Pengertian Ilmu Negara. Secara umum, ilmu negara dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki asas-asas pokok dan pengertian pokok tentang negara dan hukum tata negara. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu negara harus memenuhi 2 syarat pokok sebagai ilmu pengetahuan, yaitu :
- Syarat Obyektif, bahwa kebenarannya harus dapat diterima umum.
- Syarat Sistematis, dimana pengertian-pengertian yang diperolehnya tidak boleh bercerai berai melainkan merupakan satu kesatuan yang erat.
Unsur-unsur ideal ilmu pengetahuan dapat bersumber pada akal pikiran manusia atau pada perasaannya. Jika suatu bangunan hukum itu bersumber pada akal pikiran maka disebut sebagai pengertian-pengertian hukum. Dan jika bangunan hukum itu bersumber pada perasaan maka hukum itu disebut sebagai asas-asas hukum. Demikian pula dalam ilmu negara, dikenal adanya asas-asas dan pengertian-pengertian mengenai Negara dan Hukum Tata Negara. Pengertian-pengertian dalam ilmu negara pada umumnya bersifat tetap, sedangkan asasnya seringkali berubah-ubah. Perubahan-perubahan dalam asasnya disebabkan oleh pandangan hidup dan keduniaan dari masyarakat yang berbeda-beda.
Jika ilmu hukum pada umumnya dapat dibagi dalam dua lapangan yang besar, yaitu :
maka Ilmu Negara akan mengantar kita untuk mempelajari Hukum Publik, khususnya :
- Hukum Publik, dan ;
- Hukum Privat.
maka Ilmu Negara akan mengantar kita untuk mempelajari Hukum Publik, khususnya :
Aliran Dalam Ilmu Negara. Aliran-aliran dalam Ilmu Negara, adalah paham-paham atau pendapat-pendapat yang pada suatu waktu dalam perkembangan sejarah manusia mempunyai pengaruh besar terhadap ketatanegaraan. Untuk menguraikan paham-paham dalam Ilmu Negara mesti dimulai dari paham yang paling kuno, yaitu paham jaman Yunani Kuno. Aliran-aliran dalam Ilmu Negara menurut pendapat para filsuf jaman Yunani Kuno :
1. Socrates.
Socrates merupakan sarjana yang memperkenalkan istilah "theoria" sebagai pengetahuan. Menurut Socrates tugas negara adalah mendidik warga negaranya dalam keutamaan yaitu memajukan kebahagiaan para warga negara dan membuat jiwa mereka sebaik mungkin. Seorang penguasa negara harus mempunyai pengertian tentang "yang baik".
2. Plato.
Plato dalam bukunya yang berjudul "Politieia", menjelaskan tentang bagaimanakah corak negara yang sebainya atau bentuk negara yang bagaimanakah sebagai negara ideal. Ilmu Negara pada masa Plato merupakan cakupan dari seluruh kehidupan yang meliputi Polis (negara kota), akan tetapi tidak diterangkan apa yang dimaksud dengan negara itu dan ia hanya menggambarkan negara-negara dalam bentuk ideal.
1. Socrates.
Socrates merupakan sarjana yang memperkenalkan istilah "theoria" sebagai pengetahuan. Menurut Socrates tugas negara adalah mendidik warga negaranya dalam keutamaan yaitu memajukan kebahagiaan para warga negara dan membuat jiwa mereka sebaik mungkin. Seorang penguasa negara harus mempunyai pengertian tentang "yang baik".
2. Plato.
Plato dalam bukunya yang berjudul "Politieia", menjelaskan tentang bagaimanakah corak negara yang sebainya atau bentuk negara yang bagaimanakah sebagai negara ideal. Ilmu Negara pada masa Plato merupakan cakupan dari seluruh kehidupan yang meliputi Polis (negara kota), akan tetapi tidak diterangkan apa yang dimaksud dengan negara itu dan ia hanya menggambarkan negara-negara dalam bentuk ideal.
Plato menyamakan negara dengan manusia yang mempunyai tiga kemampuan jiwa, yaitu kehendak, akal pikiran, dan perasaan. Dan sesuai dengan kemampuan jiwa yang ada pada manusia tersebut, maka dalam negarapun juga terdapat tiga golongan masyarakat yang mempunyai kemampuannya masing-masing, yaitu :
- Yang pertama, disebut golongan yang memerintah yang merupakan otaknya di dalam negara dengan menggunakan akal pikirannya. Orang yang mampu memerintah adalah orang yang mempunyai kemampuan, dalam hal ini seorang raja yang berfilsafat tinggi.
- Yang kedua, disebut golongan ksatria/prajurit yang bertugas menjaga keamanan negara jika diserang dari luar atau kalau keadaaan di dalam negara mengalami kekacauan.
- Yang ketiga, disebut golongan rakyat biasa yang terdiri dari petani dan pedagang. Pada saat itu orang menganggap bahwa golongan ini termasuk golongan yang terendah dalam masyarakat.
Aristoteles dalam bukunya yang berjudul "Politica", menyebutkan bahwa tugas negara adalah menyelenggarakan kepentingan umum. Aristoteles membedakan negara menjadi 3 bentuk, yaitu :
- Monarkhi.
- Aristokrasi.
- Politeia.
1. Thomas Aquino.
Thomas Aquino merupakan seorang tokoh penting pada jaman abad pertengahan. Menurut pendapatnya kedudukan negara di dalam masyarakat berpangkal pada manusia sebagai mahkluk masyarakat (animal social), disamping manusia sebagai mahkluk politik (animal politicum).
Tugas negara menurut Thomas Aquino adalah :
- menyempurnakan tertib hukum.
- menyelenggarakan kesejahteraan umum warga negaranya.
Negara harus membebaskan diri untuk mencampuri urusan orang perseorangan, keluarga dan masyarakat dengan hukum-hukum lainnya karena mereka lebih mengenal akan kepentingan mereka sendiri dan lebih tahu bagaimana caranya menyelenggarakan kepentingannya tersebut. Apabila kepentingan umum dirugikan, maka negara harus campur tangan antara masyarakat hukum yang satu terhadap masyarakat hukum yang lainnya.
Pada Jaman Thomas Aquino ini berkembang pemikiran untuk mencari suatu peraturan hukum yang lebih sempurna dari hukum positif, yang kemudian disebut Hukum Alam yang sifatnya abadi dan tidak berubah-ubah karena pengaruh waktu dan tempat. Hukum alam ini adalah hukum yang timbul dari kodrat manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang berbudi luhur. Asas dari hukum alam ini disebut sebagai asas primer.
Baca juga : Perbedaan Ilmu Negara Dan Ilmu Politik
2. Aliran Calvinis.
Paham dari aliran Calvinis mendasarkan ajarannya pada kedaulatan Tuhan dan mengembalikan semua kekuasaan kepada Tuhan, hanya saja aliran ini tidak mengakui gereja sebagai perantara dari Tuhan dan juga tidak mengakui kekuasaan dari Paus. Kekuasaan negara adalah langsung berdasarkan kekuasaan Tuhan. Menurut aliran Calvinis kekuasaan negara merupakan pemberian dari Tuhan yang dipegang oleh seorang raja. Kekuasaan negara menurut aliran ini dibatasi, bahwa negara tidak bisa campur tangan terhadap golongan-golongan yang telah ada dalam masyarakat, seperti keluarga perusahaan, kesenian, dan lain-lain. Asas yang terkenal pada aliran Calvinis adalah kedaulatannya di dalam lingkungannya sendiri, yang berarti bahwa mereka bebas dalam menyelenggarakan kepentingannya sendiri tanpa dicampuri oleh negara.
3. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (Hegel).
Hegel merupakan seorang filsuf yang mengenalkan teori/metode dialektika, yaitu suatu metode dengan mengemukakan thesis yang kemudian disangkal dengan suatu antithesis. Hasil dari kedua perlawanan ini diperoleh suatu synthesis yang merupakan kesimpulan dialektis yang tersusun dari kedua unsur yang berlawanan tersebut. Menurut Hegel, negara merupakan perwujudan dari cita-cita manusia yang mutlak, maka negara adalah satu-satunya badan dalam masyarakat yang paling sempurna dan harus dijunjung tinggi. Ajaran Hegel berkembang menjadi ajaran absolut idealisme, yang beranggapan bahwa negara harus didewakan yang akhirnya melahirkan paham tentang kedaulatan negara yaitu menganggap bahwa semua kekuasaan bersumber pada negara.
Baca juga : Tujuan Negara Menurut Para Ahli
4. Karl Marx.
Karl Marx dalam bukunya yang berjudul "Das Komunistische Manifest" tahun 1848, menyebutkan bahwa :
- negara akan tetap ada sebagai suatu organisasi akibat dari suatu penjelmaaan dari sejarah dan sebagai hasil dari kehidupan manusia itu sendiri. Negara sebagai alat kekuasaan untuk menindas dan menguasai golongan lain akan lenyap dan berubah menjadi masyarakat yang tidak bernegara dan tidak berkelas.
Ajaran Karl Marx ini disebut sosialisme ilmiah, suatu sosialisme yang telah memperoleh penilaian sebagai ilmu pengetahuan karena ajarannya mengandung kebenaran bagi kaum komunis. Pendapat Marx selanjutnya adalah suatu keharusan dari perkembangan sejarah manusia bahwa masyarakat akan menuju sosialisme yang dipimpin oleh diktator proletar.
5. Aliran Fascisme.
Aliran Facisme mengajarkan bahwa kedaulatan tertinggi terletak pada negara, dan tidak mengakui adanya kekuasaan yang lebih tinggi dari negara. Paham ini juga menolak adanya negara hukum yang demokratis dimana dalam negara demokratis diakui adanya hak-hak kemerdekaan manusia. Menurut aliran fascisme :
- semua kekuasaan dipusatkan pada negara, dalam negara hanya ada satu partai sebagai elit dan partai-partai lain tidak diakui. Negara adalah satu dan sama.
Karena sifat-sifatnya itu negara facis mempunyai ciri-ciri :
- otoriter.
- totaliter.
- korporatif.
Jadi dalam negara facis orang tidak mengenal negara hukum yang dapat menjamin kebebasan hukum dan kebebasan politik dari warganegaranya.
Baca juga : Ilmu Politik Dipandang Dari Dimensi Keilmuan
6. Aliran National Sosialisme.
Aliran nasional sosialisme berkembang di Jerman, menurut paham ini bangsa Jerman merupakan bangsa yang paling utama di dunia. Paham national sosialisme ini dihidupkan di atas mytos bahwa bangsa Jerman yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari bangsa-bangsa di dunia, baik mengenai ciri-ciri jasmaniahnya maupun ciri-ciri rohaniahnya.
7. Aliran Liberalisme.
Aliran liberalisme dikenalkan oleh Emmanuel Kant, yang menghendaki kebebasan rakyat dari campur tangan pemerintah dengan mengemukakan unsur-unsur yang penting dalam negara hukum, seperti hak asasi manusia dan pembagian kekuasaan negara. Dari ajaran Emmanuel Kant ini ternyata bahwa negara hukum tidak dapat dipertahankan lagi tanpa campur tangan pemerintah terhadap kemakmuran rakyatnya. Pemerintah tidak bisa tinggal diam walaupun campur tangannya terhadap kepentingan rakyat harus dibatasi dengan undang-undang. Paham liberalisme ini membiarkan setiap individu mengembangkan bakatnya masing-masing, tanpa paksaan, tekanan, dan lain-lain.
Baca juga : Teori Pemisahan Kekuasaan Dan Pembagian Kekuasaan Negara Di Indonesia
Demikian penjelasan tentang pengertian ilmu negara dan aliran-aliran dalam ilmu negara. Tulisan tersebut bersumber dari dari buku Ilmu Negara, karangan Moh. Kusnardi, SH dan Bintan R Saragih, SH.
Semoga bermanfaat.