dan bentuk terorisme, serta faktor penyebab tindakan terorisme.
Semoga bermanfaat.