Pengertian Negara Menurut Para Ahli

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Dalam sejarah ketata-negaraan pengertian-pengertian tentang negara senantiasa berubah-ubah. Hal ini disebabkan oleh karena pengertian-pengertian itu dilahirkan menurut panggilan zamannya dan juga karena alam pikiran dari penciptanya tidak bebas dari kenyataan-kenyataan hidup sekitarnya. Kenyataan-kenyataan itu bisa berupa agama, aliran-aliran atau paham-paham lainnya yang mempengaruhi manusia dalam pandangan hidupnya.

gambar : pengertianahli.com
Berikut beberapa pengertian tentang negara dari para sarjana sebagai bahan perbandingan :

1. Aristoteles.
Aristoteles yang hidup pada tahun 384 - 322 Sebelum Masehi, telah merumuskan arti negara sebagaimana dimuat dalam bukunya yang berjudul "Politica". Dalam perumusan arti negara, pandangan  Aristoteles masih terikat pada wilayah yang kecil yang disebut polis (negara kota). Menurut Aristoteles, negara merupakan negara hukum yang di dalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut serta dalam permusyawaratan negara (ecclesia).Yang dimaksud dengan negara hukum adalah  negara yang berdiri di atas hukum, yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.  Bagi Aristoteles, yang memerintah dalam negara bukanlah manusia melainkan pikiran yang adil, sedang penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja.

Baca juga : Definisi Ilmu Negara Dan Aliran-Aliran Dalam Ilmu Negara

2. Agustinus.
Agustinus hidup pada tahun 350 - 430 Masehi. Agustinus membagi negara menjadi dua bagian, yaitu Civitas Dei yang artinya negara Tuhan, dan Civitas Terrena atau Civitas Diaboli yang artinya negara duniawi atau negara iblis. Menurut Agustinus, Negara Tuhan bukanlah negara dari dunia ini, akan tetapi jiwanya yang dimiliki sebagian oleh beberapa orang di dunia untuk mencapainya, dan yang melaksanakan itu adalah gereja yang mewakili Negara Tuhan.

3. Machiavelli.
Machiavelli hidup pada tahun 1469 - 1527. Ia mengartikan negara sebagai negara kekuasaan. Dalam bukunya yang berjudul "Il Principle", Machiavelli mengajarkan bagaimana raja mesti memerintah sebaik-baiknya. Ia memandang negara dari sudut kenyataan, dan untuk mencapai tujuannya negara harus mempunyai semua alat-alat kekuasaan fisik. Kekuasaan ini yang dimaksud oleh Machiavelli yang memusatkan segalanya pada raja sebagaimana sebaik-baiknya ia harus memerintah. Akibat dari ajaran Machiavelli ini banyak dari raja yang memerintah dengan sewenang-wenang.

Baca juga : Ilmu Negara Dalam Hubungannya Dengan Ilmu Politik Dan Ilmu Kenegaraan

4. Thomas Hobes (1588 - 1679), John Locke (1632 -1704), dan Rousseau (1712 - 1778).
Ketiga sarjana ini  mengartikan negara sebagai badan atau organisasi hasil dari perjanjian masyarakat. Persamaan dari ajaran ketiga sarjana ini adalah terletak pada konstruksi alam yang berbentuk negara melalui perjanjian masyarakat. Mereka bertiga mempergunakan sebagai titik pangkal dalam ajarannya bahwa manusia sejak dilahirkan telah membawa hak-hak asasinya seperti hak hidup, kemerdekaan dan hak milik. Hak-hak tersebut termasuk dalam hukum alam (natuurrecht).

Dalam keadaan belum ada negara Thomas Hobbes menyamakan manusia itu terhadap manusia lainnya seperti serigala (homo homini lupus). Jika hal ini dibiarkan, kemungkinan akan timbul perang semesta yang disebut bellus omnium contre omnes. Oleh karena itu betapa pentingnya negara untuk mencegah terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.

Sedangkan perbedaan dari ajaran ketiga sarjana ini adalah terletak pada tujuan dan akibatnya, sebagai berikut :
  • Thomas Hobbes, menyebutkan bahwa negara dibentuk melalui perjanjian masyarakat dan dalam perjanjian itu rakyat menyerahkan hak-hak seluruhnya kepada kerajaan/negara (monarchi mutlak atau monarchi absolut). 
  • John Locke, menyebutkan bahwa hak-hak asasi tidak bisa diserahkan seluruhnya melainkan sebagia saja. Bagaimana rakyat dapat menyerahkan haknya untuk hidup, sedangkan rakyat sendiri masih memerlukannya untuk hidup. Karena itu menurut ajaran John Locke, harus ada konstitusi yang membatasi. Di dalam konstitusi itu dicantumkan dicantumkan hak-hak dasar dari manusia yang harus dilindungi oleh negara (monarchi konstitusi). 
  • Rousseau, menyebutkan bahwa hak-hak asasi itu tetap ada pada rakyat, oleh karena yang berdaulat dalam suatu negara itu adalah rakyat sendiri, dan jika terdapat penguasa di dalam negara itu hanya merupakan mandataris dari rakyat (negara kedaulatan rakyat). Jadi jika hak-hak itu diserahkan kepada penguasa itu dimaksudkan agar penguasa mempunyai wewenang untuk menjalankan tugasnya melindungi hak-hak dari rakyat tersebut. 

Baca juga : Perbedaan Ilmu Negara Dan Ilmu Politik

5. Karl Marx.
Ajaran Marx mengenai historis materialisme menentang ajaran-ajaran sebelumnya yang menganggap bahwa kesadaran manusialah yang menentukan tingkah lakunya tetapi menurutnya manusia itu dalam cita-citanya dipengaruhi oleh keberadaan yang ada disekitarnya. Karl Marx berpendapat bahwa negara merupakan alat kekuasaan selama perjuangan kelas itu masih ada. Dan selama perjuangan kelas itu belum selesai maka kekuasaan negara dipegang oleh suatu diktator proletar, setelah perjuangan kelas itu hilang maka hilang pulalah fungsi negara sebagai alat kekuasaan dan lahirlah masyarakat yang tidak berkelas atau masyarakat sama rata sama rasa.

Ajaran Karl Marx ini muncul sebagai akibat dari Revolusi Perancis. Cita-cita dari revolusi Perancis mengenai kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan ternyata hanya cita-cita, oleh karena pada kenyataannya kaum borjuislah yang menarik keuntungan seluruhnya. Sebagai akibat dari munculnya kota-kota industri yang pesat maka muncul pula kemiskinan pada banyak orang, sedang dipihak lain kekayaan menumpuk pada golongan kecil kaum bermodal.

Baca juga : Kedaulatan Negara (Teori Tentang Kedaulatan Negara)

6. Logemann.
Logemann dalam bukunya yang berjudul Over De Theorie Van Een Stellig Staatsrecht, mengartikan negara sebagai organisasi kewibawaan. Kewibawaan yang menyebabkan negara sebagai organisasi dapat hidup abadi. Kewibawaan tidak tergantung kepada siapa yang memerintahkannya, apakah yang memerintah itu bangsa lain atau bangsa sendiri, yang menjadi pokok ialah bahwa negara itu berwibawa dan buktinya segala perintahnya dipatuhi dan ditaati oleh rakyatnya.

7. Kranenburg. 
Kranenburg dalam bukunya yang berjudul Algemeine Staatlehre, merumuskan bahwa arti negara adalah sebagai suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan/bangsanya sendiri. Pengertian ini mencerminkan kepada negara nasional.

8. Roger H. Soltau.
Roger H. Soltau berpendapat bahwa negara adalah agency atau wewenang/authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat.

Baca juga : Paham Demokrasi Pancasila

9. Harold J. Laski.
Harold J. Laski berpendapat bahwa negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Sedangkan masyarakat adalah suatu kelompok mnusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat.

10. Max Weber.
Max Weber berpendapat bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam sesuatu wilayah.

11. Robert M. Mac Iver.
Roger M. Mac Iver berpendapat bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.

Baca juga : Fungsi Dan Tujuan Ilmu Politik

12. Miriam Budiardjo.
Miriam Budiardjo berpendapat bahwa negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.

Baca juga : Teori Pemisahan Kekuasaan Dan Pembagian Kekuasaan Negara Di Indonesia

Tidak dapat disangkal bahwa negara itu merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Alat itu berupa organisasi yang berwibawa. Organisasi di sini diartikan sebagai bentuk bersama yang bersifat tetap. Kewibawaan menunjukkan bahwa organisasi ini ditaati oleh rakyat, akan tetapi tidak cukup kiranya jika negara itu hanya merupakan alat semata-mata untuk mencapai suatu tujuan. 

Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian negara menurut para ahli. Tulisan tersebut bersumber dari buku Ilmu Negara, karangan Moh. Kusnadi, SH dan Bintan R. Saragih, SH.

Semoga bermanfaat.