Pengertian Gharar. Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah : 188, yang artinya :
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
“Rasulullah telah melarang (kita) dari (melakukan) jual beli (dengan cara lemparan batu kecil) dan jual beli barang gharar.”
Istilah “gharar” atau disebut juga dengan “taghrir” merupakan istilah dalam kajian hukum Islam yang banyak ditemukan dalam Ekonomi Islam, terutama dalam proses jual beli. Secara etimologi, istilah “gharar” berasal dari bahasa Arab, yaitu “al-khatr” yang berarti pertaruhan. Sehingga gharar dapat berarti suatu transaksi jual beli yang mengandung ketidak-jelasan, pertaruhan, atau perjudian.
Abdul ‘Azim Bin Badawi Al-Khalafi, dalam “Al-Wajiz Ensiklopedi Fiqih dalam Al-Quran As-Sunnah As-Shahih”, menjelaskan bahwa gharar secara etimologi berarti “al-mukhtharah” atau pertaruhan dan “al-jahalah” atau ketidak-jelasan, maksudnya adalah suatu tindakan yang di dalamnya terdapat unsur pertaruhan dan judi. Sedangkan Ghufran A. Mas’adi, dalam “Fiqh Muamalah Konstektual”, menjelaskan bahwa gharar secara etimologi adalah “al-khatar” atau sesuatu yang belum diketahui.
Secara terminologi, istilah “gharar” dapat diartikan sebagai suatu hal yang belum diketahui hasilnya atau apa yang belum diterima hasilnya atau apa-apa yang belum diketahui hakikat dan takarannya. Gharar juga dapat berarti suatu transaksi jual beli yang mengandung ketidak-jelasan atau keraguan tentang adanya barang atau komoditas yang menjadi objek akad, ketidak-jelasan akibat, dan bahaya yang mengancam antara untung dan rugi.
Pada hakekatnya, gharar merupakan ketidak-pastian dalam transaksi jual beli yang diakibatkan dari tidak terpenuhinya ketentuan syariah dalam transaksi tersebut. Beberapa ketentuan atau syarat sahnya suatu transaksi jual beli dalam Islam, diantaranya adalah sebagai berikut :
- adanya penjual dan pembeli.
- adanya barang dan harga yang jelas serta dimaklumi, dan tidak boleh harga yang majhul (tidak diketahui ketika beli).
- timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas dan berat jenis yang ditimbang).
- memiliki tempo atau waktu tangguh yang dimaklumi.
- ridha kedua belah pihak terhadap transaksi jual beli yang dijalankan.
Sehingga berdasarkan hal tersebut, jual beli gharar dapat terjadi dalam empat hal, yaitu :
- kuantitas.
- kualitas.
- harga.
- waktu penyerahan.
Baca juga : Akad Dalam Konsep Islam
Selain itu, pengertian gharar juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli (para ulama) diantaranya adalah :
- Abu Sulaiman Hamdi bin Muhammadal-Khattabi al-Busti, dalam “Ma’alim al-Sunan Sharh Sunan Abu Dawud”, menjelaskan bahwa gharar adalah sesuatu yang tidak diketahui akibatnya, inti dan rahasianya tersembunyi. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa setiap jual beli yang maksudnya tidak diketahui dan tidak jelas takarannya adalah termasuk kategori gharar.
- Ibnu al-Qayyim al-Jauzi, dalam “Zad al-Ma’ad fi Hadyi Khair al-‘Ibad”, menjelaskan bahwa gharar adalah sesuatu yang diragukan dapat berhasil atau tidak. Dengan kata lain, gharar merupakan sesuatu yang informasinya tersembunyi dan tidak diketahui objeknya. Lebih lanjut, Ibnu al-Qayyim al-Jauzi menyebutkan bahwa jual beli gharar adalah mensandarkan sumber kepada objeknya.
- Muhammad Amin al-Shahir bin Ibnu ‘Abidin, dalam “Hashiyah Rad al-Mukhtar ‘ala al-Dar al-Mukhtar”, menjelaskan bahwa gharar adalah sesuatu yang diragukan keberadaan objeknya.
- Mardani, dalam “Fiqh Ekonomi Syariah”, menjelaskan bahwa gharar adalah ketidak-pastian atau ketidak-jelasan (uncertainly). Lebih lanjut, Mardani menyebutkan bahwa gharar atau disebut juga dengan taghrir merupakan sesuatu di mana terjadi incomplete information karena adanya ketidak-pastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Gharar terjadi apabila pihak penjual mengubah sesuatu yang bersifat pasti (certain) menjadi tidak pasti (uncertain).
Jenis Gharar. Gharar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Jual beli barang yang tidak diserah-terimakan.
Jual beli barang yang tidak diserah-terimakan merupakan jenis gharar di mana pada saat dilakukannya akad, penjual tidak sedang membawa barang yang diperjual-belikan dan tidak mengetahui kapan ia bisa menyerahkan barang yang diperjual-belikan tersebut, meskipun kedua belah pihak mengetahui wujud benda yang akan diserahkan atau diperjual-belikan tersebut.
2. Jual beli benda yang belum ada.
Jual beli benda yang belum ada merupakan jenis gharar di mana barang yang diperjual-belikan tidak ada atau belum tersedia. Dalam gharar jenis ini, terdapat ketidak-pastian kemampuan penjual untuk menyerahkan barang yang diperjual-belikan.
3. Jual beli benda yang tidak jelas harganya.
Jual beli benda yang tidak jelas harganya merupakan jenis gharar di mana barang yang diperjual-belikan belum atau tidak ditentukan berapa nominal harganya.
4. Jual beli benda yang sifatnya tidak jelas.
Jual beli benda yang sifatnya tidak jelas merupakan jenis gharar di mana transaksi jual beli yang dilakukan tanpa adanya kejelasan sifat barang yang diperjual-belikan.
Baca juga : Perbedaan Antara Hukum Syari'at Dan Hukum Fikih
Pengecualian atau Gharar yang Diperbolehkan. Meskipun gharar merupakan hal yang dilarang, namun demikian pada situasi tertentu, Islam tetap memperbolehkannya. Berikut hal-hal yang diperbolehkan yang merupakan pengecualian dari gharar atau gharar yang diperbolehkan adalah sebagai berikut :
1. Adanya hajat.
Adanya hajat pada gharar maksudnya adalah terdapat kebutuhan untuk melakukan transaksi yang mengandung ketidak-jelasan karena suatu hal sangat penting dan merupakan kebutuhan penting di kemudian hari. Misalnya : iuran jaminan kesehatan.
2. Jumlahnya sedikit.
Penentu kadar “sedikit” terletak pada pemakluman para pihak dan tidak mengakibatkan atau menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.
3. Dalam akad tabarru’.
Tabarru’ merupakan program sosial yang bertujuan untuk tolong-menolong. Misalnya : pemberian sumbangan dalam suatu kotak. Meskipun terdapat ketidak-jelasan objek yang diserahkan, tetapi penerima tidak merasa dirugikan secara materiil.
4. Bukan dalam inti objek akad.
Gharar yang dilakukan bukan dalam inti objek akad diperbolehkan karena ketidak-jelasan ini hanya terletak pada pelengkapnya. Misalnya : jual beli pohon berbuah. Jika yang menjadi objek transaksi adalah pohon, maka ada atau tidaknya buah bukan merupakan gharar.
Persamaan dan Perbedaan Antara Gharar, Riba, dan Maysir. Dalam dunia bisnis, Islam mengenal adanya istilah gharar, riba, dan maysir. Dalam hukum Islam, ketiganya termasuk hal yang dilarang untuk dilakukan dalam bisnis. Terdapat beberapa hal yang membedakan antara gharar, riba, dan maysir.
1. Persamaan antara gharar, riba, dan maysir.
Persamaan antara gharar, riba, dan msysir adalah sebagai berikut :
- merupakan perkara yang dilarang dan haram hukumnya, karena sangat merugikan salah satu pihak yang melakukan transaksi bisnis.
- mengandung ketidak-jelasan dan ketidak-pastian.
2. Perbedaan antara gharar, riba, dan maysir.
Perbedaan antara gharar, riba, dan maysir adalah sebagai berikut :
2.1. Gharar :
- merupakan “ketidakpastian”, maksudnya adalah ketidak-pastian dalam transaksi muamalah yaitu ada sesuatu yang ingin disembunyikan oleh salah satu pihak dan menimbulkan rasa ketidak-adilan serta penganiayaan kepada pihak yang lain. Dengan kata lain, gharar merupakan hal yang mendatangkan kerugian pada salah satu pihak dalam transaksi jual beli karena mengandung :
- ketidak-jelasan atau keraguan tentang adanya komoditas yang menjadi objek akad.
- ketidak-jelasan akibat dan bahaya yang mengancam antara untung dan rugi.
- pertaruhan atau perjudian.
2.2. Riba :
- melebihkan harta dalam suatu transaksi tanpa pengganti atau imbalan, maksudnya adalah tambahan terhadap barang atau uang yang timbul dari suatu transaksi utang piutang yang harus diberikan oleh pihak yang berutang kepada pihak yang berpiutang pada saat jatuh tempo.
- merupakan kelebihan nominal pengembalian hutang pokok yang dibebankan pada peminjam.
2.3. Maysir :
- suatu permainan adu keberuntungan (judi), di mana pemenang akan mendapatkan keuntungan dari peserta lain atau suatu permainan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu berupa materi yang diambil dari pihak yang kalah untuk pihak yang menang.
Baca juga : Rukhsah Atau Hukum Pengecualian Dalam Islam
Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian gharar, jenis dan pengecualian atau gharar yang diperbolehkan, serta persamaan dan perbedaan antara gharar, riba, dan maysir.
Semoga bermanfaat.