Pengertian Putusan Gugur Dan Putusan Verstek Dalam Acara Istimewa Persidangan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Yang dimaksud dengan acara istimewa adalah apabila ada lebih dari satu penggugat atau lebih dari satu tergugat, kesemuanya (baik para penggugat atau para tergugat) tidak hadir dalam suatu persidangan yang diadakan untuk mengadili suatu perkara tertentu yang diadakan untuk itu. Jika dari pihak penggugat atau pihak tergugat ada yang hadir dalam persidangan, maka acara istimewa tidak berlaku. Sidang akan diundur dan perkara tersebut pada akhirnya akan diputus menurut acara biasa.

Jadi jika pada hari sidang yang telah ditentukan untuk mengadili suatu perkara tertentu, salah satu pihak, baik itu kesemuanya pihak penggugat atau kesemuanya pihak tergugat tidak hadir atau tidak menyuruh wakilnya atau kuasanya untuk menghadap pada sidang pengadilan yang telah ditentukan, maka berlakulah acara istimewa sebagaimana diatur dalam pasal 124 dan pasal 125 H.I.R (Het Herziene Indonesisch Reglement).


Pasal 124 H.I.R mengatur perihal gugur, yang berbunyi sebagai berikut :
  • "Jikalau si penggugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap pengadilan negeri pada hari yang ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya, maka gugatannya dipandang gugur dan si penggugat di hukum membayar biaya perkara, akan tetapi si penggugat berhak, sesudah membayar biaya yang tersebut, memasukkan gugatannya sekali lagi."

Arti dari 'telah dipanggil dengan patut' dalam pasal tersebut adalah bahwa yang bersangkutan telah dipanggil dengan cara pemanggilan menurut ketentuan undang-undang, di mana pemanggilan dilakukan oleh juru sita dengan membuat berita acara pemanggilan pihak-pihak, yang dilakukan terhadap yang bersangkutan atau wakilnya yang sah, dengan memperhatikan tenggang waktu, kecuali dalam hal yang sangat perlu, tidak boleh kurang dari tiga hari kerja. Diatur dalam pasal 122 H.I.R.


Sebelum gugatan digugurkan, terlebih dahulu hakim harus dengan teliti memeriksa berita acara pemanggilan pihak-pihak. Apakah pihak penggugat telah dipanggil dengan patut, seksama, dan seandainya cara pemanggilan telah tidak dilakukan sebagaimana mestinya, hakim tidak boleh menggugurkan gugatan, melainkan menyuruh juru sita untuk memanggil pihak penggugat sekali lagi. Biaya pemanggilan yang tidak sah tersebut seharusnya menjadi tanggungan dari juru sita yang telah melakukan pemanggilan tidak sah tersebut, atau setidaknya terhadap juru sita yang tidak cakap tersebut harus diberikan teguran. Kalau yang bersangkutan melakukan kesalahan tersebut berkali-kali, terhadapnya hendaknya diberikan tindakan administratif.

Apabila pihak penggugat telah dipanggil dengan patut, dan pihak penggugat telah mengirim orang atau surat yang menyatakan bahwa pihak penggugat berhalangan hadir sebara sah, misalnya penggugat sakit parah, atau pihak penggugat telah mengutus wakil atau kuasanya berdasarkan surat kuasa yang dibuat untuk itu, akan tetapi surat kuasa yang ia telah berikan kepada wakil atau kuasanya tersebut tidak memenuhi persyaratan (di dalamnya terdapat kesalahan), maka hakim harus cukup bijaksana untuk mengundurkan sidang.


Dalam hal penggugat sebelum dipanggil telah meninggal dunia, maka terserah kepada para ahli warisnya, apakah mereka akan meneruskan perkara tersebut atau akan mencabut perkara yang bersangkutan. Hendaknya para ahli waris datang menghadap pada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk mengutarakan maksudnya. Apabila para ahli waris tersebut berkehendak untuk melanjutkan gugatan, maka surat gugatan harus diubah dengan mencantumkan para ahli waris sebagai penggugat. Apabila di antara para ahli waris tersebut ada yang tidak mau ikut menggugat, maka agar gugatan tidak dinyatakan tidak diterima karena kurag lengkap, ahli waris yang tidak mau menggugat, diikut sertakan sebagai turut tergugat, sekedar untuk tunduk dan taat terhadap putusan hakim.

Demikian juga dalam hal penggugat setelah dipanggil dengan patut, meninggal dunia, sehingga ia tidak dapat datang di persidangan, dan perihal kematiannya tersebut diberitahukan kepada pengadilan, maka perkara tersebut tidak akan digugurkan, tetapi pihak ahli waris akan dipanggil untuk ditanya apakah mereka akan melanjutkan atau akan mencabut gugatan. Sedangkan terhadap kematian penggugat yang tidak diberitahukan oleh para ahli warisnya, dan pengadilan tidak mengetahui adanya kematian penggugat tersebut, maka pengadilan akan menggugurkan gugatan tersebut.

Apabila gugatan digugurkan, maka dibuatlah surat putusan dan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Pihak penggugat yang perkaranya digugurkan, diperkenankan untuk mengajukan gugatannya sekali lagi setelah ia terlebih dahulu membayar biaya perkara dan membayar uang muka untuk perkaranya yang baru.


Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana apabila perkara yang kedua ini juga digugurkan ? Apakah pihak penggugat masih diperkenankan untuk mengajukan gugatannya sekali lagi dan seterusnya ? Terhadap pertanyaan tersebut, H.I.R tidak mengaturnya secara tegas, akan tetapi oleh karena tidak nyata-nyata dilarang, hal itu berarti bahwa pengajuan gugatan semacam itu diperkenankan. Dalam perkara yang digugurkan, pokok perkara sama sekali belum diperiksa oleh hakim, oleh karenanya tidaklah diperkenankan dan hal tersebut salah, apabila dalam putusannya hakim menggugurkan gugatan sekaligus menolak pokok perkara. 


Verstek diatur dalam pasal 125 H.I.R, yang berbunyi sebagai berikut :
  • (1) Jikalau si tergugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap pada hari yang ditentukan, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakil atau kuasanya, maka huhatan itu diterima dengan keputusan tidak hadir, kecuali jika nyata kepada pengadilan negeri, bahwa gugatan itu melawan hak atau tidak beralasan.
  • (2) Akan tetapi jika si tergugat dalam surat jawabnya yang tersebut dalam pasal 121 H.I.R mengajukan perlawanan atau tangkisan bahwa pengadilan negeri tidak berhak menerima perkara itu, hendaklah pengadilan negeri, walaupun si tergugat sendiri atau wakilinya tidak menghadap, setelah didengar si penggugat, mengadili perlawanannya dan hanya kalau perlawanan itu ditolak, maka keputusan dijatuhkan mengenai pokok perkara.
  • (3) Jikalau gugatan diterima, maka keputusan pengadilan negeri dengan perintah ketua diberitahukan kepada orang yang dikalahkan, dan serta itu diterangkan kepadanya, bahwa ia berhak dalam waktu dan dengan cara yang ditentukan pasal 129 H.I.R, mengajukan perlawanan terhadap putusan tak hadir itu pada majelis pengadilan itu juga.
  • (4) Di bawah keputusan tidak hadir itu Panitera pengadilan mencatat, siapa yang diperintahkan menjalankan pekerjaan itu dan apakah diberitahukannya tentang hal itu, baik dengan surat maupun dengan lisan.

Verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir, meskipun ia menurut hukum acara harus datang. Verstek hanya dapat dinyatakan, apabila pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap pada sidang yang pertama, dan apabila perkara diundur sesuai dengan ketentuan pasal 126 H.I.R, kesemuanya pihak tergugat juga tidak datang menghadap lagi.


Apabila tergugat pada sidang pertama hadir dan pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir hadir, atau apabila tergugat atau para tergugat pada sidang pertama tidak hadir lalu hakim mengundurkan sidang berdasarkan pasal 126 H.I.R, dan pada sidang yang kedua ini tergugat atau para tergugat hadir dan kemudian dalam sidang-sidang selanjutnya tidak hadir lagi, maka perkara akan diperiksa menurut acara biasa dan putusan dijatuhkan secara contradictoir (dengan adanya perlawanan, atau dalam bahasa Belanda disebut 'op tegenspraak'), meskipun sesungguhnya tidak diajukan sesuatu perlawanan. Demikian juga dalam pemeriksaan tersebut ada seorang atau lebih tergugat dari sekian banyak tergugat tidak pernah hadir dalam sidang pemeriksaan perkara yang bersangkutan, terhadap tergugat atau beberapa tergugat yang tidak pernah hadir itu tidak boleh dijatuhkan putusan verstek, melainkan harus putusan contradictoir.  Pada bagian akhir dari surat putusan, disebutkan  siapa yang hadir dan siapa saja yang tidak hadir, termasuk tergugat atau para tergugat yang selama pemeriksaan tidak pernah hadir.

Pasal 125 ayat 1 H.I.R menentukan bahwa untuk putusan verstek yang mengabulkan gugatan diharuskan adanya  syarat-syarat sebagai berikut :
  1. Tergugat atau para tergugat kesemuanya tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan.
  2. Tergugat atau para tergugat tidak mengirimkan wakil atau kuasanya yang sah untuk menghadap.
  3. Tergugat atau para tergugat kesemuanya telah dipanggil dengan patut.
  4. Petitum tidak melawan hak.
  5. Petitum beralasan.

Syarat-syarat tersebut harus satu persatu diperiksa dengan seksama, barulah apabila benar-benar persyaratan itu kesemuanya terpenuhi, putusan verstek dijatuhkan dengan mengabulkan gugatan. Namun :
  • apabila syarat 1, 2, dan 3 dipenuhi, akan tetapi petitumnya ternyata melawan hak atau tidak beralasan, maka meskipun perkara diputus dengan verstek, gugatan ditolak.
  • apabila syarat 1, 2, dan 3 terpenuhi, akan tetapi ternyata ada kesalahan formil dalam gugatan, misalkan gugatan diajukan oleh orang yang tidak berhak, atau kuasa yang menandatangani surat gugatan ternyata tidak memiliki surat kuasa khusus dari pihak penggugat, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.

Sehingga dapatlah dikatakan, bahwa putusan verstek tidak secara otomatis akan menguntungkan bagi penggugat.


Pasal 125 ayat 2 H.I.R mengharuskan hakim untuk terlebih dahulu memberi putusan tentang eksepsi dengan mendengar pihak penggugat tentang eksepsi tersebut apabila pihak tergugat meskipun tidak hadir dan tidak pula mengirimkan wakil atau kuasanya, telah mengirimkan surat jawaban yang memuat pula eksepsi bahwa pengadilan negeri yang bersangkutan tidak berkuasa memeriksa perkara tersebut, jadi eksepsi yang menyangkut kekuasaan absolut (mutlak) atau kekuasaan relatif. Apabila eksepsi tersebut dibenarkan, maka hakim tidak akan memeriksa pokok perkara lebih lanjut. Tidak akan diperiksa apakah petitum melawan hak atau petitum tidak beralasan lagi. Hakim akan memberi putusan bahwa tergugat yang telah dipanggil dengan patut tidak hadir dan menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut (dalam hal adanya eksepsi mengenai kekuasaan mutlak).  Atau memberi putusan bahwa tergugat yang telah dipanggil dengan patut tidak hadir dan menyatakan bahwa pengadilan negeri yang bersangkutan tidak berwenang untuk mengadili gugatan yang telah diajukan itu (dalam hal adanya eksepsi mengenai kekuasaan relatif). Sedangkan apabila eksepsi tidak dibenarkan, maka eksepsi tersebut ditolak, dan hakim akan memeriksa pokok perkaranya, Dalam hal gugatan beralasan dan tidak bertentangan dengan hukum, gugatan akan dikabulkan seluruhnya atau sebagian dengan verstek.


Sedangkan mengenai masalah apakah tergugat yang dikalahkan dengan putusan verstek tersebut dapat mengajukan perlawanan atau banding, tergantung dari bunyi putusannya.

Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian putusan gugur dan putusan verstek dalam acara istimewa persidangan.

Semoga bermanfaat.