Dzikir : Pengertian, Bentuk, Dan Hikmah Dzikir

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Dzikir. Allah berfirman dalam QS. An Nisa : 103, yang artinya :

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

Dzikir adalah tiang penopang yang sangat kuat atas jalan menuju Allah, yang merupakan landasan bagi thariqat itu sendiri. Tidak ada seorangpun yang dapat mencapai Allah, kecuali mereka yang dengan terus-menerus berdzikir kepada-Nya.

Secara etimologis, istilah “dzikir” berasal dari bahasa Arab yaitu “dzakara-yadzkuru-dzukr/dzikr”, yang berarti perbuatan dengan lisan (menyebut, menuturkan, mengatakan) dan dengan hati (mengingat dan menyebut). Sedangkan secara terminologi, dzikir dapat diartikan sebagai suatu usaha manusia dalam mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mengingat Allah dan mengingat keagungan-Nya. Adapun realisasi untuk mengingat Allah dengan cara memuji-Nya, membaca fiman-Nya, menuntut ilmu-Nya, dan memohon kepada-Nya. Dzikir juga berarti suatu amalan ataupun usaha seorang hamba untuk menggapai ma’rifatullah atau jalan menuju Allah dengan tidak mengenal batasan waktu. Pada hakikatnya, orang yang sedang berdzikir adalah orang yang sedang berhubungan dengan Allah, bahkan Allah menyifatinya dengan “ulil albab”, yaitu mereka-mereka yang senantiasa menyebut Rabnya, baik dalam keadaan berdiri, duduk, bahkan juga berbaring.

Menurut banyak ulama (terutama ulama tasawuf), dzikir dapat diartikan dalam dua pengertian yaitu :
  • dalam arti sempit, dzikir diartikan sebatas pada lisan saja atau dapat juga pengucapan lisan yang disertai kehadiran hati, yaitu membaca kalimat tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan hauqalah disertai dengan kehadiran hati tentang kebesaran Allah, yang dilukiskan oleh kandungan makna kata yang disebutkan tersebut. Dzikir dalam arti ini merupakan tingkatan dzikir terendah.
  • dalam arti luas, dzikir merupakan kesadaran akan kehadiran Allah di mana saja dan kapan saja, serta kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk, kebersamaan-Nya terhadap apa pun di alam raya, serta bantuan dan pembelaan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya yang taat. Dzikir dalam tingkatan inilah yang menjadi pendorong utama melaksanakan tuntunan-Nya.

Baca juga : Doa Dalam Islam

Selain itu, pengertian dzikir juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama atau ahli, diantaranya adalah :
  • Al-Ghazali, dalam “Ihya Ulumiddin”, menyebutkan bahwa secara bahasa, dzikir berarti mengingat, sedangkan secara istilah, dzikir diartikan dengan ikhtiar sungguh-sungguh untuk mengalihkan gagasan, pikiran dan perhatian manusia menuju Allah dan akhirat. Al-Ghozali juga mengartikan dzikir sebagai ingatnya seseorang kepada Allah bahwa segala tindakan dan pikiran diamati oleh Allah Swt sehingga bukan hanya menyebut nama Allah namun, mengingat Allah dengan sepenuh hati dan keyakinan akan kebesaran-Nya.
  • Setyo Purwanto, dalam “Dzikir Nafs”, menyebutkan bahwa dzikir adalah menyadari keberadaan Allah yang dekat, Allah yang Maha Meliputi Segala Sesuatu (al-Muhith). Sehingga dzikir yang benar adalah dzikir dengan kesadaran, bukan dzikir dengan pikiran. Menurut Setyo Purwanto, dzikir bukanlah mengingat Allah, karena, pikiran manusia tidak akan mampu mengingat Allah.
  • Hasbi as-Siddieqy, dalam “Pedoman Dzikir dan Do’a”, menyebutkan bahwa dzikir adalah menyebut nama Allah dengan membaca tasbih (subhanallah), tahlil (la ilaha illallahu), tahmid (alhamdulillah), basmallah (bismillahirrahmanirrahim), dan membaca al-Quran serta membaca doa-doa yang diterima dari Nabi Muhammad SAW.
  • Ibnu Athaillah as-Sakandari (penulis Kitab al-Hikam), dalam “Miftah ul-Falah”, menyebutkan bahwa dzikir adalah menjauhkan diri dari kelalaian dengan senantiasa menghadirkan hati bersama Allah.


Bentuk Dzikir. Dzikir atau mengingat kepada Allah dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk. Secara umum, dzikir dapat dibedakan menjadi dua bentuk sebagai berikut :
  • dzikir bil lisan, yaitu mengucap sejumlah lafal yang dapat menggerakkan hati untuk mengingat kepada Allah. Dzikir dalam bentuk ini dapat dilakukan pada saat-saat tertentu dan di tempat tertentu pula. Misalnya, berdzikir di dalam masjid.
  • dzikir bil qalb, yaitu keterjagaan hati untuk selalu mengingat Allah. Dzikir dalam bentuk ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, tidak ada batasan ruang dan waktu. Pelaku sufi lebih mengistimewakan dzikir bil qalb, karena pengaplikasiannya yang hakiki.

Meskipun secara umum, dzikir dapat dibedakan menjadi dua bentuk sebagaimana tersebut di atas, namun dalam praktik kesufian, terdapat tujuh bentuk dzikir, yaitu :
  • dzikir bil lisan atau dzikir yang dituturkan dan bersuara.
  • dzikrun nafs atau dzikir tanpa suara dan terdiri atas gerak dan rasa didalam hati.
  • dzikrul qalb atau perenungan hati.
  • dzikir arruh atau tembus cahaya dan sifat-sifat ilahiyah.
  • dzikir as-sirr atau penyingkapan rahasia ilahi.
  • dzikirul khafy atau penglihatan cahaya keindahan.
  • dzikir akhfa’ al-khafy atau penglihatan realitas kebenaran yang mutlak.

Ibnu Athaillah as-Sakandari menjelaskan bahwa dzikir dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

1. Dzikir Jali.
Dzikir jalli atau dzikir jelas atau nyata merupakan suatu perbuatan mengingat Allah dalam bentuk ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur dan doa kepada Allah yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak hati. Mula-mula dzikir ini diucapkan secara lisan, mungkin tanpa dibarengi ingatan hati. Hal ini biasanya dilakukan orang awam (orang kebanyakan). Hal ini dimaksudkan untuk mendorong agar hatinya hadir menyertai ucapan lisan tersebut. Dzikir jail didasarkan pada firman Allah dalam QS. An Nur : 36, yang artinya :

“(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di san telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang.”


2. Dzikir Khafi.
Dzikir khafi atau dzikir batin yang dilakukan secara khusyuk merupakan dzikir yang dilakukan secara khusyuk oleh ingatan hati, baik disertai dzikir lisan ataupun tidak. Orang yang sudah mampu melakukan dzikir seperti ini merasa dalam hatinya senantiasa memiliki hubungan dengan Allah, ia selalu merasakan kehadiran Allah kapan dan di mana saja. Dzikir khafi didasarkan pada firman Allah dalam QS. Al A’raf : 205, yang artinya :

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”


3. Dzikir Haqiqi.
Dzikir haqiqi merupakan dzikir yang dilakukan dengan seluruh jiwa raga, lahiriah dan batiniah, kapan dan di mana saja, dengan memperketat upaya memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. Selain itu tiada yang diingat selain Allah swt. Untuk mencapai tingkatan dzikir haqiqi ini perlu dijalani latihan mulai dari tingkat dzikir jali dan dzikir khafi.

Al-Ghazali menjelaskan bahwa dzikir dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :
  • dzikir al-khalish atau dzikir murni, merupakan dzikir yang disertai kecocokan hati saat berhenti memandang kepada selain Allah.
  • dzikir shaf atau dzikir jernih, merupakan dzikir yang terjadi saat pupusnya keinginan berdzikir. Dzikir shaf memiliki tiga kerja sepiritual (wazhifah), yaitu : 1. Dzikir lahir dengan gerakan lidah, yang dianjurkan di dalam bacaan beberapa bentuk ibadah. 2. Dzikir sir atau rahasia, yang memiliki kedudukan paling tinggi di antara berbagai ibadah dan sedekah. 3. Dzikir qalb, yang muncul atas ketidak-butuhan terhadap alam dan kesibukan dengan kekasih.

Sedangkan Muhammad Abi al-Qasim al-Humairi, dalam “Jejak-Jejak Wali Allah”, menjelaskan bahwa dzikir dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu :
  • dzikir, di mana engkau mengingat dzikir. Dzikir ini merupakan dzikir dari kalangan awam, yaitu dzikir untuk mengingatkan kealpaan dan mengingatkan dari kekhawatiran akan kealpaan.
  • dzikir, engkau diingatkan oleh dzikir. Dzikir, di mana yang bersangkutan diingatkan, baik berupa siksa, nikmat, taqarrub ataupun jauh dari Allah.
  • dzikir, yang mengingatkan dirimu. Dzikir ini mengingatkan pada tiga objek, yitu bahwa : 1. seluruh kebaikan datangnya dari Allah. 2. seluruh kejahatan datangnya dari nafsu. 3. keburukan datangnya dari musuh, walaupun Allah yang menciptakannya.
  • dzikir, yang engkau sendiri diingatkan oleh Allah. Dzikir ini merupakan dzikirnya Allah kepada hamba-Nya. Pada tahap ini seorang hamba tidak memiliki kaitan dirinya atau lainnya, walaupun itu meluncur melalui ucapannya.


Keutamaan Dzikir. Dzikir memiliki banyak keutamaan. Di kalangan para sufi, dzikir memiliki beberapa keutamaan, diantaranya adalah :
  • sebagai pembuka alam gaib, penarik kebaikan, penjinak waswas, dan pembuka kewalian.
  • untuk membersihakn hati, kondisi hati yang bersih ini akan membuat terangnya hati dalam memandang.

Al Ghazali menjelaskan bahwa keutamaan dari dzikir adalah :
  • menutup pintu masuk setan, karena dzikir merupakan lawan dari semua godaan setan dan was-was dapat terputus dengan berzikir kepada Allah.
  • prinsip awal dari seseorang yang berjalan menuju Allah.
  • untuk mendatangkan ilham.

Sedangkan Samsul Amin Ghofur, dalam “Rahasia Dzikir dan Doa”, menjelaskan bahwa keutamaan dari dzikir adalah :
  • terlindung dari bahaya godaan setan.
  • tidak mudah menyerah dan putus asa.
  • memberi ketenangan jiwa dan hati.
  • mendapatkan cinta dan kasih sayang Allah.
  • tidak mudah terpengaruh dengan kenikmatan dunia yang melenakan.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian dzikit, bentuk dan hikmah dzikir.

Semoga bermanfaat.