Penyesuaian Diri (Adjustment) : Pengertian, Ciri-Ciri, Aspek, Bentuk, Dan Proses Penyesuaian Diri, Serta Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Penyesuaian Diri. Secara umum, istilah “penyesuaian diri” atau “adjustment” dapat diartikan sebagai suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri seseorang yang bersangkutan dengan lingkungannya. Penyesuaian diri juga dapat berarti kemampuan seseorang dalam memenuhi salah satu kebutuhan psikologis dan mampu menerima dirinya serta mampu menikmati hidupnya tanpa jenis konflik dan mampu menerima kegiatan sosial serta mau ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial di dalam lingkungan sekitarnya.

Penyesuaian diri
merupakan proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku seseorang dalam menghadapi tuntutan-tuntutan baik dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungannya. Dengan kata lain, penyesuaian diri merupakan usaha seseorang agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustrasi yang dialami dalam dirinya. Seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang dengan keterbatasan yang dimiliki, belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien, dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustrasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.

Selain itu, pengertian penyesuaian diri juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • Alexander A. Schneiders, dalam “Personal Adjusment and Mental Health”, menyebutkan bahwa penyesuaian diri adalah proses yang melibatkan respon-respon mental serta perilaku dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, kekecewaan, dan konflik-konflik untuk mencapai keadaan yang harmonis antara dorongan pribadi dengan lingkungannya.
  • Desmita, dalam “Psikologi Perkembangan Peserta Didik”, menyebutkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan.
  • Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, dalam “Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik”, menyebutkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustrasi, konflik, serta menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.


Ciri-Ciri Penyesuaian Diri. Terdapat beberapa hal yang dapat dianggap sebagai ciri-ciri dari penyesuaian diri. Alexander A. Schneiders menyebutkan bahwa penyesuaian diri dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut :
  • mampu mengontrol emosionalitas yang berlebihan. Penyesuaian diri yang baik dapat ditandai dengan tidak adanya emosi yang relatif berlebihan atau tidak dapat gangguan emosi yang merusak.
  • mampu mengatasi mekanisme psikologis. Kejujuran dan keterus-terangan terhadap adanya masalah atau konflik yang dihadapi individu akan lebih terlihat sebagai reaksi yang normal dari pada suatu reaksi yang diikuti dengan mekanisme-mekanisme pertahanan diri seperti rasionalisasi, proyeksi, atau kompensasi.
  • mampu mengatasi perasaan frustrasi pribadi. Adanya perasaan frustrasi akan membuat individu sulit atau bahkan tidak mungkin bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah yang dihadapinya. Sehingga seseorang harus mampu menghadapi masalah secara wajar, tidak menjadi cemas dan frustrasi.
  • kemampuan untuk belajar. Mampu untuk mempelajari pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.
  • kemampuan memanfaatkan pengalaman. Adanya kemampuan seseorang untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman merupakan hal yang penting bagi penyesuaian diri yang normal.
  • memiliki sikap yang realistis dan obyektif. Karakteristik ini berhubungan erat dengan orientasi seseorang terhadap realitas yang dihadapinya.

Selain bentuk penyesuaian diri yang positif tersebut di atas, terdapat pula beberapa bentuk penyesuaian diri yang negatif yang ditunjukkan oleh seseorang. Ciri-ciri penyesuaian diri yang negatif dimaksud adalah :

1. Reaksi bertahan.
Reaksi bertahan dapat dilakukan dengan beberapa hal, seperti :
  • mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya.
  • berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak ke alam tidak sadar.
  • melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterimanya.

2. Reaksi menyerang.
Reaksi menyerang dapat dilakukan dengan beberapa hal, seperti :
  • selalu membenarkan diri sendiri.
  • mau berkuasa dalam situasi.
  • mau memiliki segalanya.
  • menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
  • menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka.
  • menunjukkan sikap menyerang dan merusak.
  • keras kepala dalam perbuatannya.
  • bersikap balas dendam.
  • memperkosa hak orang lain.
  • tindakan yang serampangan.
  • marah secara sadis.

3. Reaksi melarikan diri.
Reaksi melarikan diri meliputi diantaranya :
  • memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah tercapai).
  • kembali kepada tingkah laku yang semodel dengan perkembangan yang lebih awal (misalnya orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak-anak).


Aspek Penyesuaian Diri. Terdapat beberapa hal yang merupakan aspek dari penyesuaian diri. Alexander A. Schneiders menyebutkan terdapat enam aspek dalam penyesuaian diri, yaitu :
  • kontrol terhadap emosi yang berlebihan. Menekankan adanya control dan ketenangan emosi untuk menghadapi permasalahan dan menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah.
  • mekanisme pertahanan diri yang minimal. Seseorang dikategorikan normal apabila bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
  • frustasi personal yang minimal. Seseorang yang mengalami frustasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, sehingga sulit mengorganisasikan kemampuan berpikir dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.
  • pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri. Menjelaskan seseorang yang memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik dan kemampuan mengorganisasikan pikiran, tingkah laku, dan perasaan untuk memecahkan masalah.
  • kemampuan untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu. Penyesuaian diri yang ditunjukkan oleh seseorang merupakan proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres.
  • sikap realistik dan objektif. Sikap yang realistik dan obyektif bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah, dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan.

Sedangkan R. Albert dan M. Emmons, dalam “Your Perfect Right: Hidup Lebih Bahagia dengan Menggunakan Hak”, menyebutkan bahwa penyesuaian diri memiliki empat aspek, yaitu :
  • aspek self-knowledge dan self-insight, adalah kemampuan dalam memahami dirinya sendiri bahwa dirinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal ini dapat diketahui dengan pemahaman emosional pada dirinya, yang berarti adanya kesadaran akan kekurangan dan disertai dengan sikap yang positif terhadap kekurangan tersebut maka akan mampu menutupinya.
  • aspek self-objectifity dan self-acceptance, adalah bersikap realistik setelah mengenal dirinya sehingga mampu menerima keadaan dirinya.
  • aspek self-development dan self-control, adalah mampu mengarahkan diri, menyaring stimulus-stimulus dari luar, ide-ide, prilaku, emosi, sikap, dan tingkahlaku yang sesuai. Kendali diri dapat mencerminkan seseorang tersebut matang dalam menyelesaikan masalah kehidupannya.
  • aspek satisfaction, adalah menganggap bahwa segala sesuatu yang dikerjakan merupakan pengalaman yang apabila tercapai keinginannya maka menimbulkan rasa puas dalam dirinya.


Bentuk Penyesuaian Diri. Penyesuaian diri dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk. Alexander A. Schneiders menyebutkan bahwa penyesuaian diri meliputi beberapa aspek sebagai berikut :
  • recognition atau pengakuan, maksudnya adalah menghormati dan menerima hak-hak orang lain. Setiap orang harus mampu menerima hak-hak orang lain yang berbeda dengan dirinya untuk menghindari terjadinya konflik sosial.
  • participation atau partisipasi, maksudnya adalah melibatkan diri dalam berelasi. Setiap orang harus dapat mengembangkan dan memelihara sebuah hubungan persahabatan.
  • social approval atau persetujuan sosial, maksudnya adalah minat dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain, di mana seseorang dapat peka dengan masalah dan kesulitan orang lain di sekelilingnya serta bersedia memberikan bantuan untuk meringankan masalah.
  • altruisme, maksudnya adalah memiliki sifat rendah hati dan tidak egois. Seorang harus mengembangkan rasa saling membantu dan mementingkan orang lain yang merupakan nilai dari penyesuaian moral yang baik.
  • conformity atau kesesuaian, maksudnya adalah menghormati dan menaati nilai-nilai integritas hukum, tradisi, dan kebiasaan. Setiap orang harus memiliki kesadaran penuh untuk mematuhi dan menghormati peraturan dan tradisi yang berlaku di lingkungan tempat tinggalnya agar dapat diterima dengan baik oleh lingkungannya.


Proses Penyesuaian Diri. Menurut Alexander A. Schneiders, proses penyesuaian diri seseorang melibatkan tiga unsur, yaitu :

1. Motivasi.
Respon penyesuaian diri baik atau buruk dapat dipandang sebagai suatu upaya seseorang untuk menghindari ketegangan dan untuk memelihara keseimbangan yang lebih wajar. Kekuatan motivasi dapat menentukan apakah kualitas respon dikatakan sehat, efisien, ataupun patologis. Selain itu, kualitas yang baik atau buruk juga dapat ditentukan oleh hubungan seseorang dengan lingkungannya.

2. Sikap terhadap realitas.
Sikap yang sehat dan kontak yang baik terhadap realitas sangat diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat. Dan sebaliknya, sikap yang kurang sehat terhadap realitas akan mengganggu proses penyesuaian diri.

3. Pola dasar penyesuaian diri.
Pola dasar penyesuaian diri merupakan tolak ukur seseorang dalam penyesuaian diri kehidupan sehari-hari. Seseorang mengalami ketegangan dan frustasi apabila gagal dalam memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya, apabila seseorang dapat membebaskan dirinya dari ketegangan dan frustasi serta dapat memenuhi kebutuhannya tersebut, maka seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik.


Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang. Alexander A. Schneiders menyebutkan bahwa kemampuan penyesuaian diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :

1. Keadaan Fisik.
Kondisi fisik seorang dapat mempengaruhi kemampuannya dalam penyesuaian diri. Kondisi fisik dimaksud mencakup : hereditas, konstitusi fisik, sistem saraf, kelenjar dan otot, dan lain sebagainya.

2. Perkembangan dan Kematangan.
Pada setiap tahap perkembangan seorang akan melakukan penyesuaian diri yang berbeda-beda menurut kondisi saat itu, hal tersebut dikarenakan kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral dan emosi yang mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri. Perkembangan dan kematangan yang dimaksud mencakup kematangan intelektual, kematangan sosial, kematangan moral, dan emosional.

3. Keadaan Psikologis.
Keadaan mental yang sehat dapat menciptakan penyesuaian diri yang baik pada individu. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan yang didapatkannya dari lingkungan. Faktor psikologis pada individu mencakup pengalaman, perasaan, belajar, kebiasaan, self determination, frustrasi, dan konflik.

4. Keadaan Lingkungan.
Keadaan lingkungan yang damai, tenteram, penuh penerimaan dan dukungan, serta mampu memberi perlindungan merupakan lingkungan yang dapat memperlancar proses penyesuaian diri pada individu. Faktor lingkungan mencakup lingkungan keluarga, rumah, dan lingkungan belajar (sekolah).

5. Tingkat Religiusitas dan Kebudayaan.
Religiusitas dapat memberikan suasana psikologis yang digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis lain, karena religiusitas memberi nilai dan keyakinan pada individu untuk memiliki arti, tujuan, dan stabilitas dalam hidup. Begitupun dengan kebudayaan pada suatu masyarakat yang merupakan faktor yang mempengaruhi watak dan perilaku individu dalam bersikap.

Sedangkan Soeparwoto, dalam “Psikologi Perkembangan”, menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :

1. Faktor Internal.
Faktor internal meliputi :
  • motif, yaitu dorongan-dorongan sosial, seperti : dorongan untuk berprestasi, dorongan untuk menjadi lebih unggul di dalam lingkungan, dan dorongan untuk bersosialisasi.
  • self-concept atau konsep diri, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri serta sikap yang dimilikinya, baik terkait degan dimensi fisik, karakteristik individual, dan motivasi diri.
  • persepsi, yaitu proses pengamatan dan penilaian melalui kognitif maupun afeksi individu terhadap objek, peristiwa dalam pembentukan konsep baru.
  • sikap, yaitu kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertindak.
  • intelegensi dan minat, yaitu langkah awal dalam berinteraksi atau proses penyesuaian diri, dengan intelegensi seseorang dapat menganalisis dan menalar, selain itu degan adanya minat terhadap sesuatu akan membatu mempercepat proses penyesuaian diri seseorang.
  • kepribadian, yaitu seseorang yang memiliki kepribadian ekstrovert cenderung mudah menyesuaikan diri dibandingkan dengan individu yang memiliki kepribadian introvert.

2. Faktor Eksternal.
Faktor eksternal meliputi :
  • keluarga, merupakan pintu awal seseorang dalam belajar berinteraksi dengan seseorang yang lain.
  • kondisi sekolah, merupakan lingkungan kondusif yang mendukung seseorang agar dapat bertindak dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungannya secara selaras.
  • kelompok sebaya, akan mempengaruhi proses penyesuaian diri seseorang yang dapat menjadi sarana yang baik dalam proses penyesuaian diri, namun juga menjadi sebaliknya yaitu sebagai penghambat proses penyesuaian diri individu.
  • prasangka sosial, akan akan menghambat proses penyesuaian diri seseorang apabila masyarakat memberikan label yang negatif kepada seseorang, seperti : nakal, suka melanggar peraturan, menentang orang tua, dan lain sebagainya.
  • hukum dan norma, akan membentuk penyesuaian diri yang baik apabila masyarakat konsekuen dalam menegakkan hukum dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian penyesuaian diri, ciri-ciri, aspek, bentuk, dan proses penyesuaian diri, serta faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri.

Semoga bermanfaat.