Pada dasarnya kejahatan dapat diartikan dalam dua sudut pandang keilmuan, yaitu dari sudut pandang hukum (yuridis) dan dari sudut pandang sosial (sosiologis). Dr. J.E. Sahetapy dan B. Mardjono Reksodipuro mengartikan kejahatan sebagai setiap perbuatan (termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara. Perbuatan tersebut dihukum karena melanggar norma-norma sosial masyarakat, yaitu adanya tingkah laku yang patut dari seseorang warga negaranya.
Sedangkan orang yang melakukan kejahatan disebut penjahat. H. Hari Saheroedji menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penjahat adalah orang yang berkelakuan anti sosial, bertentangan dengan norma-norma kemasyarakatan dan agama serta merugikan dan mengganggu ketertiban umum.
Sedangkan orang yang melakukan kejahatan disebut penjahat. H. Hari Saheroedji menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penjahat adalah orang yang berkelakuan anti sosial, bertentangan dengan norma-norma kemasyarakatan dan agama serta merugikan dan mengganggu ketertiban umum.
Pendekatan Mempelajari Latar Belakang Kejahatan. Dalam mempelajari dan menjelaskan latar belakang terjadinya suatu tindak kejahatan, dapat dilakukan dengan menggunakan empat pendekapat, yaitu :
- Pendekatan biogenik, yaitu suatu pendekatan yang mencoba menjelaskan sebab atau sumber kejahatan berdasarkan faktor-faktor dan proses biologis.
- Pendekatan psikogenik, yaitu suatu pendekatan yang menekankan bahwa para pelanggar hukum memberi respon terhadap berbagai macam tekanan psikologis serta masalah-masalah kepribadian yang mendorong mereka untuk melakukan kejahatan.
- Pendekatan sosiogenik, yaitu suatu pendekatan yang menjelaskan kejahatan dalam hubungannya dengan proses-proses dan struktur-struktur sosial yang ada dalam masyarakat atau yang secara khusus dikaitkan dengan unsur-unsur di dalam sistem budaya.
- Pendekatan tipologis, yaitu suatu pendekatan yang didasarkan pada penyusunan tipologi penjahat dalam hubungannya dengan peranan sosial pelanggar hukum, tingkat identifikasi dengan kejahatan, konsepsi diri, pola persekutuan dengan orang lain yang penjahat atau yang bukan penjahat, kesinambungan dan peningkatan kualitas kejahatan, cara melakukan dan hubungan perilaku dengan unsur-unsur kepribadian, serta sejauh mana kejahatan merupakan bagian dari kehidupan seseorang.
Sedangkan menurut Herman Manheim, pendekatan yang digunakan dalam mempelajari suatu tindak kejahatan adalah :
- Pendekatan deskriptif, yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan observasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan, seperti bentuk tingkah laku, cara kejahatan dilakukan, frekuensi dan lokasi kejahatan dilakukan, ciri khas pada pelaku kejahatan, dan perkembangan karir pelaku kejahatan.
- Pendekatan sebab akibat (kausal), yaitu suatu pendekatan dengan cara menafsirkan fakta-fakta yang ditemukan dalam masyarakat untuk mengetahui sebab musabab kejahatan, baik dalam kasus yang bersifat indiviual maupun yang bersifat umum. Pendekatan sebab akibat ini untuk menjawab pertanyaan mengapa seseorang melakukan kejahatan.
- Pendekatan secara normatif, yaitu kriminologi sebagai ideographic discipline dan nomotheitic discipline. Ideographic discipline adalah mempelajari fakta-fakta, sebab akibat, dan kemungkinan dalam kasusu individual. Sedangkan nomotheitic discipline adalah kriminologi yang bertujuan untuk menemukan atau mengungkapkan hukum-hukum yang umumnya bersifat ilmiah, yang diakui keseragaman dan kecenderungannya.
Sebab Kejahatan. Banyak faktor yang mendorong terjadinya suatu tindak kejahatan. Dari berbagai faktor penyebab kejahatan tersebut, para ahli merumuskannya dalam berbagai teori tentang sebab terjadinya tindak kejahatan. Teori sebab kejahatan dimaksud adalah :
1. Teori Lingkungan.
Teori lingkungan dikemukakan oleh A. Lacassagne. Teori lingkungan merupakan reaksi atas teori antropologi, teori ini didasarkan atas pemikiran bahwa "dunia lebih bertanggung jawab atas jadinya diri sendiri". Teori lingkungan mengatakan bahwa "lingkunganlah yang merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan kejahatan". Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut adalah :
- lingkungan yang memberi kesempatan untuk melakukan kejahatan.
- lingkungan pergaulan yang memberikan contoh dan teladan.
- lingkungan ekonomi, kemiskinan, dan kesengsaraan.
W.A. Bonger mengatakan bahwa lingkungan sangat berpengaruh dalam menentukan kepribadian seseorang, apakah ia akan menjadi orang jahat atau orang baik. Jadi, selain dari faktor internal (yang berasal dari diri pribadi), faktor eksternal yaitu lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan kejahatan yang bisa terjadi.
2. Teori Kontrol Sosial.
Teori kontrol sosial dikemukakan oleh Reiss. Teori kontrol sosial menyebutkan bahwa ada tiga komponen dari kontrol sosial, yaitu :
- kurangnya kontrol internal yang wajar selama masih anak-anak.
- hilangnya kontrol tersebut.
- tidak adanya norma-norma sosial atau konflik norma-norma yang dimaksud.
Ada dua macam kontrol, yaitu :
- personal kontrol. Personal kontrol (internal kontrol) merupakan kemampuan seseorang untuk menahan diri agar seseorang tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma yang berlaku dalam masyarakat.
- sosial kontrol. Sosial kontrol (eksternal kontrol) merupakan kemampuan kelompok sosial atau lembaga dalam masyarakat untuk melaksanakan norma-norma atau peraturan menjadi efektif.
Personal kontrol maupun sosial kontrol menentukan seseorang dapat melakukan kejahatan atau tidak.
3. Teori Spiritual.
Teori spiritual menyebutkan bahwa sebab terjadinya kejahatan dapat dilihat dari sudut kerohanian dan keagamaan, karena sebab terjadinya kejahatan adalah tidak beragamanya seseorang. Semakin jauh hubungan seseorang dengan agama maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk melakukan kejahatan, demikian juga sebaliknya.
4. Teori Multi Faktor.
Teori multi faktor menyebutkan bahwa penyebab terjadinya kejahatan tidak ditentukan oleh satu atau dua faktor yang menjadi penyebab kejahatan. Jadi menurut teori ini penyebab terjadinya kejahatan tidak ditentukan hanya dari satu atau dua teori saja, tetapi lebih dari itu.
Teori Kejahatan. Berbicara tentang kejahatan tidak hanya sekedar membicarakan tentang pencurian, penipuan, atau pembunuhan. Kejahatan sudah berkembang dan semakin maju seiring dengan perkembangan dan kemajuan dunia. Dalam memahami tindak kejahatan sekarang ini, kriminologi moderen menjelaskan tiga teori tentang kejahatan, yaitu :
1. Teori Struktur Sosial.
Banyak kriminolog meyakini bahwa kekuatan sosial ekonomi terutama di kalangan kelas sosial ekonomi rendah mendorong sebagian besar masyarakatnya ke dalam pola tingkah laku kriminal. Teori struktur sosial dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Teori Disorganisasi Sosial. Kelompok teori ini memiliki fokus pada kondisi di dalam lingkungan, di mana terjadinya lingkungan yang buruk, kontrol sosial yang tidak memadai, pelanggaran hukum oleh kelompok sosial tertentu, dan adanya pertentangan nilai-nilai sosial.
- Teori Ketegangan (stain theory). Kelompok teori ini memiliki fokus terhadap suatu konflik antara tujuan dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini gterjadi karena adanya ketidak-seimbangan distribusi kekayaan dan kekuasaan. Teori ketegangan menurunkan suatu teori tersendiri, yang disebut teori anomi, yaitu teori yang memandang bahwa orang-orang memiliki paham yang sama akan tujuan dari masyarakat, tetapi kekurangan cara untuk mencapainya sehingga mencari jalan alternatif, seperti kejahatan. Teori inilah yang menjelaskan anhka kejahatan kelas bawah tinggi.
- Teori Kejahatan Kultural. Kelompok teori ini merupakan bengtuk kombinasi dari teori disorganisasi sosial dan teori ketegangan yang secara bersama-sama menghasilkan budaya kelas rendah yang unik dan bertentangan dengan norma-norma sosial konvensional. Sub kultur ini kemudian membatasi diri dengan gaya hidup dan nilai-nilai alternatif dan dianggap sebagai pelaku kejahatan (deviant) oleh budaya normatif.
2. Teori Pengendalian Sosial.
Teori pengendalian sosial merupakan istilah yang merujuk kepada teori-teori yang menjelaskan tingkat kekuatan keterikatan individu dengan lingkungan masyarakatnya sebagai faktor yang mempengaruhi tingkah laku kejahatan. Menurut teori ini kejahatan dianggap sebagai hasil dari kekurangan kontrol sosial yang secara normal dipaksakan melalui institusi-institusi sosial (keluarga, agama, pendidikan, dan lain sebagainya). Teori pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
- Containment Theory. Teori ini dikemukakan oleh Reckless, yang berpendapat bahwa terdapat berbagai cara pertahanan bagi individu agar bertingkah laku selaras dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Pertahanan dimaksud dapat berasal dari dalam (internal) yaitu berupa kemampuan seseorang dalam melawan dan menahan godaan untuk melakukan kejahatan, dan dari luar (eksternal) yaitu suatu susunan yang terdiri dari tuntutan legal dan larangan-larangan yang menjaga setiap anggota masyarakat agar tetap berada dalam ikatan tingkah laku yang diharapkan oleh masyarakat tersebut.
- Social Bond Theory. Teori ini dikemukakan oleh Travis Hirschi, yang melihat bahwa seseorang dapat terlibat kejahatan karena terlepas dari ikatan-ikatan dan kepercayaan-kepercayaan moral yang seharusnya mengikat mereka ke dalam suatu pola hidup yang patuh kepada hukum. Ikatan sosial dimaksud terbagi dalam empat elemen utama, yaitu : attachment yaitu ikatan sosial yang muncul karena adanya rasa hormat, commitmen yaitu pencarian seorang individu akan tujuan hidup yang ideal dan konvensional, involvement yaitu keterlibatan individu di dalam kegiatan konvensional dan patuh, serta belief yaitu keyakinan atas nilai dan norma sosial.
3. Teori Labeling.
Teori labeling dikemukakan oleh Frank Tannenbaum, yang mengatakan bahwa kejahatan bukan sepenuhnya dikarenakan individu kurang mampu menyesuaikan diri dengan kelompok, tetapi dalam kenyataannya individu tersebut dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan kelompoknya. Oleh karenanya kejahatan terjadi karena hasil konflik antara kelompok dengan masyarakat yang lebih luas, di mana terdapat dua definisi yang bertentangan tentang tingkah laku yang mana yang layak.
Suatu ilustrasi dari teori labeling ini adalah seseorang yang saja keluar dari penjara setalah menjalani hukuman karena perbuatannya di masa lalu, sesungguhnya ia telah mengalami proses labeling, yaitu keputusan dari penguasa yang menyatakan bahwa ia adalah penjahat dan patut untuk dihukum penjara. Setelah ia keluar dari penjara, masyarakat akan tetap menilainya sebagai penjahat karena cap yang telah melekat pada dirinya tersebut. Hal tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada kehidupan, mental dan sisi psikologis seseorang tersebut. Dampak seperti itu, dapat kemudian menyebabkan seseorang tersebut akhirnya mengulangi perbuatannya dan akhirnya mengidentifikasi dirinya sebagai penjahat.
Semoga bermanfaat.