Percobaan Tindak Pidana (Poging) : Pengertian, Unsur, Teori, Dan Sanksi Pidana Percobaan Tindak Pidana, Serta Percobaan Tindak Pidana Tidak Sempurna (Ondeugdelijke Poging)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Percobaan Tindak Pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana), percobaan tindak pidana atau “poging” diatur dalam ketentuan Pasal 53 dan Pasal 54. Ketentuan Pasal 53 KUH Pidana, menyebutkan :

(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.

Sedangkan ketentuan Pasal 54 KUH Pidana, menyebutkan :

Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.

Dalam ketentuan Pasal 53 dan 54 KUH Pidana tersebut tidak dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan percobaan tindak pidana atau “poging”. Kedua pasal tersebut hanya mengatur tentang percobaan melakukan perbuatan pidana, serta ketentuan syarat-syarat percobaan yang dapat dipidana.


Pengertian tentang percobaan tindak pidana atau “poging” dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
  • R. Soesilo, dalam “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”, menyebutkan bahwa percobaan adalah menuju ke sesuatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju itu, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai, akan tetapi tidak selesai.
  • Wirjono Prodjodikoro, dalam “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia”, menyebutkan bahwa percobaan adalah suatu usaha mencapai suatu tujuan, yang pada akhirnya tidak atau belum tercapai.
  • Jan Remmelink, dalam “Hukum Pidana: Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia”, menyebutkan bahwa percobaan adalah upaya untuk mencapai tujuan tertentu tanpa (keberhasilan) mewujudkannya.


Unsur Percobaan Tindak Pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 53 KUH Pidana tersebut, unsur percobaan tindak pidana (poging) adalah :

1. Adanya Niat (Voornemen).
KUH Pidana tidak memberikan pengertian yang pasti tentang apa yang dimaksud dengan niat. Hanya saja dalam Penjelasan KUH Pidana Belanda (MvT) disebutkan bahwa niat sama dengan kehendak atau maksud. Niat untuk melakukan percobaan hanya dapat terjadi terhadap suatu delik yang di dalam KUH Pidana dirumuskan unsur subjektifnya dengan kata-kata “dengan sengaja”, atau “dengan maksud”. Jadi kesengajaan itu harus ditujukan pada suatu tindak pidana.

Leden Marpaung, dalam “Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana”, menyebutkan bahwa terdapat tiga tingkatan dalam kesengajaan, sebagai berikut :
  • kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk), yaitu terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu yang benar-benar sebagai perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku (yang sesuai dengan perumusan undang-undang hukum pidana).
  • kesengajaan dengan keinsafan pasti (opzet bij zekerheids bewustzijn), yaitu si pelaku mengetahui pasti atau yakin benar bahwa selain akibat yang dimaksud, akan terjadi suatu akibat lain. Si pelaku menyadari bahwa dengan melakukan perbuatan itu, pasti akan timbul akibat lain.
  • kesengajaan dengan keinsafan kemungkinan (opzet bij mogelijkheids bewustzijn atau dolus eventualis), yaitu pelaku memandang akibat dari apa yang akan dilakukannya tidak sebagai hal yang niscaya terjadi, melainkan sekadar sebagai suatu kemungkinan yang pasti.

2. Adanya Permulaan Pelaksanaan (Begin Van Uitvoering).
Adanya permulaan pelaksanaan maksudnya adalah bahwa tindak pidana tersebut sudah mulai dilakukan, yaitu pelaku harus sudah mulai dengan melakukan perbuatan pelaksanaan pada tindak pidana tersebut, apabila belum di mulai atau pelaku baru melakukan perbuatan persiapan untuk mulai berbuat, maka tindak pidana tersebut tidak dapat dihukum.

3. Pelaksanaan Tidak Selesai Semata-Mata Bukan Karena Kehendak dari Pelaku.
Hal ini menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan telah melakukan percobaan menurut ketentuan Pasal 53 KUH Pidana, apabila pelaksanaan niat tersebut tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendak pelaku.


Teori Percobaan Tindak Pidana. Secara umum, terdapat dua macam teori percobaan tindak pidana (poging), yaitu “teori percobaan subjektif” dan “teori percobaan objektif”. Kedua teori tersebut mendasarkan pada penentuan batas-batas antara persiapan pelaksanaan (voorbereidings handeling) dengan tindakan pelaksanaan (uitvoerings handeling).

1. Teori Percobaan Subjektif.
Teori percobaan subjektif menyebutkan bahwa kehendak berbuat jahat dari si pelaku merupakan dasar ancaman pidana. Sehingga menurut teori ini, kehendak yang kuat dari pelaku untuk melakukan tindak pidana (kejahatan) dapat dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan yang dapat dipidana. Teori percobaan subjektif bersandar kepada subjek tindak pidana, dengan dasar pemikiran adalah sebagai berikut :

perbuatan pelaksanaan (uitvoeringshandeling) itu telah ada apabila si pelaku telah menampakkan kehendaknya yang kuat untuk melakukan tindak pidana.”


2. Teori Percobaan Objektif.
Teori percobaan objektif menyebutkan bahwa seseorang yang melakukan suatu percobaan tindak pidana dapat dihukum apabila tindakannya tersebut bersifat membahayakan kepentingan hukum. Teori ini bersandar pada objek dari tindak pidana, yaitu perbuatan. Menurut R. Soesilo, perbuatan yang boleh dikatakan sebagai perbuatan pelaksanaan :
  • apabila seseorang telah mulai melakukan suatu anasir atau elemen dari peristiwa pidana.
  • apabila seseorang belum memulai dengan melakukan suatu anasir atau elemen dari peristiwa pidana, maka perbuatannya tersebut masih harus dipandang sebagai perbuatan persiapan.

Yang perlu diketahui adalah bahwa baik teori subjektif maupun teori objektif, keduanya meminta perbuatan pelaksanaan harus sudah dimulai, seandainya baru perbuatan persiapan saja yang dilakukan itu belum cukup. Di Indonesia, hakim dalam menangani atau memeriksa perkara pidana yang berhubungan dengan percobaan tindak pidana adalah menganut “teori percobaan objektif”.


Sanksi Pidana Percobaan Tindak Pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 53 KUH Pidana tersebut, percobaan tindak pidana (poging) dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana percobaan tindak pidana adalah sebagai berikut :
  • maksimum pidana pokok yang dikenakan terhadap pelaku adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 53 ayat (2) KUH Pidana, yaitu maksimun pidana pokok yang diancamkan pada kejahatan tersebut dikurangi dengan 1/3 (sepertiga)-nya. Dengan kata lain, maksimun pidana pokok untuk percobaan dalam KUH Pidana adalah lebih rendah dari pada jika kejahatan itu telah selesai seluruhnya.
  • untuk pidana tambahannya, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 53 ayat (4) KUH Pidana, yaitu sama dengan Kejahatan (tindak pidana) selesai dilakukan.


Percobaan Tindak Pidana Tidak Sempurna (Ondeugdelijke Poging). Istilah percobaan tindak pidana tidak sempurna atau “ondeugdelijke poging” atau disebut juga dengan “percobaan tidak mampu” atau “percobaan tidak mungkin” adalah suatu perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang tidak selesai seperti apa yang diamanatkan undang-undang, yang disebabkan karena alatnya atau objeknya yang menurut sifatnya tidak mungkin dapat terjadi suatu kejahatan. Percobaan tidak sempurna juga dapat berarti suatu bentuk percobaan untuk melakukan kejahatan yang dilakukan dengan sarana yang tidak memiliki potensi untuk menimbulkan akibat.

Menurut R. Soesilo, percobaan tindak pidana tidak sempurna atauondeugdelijke poging” dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa macam sebab, yaitu :
  1. Alatnya yang dipakai melakukan tidak sempurna sama sekali (absolut ondeugdelijk middel). Contoh : Seseorang akan membunuh orang lain dengan menggunakan racun, tetapi salah menaburkan garam, sehingga calon korban tidak mati.
  2. Alatnya yang dipakai melakukan kurang sempurna (relatief ondeugdelijk middel). Contoh : Seseorang akan membunuh orang lain dengan racun, tetapi dosisnya kurang banyak, sehingga calon korban tidak mati.
  3. Objek yang dituju tidak sempurna sama sekali (absolut ondeugdelijk object). Contoh : Seseorang akan membunuh orang lain yang disangka sedang tidur dengan menembaknya, tetapi ternyata calon korbannya sebelum ditembak sudah mati.
  4. Objek yang dituju kurang sempurna (relatief ondeugdelijk object). Contoh : Seseorang akan membunuh orang lain dengan racun, tetapi karena calon korbannya mempunyai kekuatan yang luar biasa sehingga ia tidak mati.

Pertanyaan yang muncul adalah apakah percobaan tindak pidana tidak sempurna atau “ondeugdelijke poging” yang demikian itu dapat dipidana ? Terdapat dua jawaban terhadap pertanyaan tersebut yang didasarkan pada teori percobaan tindak pidana, yaitu :

1. Teori percobaan subjektif.
Menurut teori percobaan subjektif, percobaan tindak pidana tidak sempurna atau “ondeugdelijke poging” sebagaimana tersebut di atas dapat dipidana, oleh karena pelaku telah memiliki niat jahat yang nyata. Hal demikian tidak perlu dibuktikan apakah perbuatannya tersebut sudah membahayakan terhadap objek yang dituju atau tidak.

2. Teori percobaan objektif.
Menurut teori percobaan objektif, percobaan tindak pidana tidak sempurna atau “ondeugdelijke poging” sebagaimana tersebut di atas yang dapat dipidana hanyalah percobaan melakukan kejahatan karena :
  • alatnya yang dipakai melakukan kurang sempurna (relatief ondeugdelijk middel).
  • objek yang dituju kurang sempurna (relatief ondeugdelijk object).

Hal tersebut dikarenakan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku sudah membahayakan terhadap objek yang dituju.

Baca juga : Pengertian Sanksi

Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian percobaan tindak pidana (poging), unsur, teori, dan sanksi pidana percobaan tindak pidana (poging), serta percobaan tindak pidana tidak sempurna (ondeugdelijke poging).

Semoga bermanfaat.