Dalam praktek peradilan, terdapat tiga produk hukum yang dikeluarkan oleh hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan, yaitu putusan, penetapan, dan akta perdamaian. Yang dimaksud dengan :
- Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakimdalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemerikasaan perkara gugatan (kontentius).
- Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair).
- Akta perdamaian adalah akta yang dibuatt oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.
Dalam suatu perkara yang diajukan, dapat diperiksa pada tiga tingkatan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan tingkat pertama di Pengadilan Negeri, pemeriksaan tingkat banding di Pengadilan Tinggi, dan pemeriksaan tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung.
Macam-Macam Putusan Pengadilan. Dari berbagai sudut pandang dalam memaknai dan mengartikan suatu putusan pengadilan, putusan pengadilan sebagai salah satu produk hukum yang dikeluarkan oleh hakim dapat dikelompokkan menjadi berbagai jenis, yaitu :
A. Berdasarkan fungsinya dalam mengakhiri suatu perkara, putusan hakim dapat dibedakan menjadi :
1. Putusan Sela.
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebelum memutuskan pokok perkara yang dimaksud agar mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Karakteristik putusan sela :
- putusan sela tidak mengakhiri pemeriksaan, tetapi akan berpengaruh terhadap arah dan jalannya pemeriksaan.
- putusan sela dibuat seperti putusan biasa, tetapi tidak dibuat secara terpisah, melainkan ditulis dalam berita acara persidangan saja.
- putusan sela harus dibacakan di depan sidang terbuka untuk umum serta ditanda-tangani oleh majelis hakim dan panitera yang turut bersidang.
- putusan sela selalu tunduk pada putusan akhir karena tidak berdiri sendiri dan akhirnya dipertimbangkan juga pada putusan akhir.
- hakim tidak terikat pada putusan sela, bahkan hakim dapat merubahnya sesuai dengan keyakinannya.
- putusan sela tidak dapat dimintakan banding, kecuali bersama-sama dengan putusan akhir.
- para pihak dapat meminta supaya kepadanya diberi salinan yang sah dari putusan itu dengan biaya sendiri.
Jenis Putusan Sela. Putusan sela dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Putusan Prepatoir.
Putusan prepatoir adalah putusan sela yang dijatuhkan oleh hakim guna mempersiapkan dan mengatur pemeriksaan perkara. Sifat dari putusan prepatoir adalah tidak mempengaruhi pokok perkara itu sendiri. Contoh : putusan menolak pengunduran pemeriksaan saksi.
b. Putusan Interlocutoir.
Putusan interlocutoir adalah putusan sela yang dijatuhkan oleh hakim dengan amar yang berisikan perintah pembuktian. Karena putusan ini menyangkut masalah pembuktian, maka putusan interlocutoir dapat mempengaruhi pokok perkara. Contoh : putusan untuk pemeriksaan setempat.
c. Putusan Incidentil.
Putusan insidentil adalah putusan sela yang dijatuhkan oleh hakim sehubungan adanya insiden, yang diartikan sebagai timbulnya kejadian yang menunda atau menghentikan jalannya perkara. Putusan incidentil tidak mempengaruhi pokok perkara. Contoh : putusan yang membolehkan seseorang (pihak ketiga) untuk ikut serta dalam suatu perkara. Bentuk dari putusan incidentil ini adalah sebagai berikut :
- Voeging, yaitu masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang berlangsung di mana pihak ketiga tersebut memihak salah satu pihak, biasanya kepada pihak penggugat, untuk melindungi kepentingan hukumnya dari pihak ketiga itu sendiri.
- Tussenkomst, yaitu pihak ketiga yang masuk dalam suatu perkara yang terjadi antara pihak penggugat dan tergugat dengan maksud untuk melindungi kepentingan pihak ketiga itu sendiri.
- Vrijwaring, yaitu di mana salah satu pihak yang berperkara menarik pihak ketiga untuk ikut berperkara, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan pihak yang menariknya.
d. Putusan Provisionil.
Putusan provisionil adalah putusan sela yang menetapkan suatu tindakan sementara bagi kepentingan salah satu pihak yang berperkara. Dalam hal ini dihubungakan karena adanaya hubungan dengan pokok perkara. Putusan provisionil ini menjawab tuntutan povisi. Contoh : dalam perkara perceraian yang sedang berlangsung, istri mohon pada hakim untuk diijinkan tidak tinggal serumah dengan suaminya.
2. Putusan Akhir.
Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik karena telah melalui semua tahapan pemeriksaan maupun yang tidak atau belum menempuh semua tahapan pemeriksaan. Putusan yang dijatuhkan sebelum tahap akhir dari tahapan-tahapan pemeriksaan, tetapi telah mengakhiri pemeriksaan, yaitu :
- putusan gugur.
- putusan verstek yang tidak diajukan verzet.
- putusan tidak menerima.
- putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang memeriksa.
Semua putusan akhir dapat dimintakan akhir, kecuali bila undang-undang menentukan lain.
B. Berdasarkan sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan (amar/diktum putusan), putusan hakim dapat dibedakan :
a. Putusan Condemnatoir.
Putusan condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk melakukan sesuatu atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan, untuk memenuhi prestasi. Karakteristik dari putusan condemnatoir :
- terdapat pada perkara kontentius.
- bunyi putusan "menghukum" dan memerlukan eksekusi.
- apabila pihak terhukum tidak melaksanakan isi putusan dengan suka rela, maka atas permohonan tergugat, putusan dapat dilakukan dengan paksa oleh pengadilan yang memutusnya.
- dapat dieksekusi setelah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali dalam hal vitvoer baar bijvoorraad, yaitu putusan yang dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum (putusan serta merta).
Putusan condemnatoir dapat berupa menyerahkan sesuatu, melakukan suatu perbuatan tertentu, menghentikan suatu perbuatan/keadaan tertentu, membayar sejumlah uang, atau mengosongkan tanah/bangunan.
b. Putusan Constitutief.
Putusan constitutief adalah suatu putusan yang menciptakan atau menimbulkan keadaan hukum baru, yang berbeda dengan keadaan hukum sebelumnya. Karakteristik putusan constitutief :
- selalu berkenaan dengan status hukum seseorang atau hubungan keperdataan satu sama lain.
- tidak memerlukan eksekusi.
- diterangkan dalam bentuk putusan.
- berbunyi "menetapkan" atau memakai kalimat lain bersifat aktif dan bertalian langsung dnegan pokok perkara.
- keadaan hukum baru tersebut dimulai sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Putusan Declaratoir.
Putusan declaratoir adalah putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan tertentu sebagai suatu keadaan yang resmi menurut hukum. Karakteristik putusan declaratoir :
- berbentuk penetapan atau beschiking.
- berbunyi "menyatakan".
- tidak memerlukan eksekusi.
- tidak merubah atau menciptakan suatu hukum baru, melainkan hanya memberikan kepastian hukum semata terhadap keadaan yang telah ada.
Ketiga bentuk putusan tersebut di atas termasuk dalam putusan akhir, dan dari ketiga bentuk putusan tersebut yang memerlukan pelaksanaan putusan (eksekusi) hanyalah putusan akhir yang bersifat condemnatoir. Sedangkan putusan yang lain, yaitu constitutief dan declaratoir, hanya mempunyai kekuatan mengikat.
C. Berdasarkan kehadiran atau tidaknya para pihak saat putusan dijatuhkan, putusan hakim dapat dibedakan :
a. Putusan Gugur.
Putusan gugur adalah putusan hakim yang menyatakan bahwa gugatan atau permohonan gugur karena penggugat atau pemohon tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan layak, sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan. Karakteristik putusan gugur :
- putusan gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan gugatan atau permohonan.
- dalam putusan gugur, penggugat atau pemohon dihukum membayar biaya perkara.
- tahapan putusan ini dapat dimintakan banding atau diajukan perkara baru lagi.
Putusan gugur dapat dijatuhkan, jika telah dipenuhi syarat :
- penggugat atau pemohon telah dipanggil resmi dan patur untuk hadil dalam sidang hari itu.
- penggugat atau pemohon ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula diwakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak-hadirannya itu karena sesuatu halangan yang sah.
- tergugat atau termohon hadir dalam sidang.
- tergugat atau termohon mohon keputusan.
b. Putusan Verstek.
Putusan verstek adalah putusan hakim yang dijatuhkan karena tergugat atau termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut, sedangkan penggugat atau pemohon hadir dan mohon putusan. Karakteristik putusan verstek :
- tergugat atau termohon tidak pernah hadir dalam persidangan.
- dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sesudah tahapan pembacaan gugatan sebelum tahapan jawaban tergugat atau termohon, sepanjang tergugat/para tergugat semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil dengan resmi dan patut.
- hanya bernilai secara formil surat gugatan dan belum bernilai secara materiil kebenaran dalil-dalil tergugat.
- terhadap putusan verstek, tergugat dapat melakukan perlawanan (verzet).
- penggugat atau pemohon dapat mengajukan banding, dalam hal demikian maka tergugat atau termohon tidak boleh mengajukan verzet, melainkan ia berhak pula mengajukan banding.
- tergugat atau termohon tidak boleh mengajukan banding, sebelum ia menggunakan hak verzet-nya terlebih dahulu, kecuali jika penggugat atau pemohon yang banding.
- Apabila tergugat atau termohon mengajukan verzet, maka putusan verstek menjadi mentah dan pemeriksaan dilanjutkan pada tahap selanjutnya.
- Apabila perlawanan (verzet berkedudukan sebagai jawaban tergugat) diterima dan dibenarkan oleh hakim berdasarkan hasil pemeriksaan/pembuktian dalam sidang, maka hakim akan membatalkan putusan verstek dan menolak gugutan penggugat atau pemohon. Akan tetapi jika perlawanan tersebut ditolak hakim, maka dalam putusan akhir akan menguatkan verstek. Terhadap putusan akhir ini dapat dimintakan banding.
- Putusan verstek yang tidak diajukan verzet dan tidak pula dimintakan banding, dengan sendirinya menjadi putusan akhir yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Putusan verstek dapat dijatuhkan, jika telah dipenuhi syarat :
- tergugat atau termohon telah dipanggil dengan resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu.
- tergugat atau termohon ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak-hadirannya itu karena suatu halangan yang sah.
- tergugat atau termohon tidak mengajukan tangkisan atau eksepsi mengenai kewenangan.
- penggugat atau pemohon hadir dalam sidang.
- penggugat atau pemohon mohon keputusan.
Apabila gugatan tersebut beralasan dan tidak melawan hak, maka putusan verstek berupa mengabulkan gugatan penggugat atau pemohon, sedagkan mengenai dalil-dalil gugatan, oleh karena dibantah maka harus dianggap benar dan tidak perlu dibuktikan kecuali dalam perkara perceraian. Apabila gugatan tersebut tidak beralasan dan melawan hak, maka putusan verstek dapat berupa tidak menerima gugatan penggugat atau pemohon dengan verstek.
c. Putusan Contradictoir.
Putusan contradictoir adalah putusan hakim yang sifatnya akhir, yang pada saat dijatuhkan dalam sidang tidak dihadiri oleh salah satu atau para pihak. Karakteristik putusan contradictoir :
- disyaratkan baik penggugat atau tergugat pernah hadir dalam sidang.
- dapat dimintakan banding.
D. Berdasarkan isinya terhadap gugatan/perkara, putusan hakim dapat dibedakan menjadi :
a. Putusan Tidak Menerima.
Putusan tidak menerima adalah putusan hakim yang menyatakan tidak menerima gugatan penggugat atau permohonan pemohon atau dengan akta lain gugatan penggugat atau permohonan pemohon tidak diteria karena gugatan atau permohonan tidak memenuhi syarat hukum, baik secara formil maupun materiil. Karakteristik putusan tidak menerima :
- belum menilai pokok perkara (dalil gugatan), melainkan baru menilai syarat-syarat gugatan saja. Apabila syarat gugata tidak terpenuhi maka gugatan pokok (dalil gugata) tidak dapat diperiksa.
- berlaku sebagai putusan akhir.
- dapat dimintakan banding atau mengajukan perkara baru.
- putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang mengadili suatu perkara merupakan suatu putusan akhir.
Dalam hal terjadi eksepsi yang dibenarkan oleh hakim, maka hakim selalu menjatuhkan putusan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima. Demikian juga apabila tidak ada eksepsi, maka hakim karena jabatannya dapat memutuskan gugatan penggugat tidaka diterima jika ternyata tidak memenuhi syarat hukum tersebut, atau terdapat hal-hal yang dijadikan alasan eksepsi.
b. Putusan Menolak Gugatan Penggugat.
Putusan menolak gugatan penggugat adalah putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahapan pemeriksaan di mana ternyata dalil-dalil gugatan tidak terbukti. Dalam memeriksa pokok gugatan (dalil gugatan) maka hakim harus terlebih dahulu memeriksa apakah syarat-syarat gugatan telah terpenuhi, agar pokok gugatan dapat diperiksa dan diadili.
c. Putusan Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk Sebagian dan Menolak/Tidak Menerima Selebihnya.
Dalam hal ini, dalil gugatan ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau bahkan tidak memenuhi syarat, sehingga :
- dalil gugatan yang terbukti, tuntutannya dikabulkan.
- dalil gugatan yang tidak terbukti, maka tuntutannya ditolak.
- dalil gugutan yang tidak memenuhi syarat, maka diputus dengan tidak diterima.
Putusan ini merupakan putusan akhir.
d. Putusan Mengabulkan Gugatan Penggugat Seluruhnya.
Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya dijatuhkan apabila syarat-syarat gugatan telah terpenuhi dan seluruh dalil-dalil tergugat yang mendukung petitum ternyata terbukti. Petitum adalah hal yang dimintakan penggugat kepada hakim untuk dapat dikabulkan. Untuk mengabulkan suatu petitum harus didukung dalil gugatan, atau dengan kata lain setiap petitum harus didukung oleh dalil gugatan. Bisa jadi satu petitum didukung oleh beberapa dalil gugatan. Dalam hal demikian, apabila terdapat satu dalil saja yang dapat membuktikan, maka telah cukup untuk dibuktikan, meskipun dalil-dalil gugatan lain tidak terbukti.
Semoga bermanfaat.