Ende, Jejak Sejarah Soekarno

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Ende merupakan Ibu Kota Kabupaten Ende, yang terletak di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan luas wilayah lebih kurang 2.046,6 kilometer persegi, Kabupaten Ende diresmikan pada tanggal 14 Desember 1958.

Nama Ende sendiri tidak diketahui dengan pasti sejak kapan mulai digunakan. Dari beberapa karya tulisan yang ada, Ende sudah dikenal sejak tahun 1800-an. Misalkan saja, pada sekitar tahun 1875, E.F Kleian, seorang Civiel Gezaghebber dari Pulau Solor menulis nama Nusa Mbinge menjadi Nusa Endeh, Terlepas dari hal tersebut, masyarakat Ende percaya bahwa Ende (Nua Ende) sudah ada sejak jaman pra sejarah. Dongeng dan mitos yang ada tentang berdirinya Ende telah banyak dijadikan sumber penelitian oleh para ahli., seperti : S. Roos, dengan karangannya yang berjudul "Lets Over Ende". Dalam karangannya tersebut, S.Roos membicarakan salah satunya tentang berdirinya Nua Ende dan Tanah Ende serta van Suchtelen, yang menuliskan kembali mitos didirikannya Ende (Nua Ende).

Perjalanan ke Ende dapat ditempuh dengan menggunakan pesawat terbang dari Jakarta atau Surabaya menuju Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari Kupang perjalanan dilanjutkan kembali dengan pesawat terbang menuju Ende. Ende, kota dengan jumlah penduduk muslim terbesar di Pulau Flores ini, mempunyai daerah perbukitan dipadu dengan bentangan pantai yang berair bersih. Dari udara, pemandangan Ende sangat menakjubkan.

Membicarakan Ende tidak akan lepas dari Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia. Di Kota Ende ini, mulai dari tahun 1934 -1938, Soekarno pernah diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Rumah tempat tinggal Soekarno selama diasingkan di Ende, hingga saat ini masih terawat dengan baik. Rumah yang terletak di Kelurahan Kotaratu tersebut sekarang dijadikan sebuah musium oleh pemerintah setempat. Di dalam rumah tersebut masih tersimpan lengkap barang-barang peninggalan Soekarno selama menjalani pengasingannya di Ende. Seperti : barang-barang pecah belah yang digunakan Soekarno dan keluarganya, setrika arang, ranjang atau tempat tidur yang digunakan Soekarno, buku naskah drama yang ditulis tangan Soekarno, serta pena berikut tinta yang digunakan Soekarno untuk menuliskan ide-idenya. Di sekitar rumah tersebut, dapat pula dijumpai sebuah sumur yang digali sendiri oleh Soekarno. Semuanya masih terawat dengan baik. 


Tempat bersejarah lain di Ende adalah sebuah taman di dekat lapangan Perse Ende. Di taman inilah, yang sekarang dikenal dengan Taman Renungan Bung Karno, setiap sore dan tengah malam Soekarno sering duduk merenung di bawah pohon sukum sambil memandang pantai didepannya. Hasil renungannya adalah Pancasila, yang hingga sampai saat ini digunakan sebagai dasar Negara Republik Indonesia. 

Ada cerita menarik tentang pohon sukun di Taman Renungan Soekarno tersebut, Pohon sukun yang asli sebenarnya sudah tumbang pada tahun 1960-an. Oleh pemerintah setempat, dilakukan penanaman ulang pohon sebanyak dua kali. Pohon sukun yang pertama ditanam juga mati. Pohon sukun yang ditanam ulang yang kedua tumbuh subur hingga saat ini dan bercabang lima. Cabang lima pada pohon sukun ini, oleh masyarakat diyakini sebagai perwujudan dari lima sila Pancasila. Sekarang, pohon sukun tersebut dikelilingi dengan pagar, di sampingnya berdiri tegak patung Soekarno setinggi sekitar tiga meter, yang dilapisi warna emas.

Selain dari tempat bersejarah, rumah pengasingan dan taman Soekarno tersebut, Ende juga menawarkan banyak tempat wisata yang cantik, yang sayang untuk ditinggalkan. Tempat-tempat wisata di Ende tersebut di ataranya adalah :

  • Danau Tiga Warna Kalimutu. Tidak sah rasanya, jika sudah sampai ke Ende, tidak mengunjungi obyek wisata ini. Danau Kalimutu berjarak sekitar 62 kilometer dari Ende. Danau yang mempunyai tiga warna yang dapat berubah-ubah itu terletak di puncak gunung Kalimutu. Di sekitar danau ada beberapa papan yang menceritakan tentang legenda dari danau tersebut yang dianggap keramat oleh masyarakat sekitar. Danau yang berwarna merah bernama Tiwu Ata Polo tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dunia dan selama hidupnya melakukan kejahatan. Danau yang berwarna putih bernama Tiwu Ata Mbupu, tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal dunia. Dan danau yang berwarna biru bernama Tiwu Nuwa Muri Koo Fai, tempat berkumpulnya jiwa muda mudi yang telah meninggal dunia. Apabila dalam satu waktu tertentu warna danau tersebut berubah, masyarakat sekitar percaya hal tersebut merupakan pertanda buruk.
  • Gunung Meja. Gunung ini merupakan ikon kota Ende. Puncaknya yang datar bagai meja tersebut terbentuk bukan karena proses alam, melainkan karena sengaja dipotong oleh pemerintah setempat. Pemotongan puncak gunung tersebut dilakukan karena mengganggu pendaratan dan penerbangan pesawat dari bandara Haji Hasan Aroeboesman. 
  • Kampung Adat Wologai. Kampung adat ini terletak di Kecamatan Detusuko, umurnya diperkirakan sudah lebih dari 800 tahun. Di sini dapat dijumpai rumah adat suku Ende Lio. 
  • Pantai Blue Stone Beach. Pantai dengan nama lain Penggajawa ini terletak di sebelah barat kota Ende. Pantai ini terkenal karena bentuk bebatuanya yang bulat dan berwarna hijau atau biru muda.
  • Pantai Mbu'u. Pantai yang terletak tidak jauh dari pusat kota ini mempunyai garis pantai yang panjang, sehingga nyaman untuk bersantai atau jalan-jalan. Pasir pantainya berwarna hitam dan banyak berserakan batu-batu beraneka warna dan bentuk. Dari pantai ini bisa terlihat jelas gunung Meja dan gunung Iya.

Selain tempat-tempat wisata tersebut, masih banyak lagi destinasi wisata di Emde yang dapat dikunjungi. 

Semoga bermanfaat.