Keberadaan saksi dan korban merupakan hal yang sangat menentukan dalam pengungkapan tindak pidana pada proses peradilan pidana. Oleh karena itu, pada semua tahap proses peradilan pidana Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan memberikan perlindungan kepada saksi dan korban yang dipandang perlu untuk dimendapatkan perlindungan dimaksud.
Undang-Undang Nomor : 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, berikut peraturan perubahannya yaitu Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor : 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan :
- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban sebagaimana diatur dalam
- Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengan sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri.
- Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
- Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
- Pelapor adalah orang yang memberikan laporan, informasi, atau keterangan kepada penegak hukum mengenai tindak pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi.
- Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perlindungan saksi dan korban tersebut.
Hak Saksi dan Korban dalam Proses Peradilan Pidana. Oleh karena pentingnya keberadaan saksi dan korban dalam pengungkapan suatu tindak pidana, maka LPSK memandang perlu untuk melakukan perlindungan terhadap saksi dan korban tersebut. Selama dalam perlindungan LPSK, saksi dan korban berhak untuk :
- memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan.
- ikut serta dalam proses memilih dan menentuan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan.
- memberikan keterangan tanpa tekanan.
- mendapat penerjemah. Hak ini diberikan kepada saksi dan korban yang tidak menguasai bahasa Indonesia.
- bebas dari pertanyaan yang menjerat.
- mendapat informasi mengenai perkembangan kasus.
- mendapat informasi mengenai putusan pengadilan.
- mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan.
- dirahasiakan identitasnya.
- mendapat identitas baru.
- mendapat tempat kediaman sementara.
- mendapat tempat kediaman baru.
- memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan.
- mendapat nasehat hukum.
- memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir.
- mendapat pendampingan.
Hak-hak tersebut di atas diberikan kepada saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK. Yang dimaksud dengan tindak pidana dalam kasus tertentu antara lain adalah :
- tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
- tindak pidana korupsi.
- tindak pidana pencucian uang.
- tindak pidana terorisme.
- tindak pidana perdagangan orang.
- tindak pidana psikotropika, dan
- tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi dan/atau korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya.
Sedangkan bagi korban :
- pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
- tindak pidana terorisme.
- tindak pidana perdagangan orang.
- korban penganiayaan berat.
selain mendapatkan hak-hak sebagaimana tersebut di atas, juga berhak mendapatkan :
- bantuan medis, yaitu bantuan yang diberikan untuk memulihkan kesehatan fisik korban, termasuk melakukan pengurusan dalam hal korban meninggal dunia, seperti pengurusan jenazah hingga pemakaman.
- bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis. Rehabilitasi psikososial adalah semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual korban sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar. Sedangkan rehabilitasi psikologis adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban.
yang diberikan berdasarkan keputusan LPSK.
Khusus bagi setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan korban tindak pidana terorisme, selain mendapatkan hak-hak tersebut juga berhak atas kompensasi.
- Kompensasi bagi korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat diajukan oleh korban, keluarga, atau kuasanya kepada Pengadilan Hak Asasi Manusia melalui LPSK. Pelaksanaan pembayaran kompensasi diberikan oleh LPSK berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Kompensasi bagi korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme.
Pengajuan kompensasi oleh keluarga dilakukan jika korban meninggal dunia, hilang, tidak cakap hukum, atau tidak mampu secara fisik. Pendanaan yang diperlukan untuk pembayaran kompensasi dibebankan pada anggaran LPSK.
Restitusi Korban Tindak Pidana. Yang dimaksud dengan restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Pada prinsipnya, korban tindak pidana berhak memperoleh restitusi. Restitusi tersebut dapat berupa :
- ganti kerugian atas dasar kehilangan kekayaan atau penghasilan.
- ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana.
- penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.
yang diajukan melalui dan ditetapkan dengan keputusan LPSK.
Pengajuan permohonan restitusi tersebut dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu :
- diajukan sebelum putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal demikian, LPSK dapat mengajukan restitusi kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya.
- diajukan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal demikian, LPSK dapat mengajukan restitusi kepada pengadilan untuk mendapat penetapan.
Apabila korban tindak pidana meninggal dunia, restitusi diberikan kepada keluarga korban yang merupakan ahli waris korban.
Terhadap saksi dan/atau korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar (yaitu ancaman yang menyebabkan saksi dan/atau korban tidak dapat memberikan kesaksiannya), atas persetujuan hakim, saksi dan/atau korban :
- dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa.
- dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan dihadapan pejabat yang berwenang (penyidik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan) dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut.
- dapat memberikan kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang.
Kehadiran pejabat yang berwenang tersebut untuk memastikan bahwa saksi dan/atau korban tidak dalam paksaan atau tekanan ketika saksi dan/atau korban memberikan keterangan.
Saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik, maksudnya adalah memberikan keterangan palsu, sumpah palsu, dan permufakatan jahat.
Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Untuk saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikannya. Penanganan secara khusus bagi saksi pelaku tersebut dapat berupa :
- pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya.
- pemisahan pemberkasan antara berkas saksi pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapkannya.
- memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.
Sedangkan penghargaan untuk saksi pelaku atas kesaksian yang telah diberikannya dapat berupa :
- keringanan penjatuhan pidana, yang meliputi pidana percobaan, pidana bersyarat khusus, atau penjatuhan pidana yang paling ringan di antara terdakwa lain. Untuk mendapatkan keringan penjatuhan pidana, LPSK memberikan rekomendasi secara tertulis kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya kepada hakim.
- pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi saksi pelaku yang berstatus narapidana. Untuk memperoleh penghargaan tersebut LPSK memberikan rekomendasi secara tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Sesuai dengan perkembangan hukum di masyarakat, ketentuan mengenai subyek hukum yang dapat memperoleh perlindungan dari LPSK dewasa ini diperluas. LPSK tidak hanya melakukan perlindungan terhadap saksi dan korban, tetapi juga kepada pihak lain (sebagaimana tersebut di atas) yang memiliki kontribusi besar untuk mengungkap tindak pidana tertentu, mereka adalah saksi pelaku (justice collaborator), pelapor (whistle blower), ahli, serta orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara pidana meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri. Pihak-pihak tersebut selama dalam perlindungan LPSK akan mendapatkan hak-hak sebagaimana hak-hak yang diterima oleh saksi dan/atau korban.
Semoga bermamfaat.