Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia Harus Dipindahkan Dari Jakarta

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Ibu Kota. Istilah ibu kota berasal dari bahasa Latin, yaitu "caput" yang berarti kepala (head) yang terkait dengan kata "capitol" yang berhubungan dengan bangunan di mana pusat pemerintahan utama dilakukan. Sehingga secara umum, ibu kota dapat diartikan sebagai kota utama yang diasosiasikan dengan pemerintahan suatu negara, yang secara fisik difungsikan sebagai kantor pusat dan tempat pertemuan dari pimpinan pemerintahan serta ditentukan berdasarkan hukum.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu kota diartikan dengan :
  1. Kota tempat kedudukan pusat pemerintahan suatu negara, tempat dihimpun unsur administratif, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. 
  2. Kota yang menjadi pusat pemerintahan.

Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Jakarta. Penunjukan Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor : 2 Tahun 1961 tentang Berlakunya Beberapa Peraturan dan Tindakan Penguasa Perang Tertinggi di Daerah-daerah Tingkat I Bali dan Kalimantan Tengah Berhubung dengan Penghapusan Keadaan Bahaya. Dan kemudian ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor : 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Tetap Sebagai Ibu Kota Negera Republik Indonesia dengan Nama Jakarta.

Ibu kota negara mempunyai fungsi sentral bagi pemimpin negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan. Kondisi aman, nyaman, kondusif dari ibu kota negara merupakan bagian penting dalam memikirkan dan mengkoordinasikan jalannya pemerintahan agar negara dan bangsa, maju sejajar dengan negara maju lainnya, serta rakyatnya cerdas, sejahtera secara berkeadilan. Ibu kota negara menjadi simbol suatu negara untuk menunjukkan jati diri dan harga diri bangsa dan negara.


Alasan Pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia. Dalam perkembangannya, kondisi sebagaimana dimaksud di atas dianggap sudah tidak dapat dipenuhi lagi oleh Jakarta. Kondisi umum saat ini, mencitrakan Jakarta sebagai kota dengan tata ruang yang semrawut, tingkat kemacetan lalu lintas sudah sampai tahap yang parah, ketimpangan sosial ekonomi sangat tinggi, banyak terjadi tumpang tindih dalam tata guna lahan, pencemaran udara dan air yang tinggi, serta sering terlanda bencana banjir. Berdasarkan hal tersebut dan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, maka pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta.

Presiden Indonesia, Joko Widodo, pada tanggal 16 Agustus 2019 di Istana Negara telah resmi mengumumkan pemindahan ibu kota negara Indonesia dari Jakarta ke sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Menteri PPN/Kepala Bappenas (Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Bambang Brodjonegoro, menjelaskan bahwa pemindahan ibu kota diperlukan karena enam alasan utama, yaitu :
  1. Mengurangi beban Jakarta dan Jabotabek. 
  2. Mendorong pemerataan pembangunan ke wilayah Indonesia bagian timur. 
  3. Mengubah mindset pembangunan dari Jawa centris menjadi Indonesia centris. 
  4. Memiliki ibu kota negara yang merepresentasikan identitas bangsa, kebhinekaan dan penghayatan terhadap Pancasila. 
  5. Meningkatkan pengelolaan pemerintahan pusat yang efisien dan efektif. 
  6. Memiliki Ibu kota yang menerapkan konsep smart, green, and beautiful city untuk meningkatkan kemampuan daya saing (competitiveness) secara regional maupun internasional.


Alasan lain mengapa ibu kota negara Indonesia harus dipindahkan dari Jakarta, juga disampaikan oleh Tim Riset CNBC. Mengutip dari laman  www.cnbcindonesia.com, dari hasil riset yang dilakukan, setidaknya diperoleh empat alasan yang mengharuskan ibu kota negara Indonesia sebaiknya dipindahkan dari Jakarta, yaitu :

1. Macet yang Berkelanjutan.
Kemacetan memang masih menjadi permasalahan kota Jakarta yang hingga saat ini masih sulit untuk dipecahkan. Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, kemacetan parah yang terjadi di Jakarta berpotensi mengakibatkan kerugian hingga triliunan rupiah setiap tahunnya.

Dengan adanya kemacetan, maka waktu tempuh kendaraan bermotor akan semakin lama. Akibatnya konsumsi bahan bakar menjadi tidak efisien. Bayangkan saja jutaan kendaraan terpaksa menghabiskan bahan bakar selama beberapa jam hanya untuk bertahan di titik kemacetan. Selain itu, kemacetan juga menyebabkan nilai produktivitas sumber daya manusia hilang akibat mobilisasi yang terhambat. Dalam dunia usaha, ada potensi kerugian peluang (opportunity loss) akibat tidak dapat mengerjakan suatu hal karena harus terjebak kemacetan.

Bila Jakarta terus dijadikan sebagai pusat dari segalanya, maka kemacetan akan semakin sulit untuk diurai. Berdasarkan salah satu penelitian yang dipublikasikan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, pertumbuhan jumlah kendaraan sudah jauh melampaui pertumbuhan ruas jalan per tahun. Contohnya : pada tahun 2010, pertumbuhan jumlah kendaraan mencapai 11%, sedangkan pertumbuhan ruas jalan hanya sebesar 0,01%.

2. Banjir Tahunan.
Masalah banjir tampaknya bukan hal yang sederhana di Jakarta ini. Selain karena sistem pengairan Jakarta yang tidak berfungsi dengan baik, tanah Jakarta yang semakin amblas juga mengakibatkan potensi genangan air semakin meluas setiap tahunnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITB, setiap tahun permukaan tanah Jakarta semakin turun dengan kecepatan 1-12 cm/tahun secara variatif di berbagai daerah. Penelitian tersebut juga mengatakan bahwa sepanjang 2002-2010 permukaan tanah di daerah sekitar Pantai Indah Kapuk telah amblas sebesar 116 centi meter.

Penurunan permukaan tanah tersebut terjadi karena maraknya pembangunan infrastruktur berat seperti jalan, gedung, rumah, dan jembatan. Akibat dari penurunan permukaan tanah tersebut, sungai yang normalnya bisa mengalirkan air hujan ke laut menjadi terhambat dan mengakibatkan genangan-genangan dan banjir. Bila pembangunan terus dipusatkan di Jakarta, maka fenomena ini akan berlanjut. Banjir pun akan sulit untuk ditanggulangi.

3. Kepadatan Penduduk.
Pada tahun 2030, Bank Dunia memperkirakan 60 % dari penduduk dunia (termasuk Indonesia) akan tinggal di kota. Artinya setiap hari akan ada manusia-manusia baru yang memberikan andil terhadap kepadatan penduduk, tak terkecuali Jakarta. Jakarta yang dahulu bernama Batavia dibangun oleh Belanda sebagai kota pelabuhan untuk perdagangan dan hanya dirancang untuk menampung 600.000 jiwa. Namun kini Jakarta harus menjadi rumah bagi lebih dari 10 juta jiwa.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017, tingkat kepadatan penduduk Jakarta adalah sebesar 15.366 jiwa/km2. Bila daya tarik perkotaan semuanya diserap oleh Jakarta, maka kepadatan tentu akan meningkat. Kepadatan penduduk tentu saja akan membuat kota akan semakin tidak nyaman untuk ditinggali. Stress yang meningkat akan menggiring tingkat kejahatan lebih tinggi lagi. Maka dari itu kota baru untuk memecah konsentrasi penduduk jelas diperlukan.

4. Kualitas Air Semakin Buruk.
Selain potensi pencemaran yang meningkat seiring padatnya penduduk, konsumsi air tanah yang terus meningkat juga bukan kabar baik bagi sebuah wilayah. Pasalnya dengan semakin banyak air tanah yang dipompa keluar, maka air asin yang berasal dari laut akan semakin mudah menembus lapisan air tanah kota Jakarta. Fenomena ini disebut dengan intrusi air laut, yang menyebabkan kandungan garam pada air tanah meningkat. Kala itu terjadi, air tanah yang biasanya digunakan untuk minum atau mandi menjadi lebih asin dan tidak layak untuk digunakan.

Hari ini pun kualitas air tanah Beberapa wilayah di kawasan utara Jakarta sudah dikategorikan Air Tanah Asin, berdasarkan data dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta tahun 2006.


Apakah ibu kota negara Indonesia memang harus dipindah ? Kalau melihat alasan-alasan tersebut di atas, ibu kota negara memang harus segera dipindahkan dari Jakarata. Pemindahan ibu kota negara bukanlah merupakan hal yang tabu, bukan merupakan hal yang tidak dapat dilakukan. Telah banyak negara yang pernah memindahkan ibu kota negara-nya, bahkan dalam sejarahnya, pemerintah Indonesia sudah beberapa kali pindah ibu kota. Berikut beberapa kota yang pernah menjadi ibu kota negara Indonesia.

1. Yogyakarta.
Pemindahan ibu kota Indonesia ke Yogyakarta terjadi pada 4 Januari 1946 atau kurang dari lima bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan. Alasan pemindahan saat itu karena keamanan Jakarta sebagai ibu kota negara terancam setelah Belanda yang datang dengan membonceng sekutu berhasil menguasai Jakarta pada 29 September 1945.

2. Bukit Tinggi.
Pada 19 Desember 1948, pasukan Belanda melakukan agresi militer Belanda II dengan menyerang Yogyakarta. Presiden Soekarno dan Wakilnya Mohammad Hatta, sebelum ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka, sempat menunjuk Menteri Kemakmuran Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan darurat. Akhirnya, Bukit Tinggi ditunjuk sebagai ibu kota baru Negara Kesatuan Republik Indonesia saat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Selanjutnya ibu kota negara Indonesia Kembali lagi ke Yogyakarta, setelah Presiden Soekarno dan Wakilnya Mohammad Hatta kembali dari pengasingan pada 6 Juli 1949, dan Syafrudin Prawiranegara menyerahkan Kembali amanat pemerintahan Indonesia dan membubarkan PDRI. Dan terakhir berdasarkan Peraturan Presiden Nomor : 2 Tahun 1961 yang kemudian ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor : 10 Tahun 1964, Jakarta kembali lagi menjadi daerah khusus ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Sedangkan beberapa negara di dunia yang pernah memindahkan ibu kota negaranya, diantaranya adalah :
  • Amerika Serikat, memindahkan ibu kota negaranya dari New York ke Philadelphia, dan terakhir ke Washington, DC. 
  • Brasil, memindahkan ibu kota negaranya dari Rio de Janeiro ke Brasilia. 
  • Australia, memindahkan ibu kota negaranya dari Melbourne ke Canberra. 
  • Turki, memindahkan ibu kota negaranya dari Istanbul (Konstantinopel) ke Ankara. 
  • Pakistan, memindahkan ibu kota negaranya dari Karachi ke Islamabad. 
  • Myanmar, memindahkan ibu kota negaranya dari Yangon ke Naypyidaw. 
  • Kazakhstan, memindahkan ibu kota negaranya dari Almaty (Alma Ata) ke Astana.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian ibu kota dan alasan kenapa ibu kota Negara Republik Indonesia harus dipindahkan dari Jakarta.

Semoga bermanfaat.