Pidana : Pengertian, Jenis, Dan Tujuan Pidana, Serta Perbedaan Antara Pidana Penjara Dan Pidana Kurungan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Pidana. Istilah pidana seringkali diartikan sama dengan istilah hukuman. Hanya saja, hukuman merupakan istilah yang bersifat umum dan mempunyai arti yang luas karena dapat dikaitkan dalam banyak bidang selain di bidang hukum, seperti di bidang pendidikan, moral, dan agama. Sedangkan pidana merupakan istilah yang bersifat khusus, yaitu hanya digunakan dalam bidang hukum. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan sehingga menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang khas dari pidana.

Pidana
pada hukum pidana merupakan suatu alat dan bukan tujuan hukum pidana, yang apabila dilaksanakan, tiada lain adalah berupa penderitaan atau rasa tidak enak bagi yang bersangkutan. Pengertian pidana sendiri dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh banyak ahli hukum, diantaranya adalah :
  • Sudarto, dalam “Kapita Selekta Hukum Pidana”, menjelaskan bahwa pidana adalah nestapa yang dikenakan oleh negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.
  • Roeslan Saleh, dalam “Stelsel Pidana Indonesia”, menjelaskan bahwa pidana adalah reaksi atas delik dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.


Jenis Pidana. Di Indonesia, pidana yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana atau delik diatur dalam ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana). Secara umum, pidana dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu :

1. Pidana Pokok.
Pidana pokok dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu :

1.1. Pidana mati.
Di Indonesia, pidana mati masih diberlakukan. Secara normatif, kebutuhan akan adanya pidana mati sangat diperlukan, terutama dalam situasi ketika pelaksanaan pidana penjara tidak dapat secara efektif mampu menekan angka kejahatan. Dalam KUH Pidana Indonesia, pidana mati merupakan pidana terberat dalam sistem pemidanaan. Hukumam mati dapat diancamkan kepada pelaku tindak pidana, diantaranya :
  • makar (penyerangan) membunuh presiden (Pasal 104 KUH Pidana).
  • pengkhianatan kepala negara (Pasal 111 ayat (2) KUH Pidana).
  • pembunuhan berencana (Pasal 340 KUH Pidana).

Selain yang disebutkan dalam KUH Pidana, ancaman pidana mati pada pelaku tindak kejahatan juga dapat ditemui dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor : 21 Tahun 1959, yaitu pada ketentuan Pasal 1 ayat (2) yang memperberat ancaman pidana delik ekonomi jika “dapat menimbulkan kekacauan perekonomian dalam masyarakat”, dan dalam Undang-Undang Nomor : 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pidana mati merupakan sanksi yang bersifat khusus, artinya pidana mati akan dieksekusi apabila terpidana dalam kurun waktu 10 tahun sebagai penundaan pelaksanaan pidana mati, tidak memperlihatkan perilaku yang lebih baik. Akan tetapi, seandainya terpidana mati tersebut dalam jangka waktu 10 tahun menunjukkan perilaku yang baik, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara 20 tahun.

1.2. Pidana penjara.
Pidana penjara merupakan bentuk pidana yang merampas kemerdekaan hidup pelaku tindak pidana. Pelaksanaan pidana penjara dapat dilakukan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) atau di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Pidana penjara diatur dalam ketentuan Pasal 12 KUH Pidana. Pidana penjara dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
  • pidana penjara seumur hidup. Pidana penjara seumur hidup berarti terpidana menjalani pidana penjara sampai yang bersangkutan meninggal dunia.
  • pidana penjara sementara waktu. Pidana penjara sementara waktu paling singkat 1 hari dan paling lama 15 tahun. Pidana penjara sementara waktu dapat dijatuhkan selama-lamanya 20 tahun apabila terdapat hal-hal yang memberatkan, misalnya residivis, perbarengan tindak pidana, dan tindak pidana yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

1.3. Pidana kurungan.
Pidana kurungan pada prinsipnya sama dengan pidana penjara, yaitu sama-sama bersifat merampas kemerdekaan bagi si terhukum. Akan tetapi, secara yuridis pidana kurungan lebih ringan dari pada pidana penjara. Pidana kurungan paling singkat 1 hari dan paling lama 1 tahun, dan dapat dinaikkan menjadi 1 tahun 4 bulan. Pidana kurungan diatur dalam ketentuan Pasal 18 KUH Pidana.

1.4. Pidana denda.
Pidana denda merupakan hukuman berupa kewajiban seseorang untuk mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus dosanya dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Pidana denda biasanya dijatuhkan terhadap tindak pidana ringan, misalnya pelanggaran atau kejahatan ringan. Pidana denda boleh dibayarkan oleh siapa saja, seperti keluarga ataupun teman. Pidana denda dalam ketentuan Pasal 30 KUH Pidana.

1.5. Pidana tutupan.
Pidana tutupan merupakan salah satu bentuk pidana yang tercantum dalam KUH Pidana sebagai pidana pokok berdasarkan Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 1946, di mana ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 1946 menjelaskan bahwa :

dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh menjatuhkan pidana tutupan.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) tersebut, dapat diketahui bahwa pidana tutupan sebenarnya telah dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang untuk menggantikan pidana penjara yang sebenarnya dapat dijatuhkan oleh hakim bagi pelaku dari sesuatu kejahatan, atas dasar bahwa kejahatan tersebut oleh pelakunya telah dilakukan karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati.

Meskipun diatur dalam ketentuan perundang-undangan tersebut, di Indonesia pidana tutupan belum atau tidak dapat dijalankan, dikarenakan “Rumah Tutupan” sebagai tempat pemidanaan pelaku tindak kejahatan hingga sekarang belum.

2. Pidana Tambahan.
Pidana tambahan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

2.1 Pencabutan hak-hak tertentu.
Pidana pencabutan hak-hak tertentu tidak meliputi pencabutan hak-hak kehidupan, hak-hak sipil (perdata), dan hak-hak ketatanegaraan. Pidana pencabutan hak-hak tertentu diatur dalam ketentuan Pasal 35 KUH Pidana, yang menyebutkan bahwa :

(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah :
  1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu.
  2. hak memasuki Angkatan Bersenjata.
  3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.
  4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri.
  5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri.
  6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.
(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus di tentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.

Sedangkan lamanya pencabutan hak, dijelaskan dalam ketentuan Pasal 38 KUH Pidana, yaitu :
  • dalam hal orang dihukum mati atau penjara seumur hidup, selama hidupnya.
  • dalam hal pidana penjara atau kurungan, tenggang waktu, yang lamanya sedikit-dikitnya melebihi lamanya pidana dengan dua tahun dan selama-lamanya lima tahun lebih lama dari hukuman utama.
  • dalam hal denda, selama sedikit-dikitnya dua tahun dan selama- lamanya lima tahun.

2.2. Perampasan barang-barang tertentu.
Pidana perampasan barang-barang tertentu merupakan pidana kekayaan, seperti halnya dengan pidana denda. Perampasan barang sebagai suatu pidana hanya diperkenankan atas barang-barang tertentu sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 39 KUH Pidana, yaitu :
  • barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.
  • dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.
  • perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.

2.3. Pengumuman putusan hakim.
Pengumuman putusan hakim merupakan salah satu bentuk jenis pidana yang harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum agar putusan tersebut sah dan mempunyai kekuatan hukum. Ketentuan Pasal 195 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menyebutkan bahwa :

Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.”

Namun demikian, yang dimaksud dengan pidana pengumuman putusan hakim adalah suatu publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan seseorang dari pengadilan pidana. Pidana pengumuman putusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang, misalnya berkaitan dengan kejahatan penggelapan. Tujuan pidana pengumuman putusan hakim adalah untuk tindakan preventif, yaitu mencegah orang-orang tertentu agar tidak melakukan tindak pidana, seperti penggelapan, perbuatan curang, dan lain sebagainya.


Tujuan Pidana. Secara umum, tujuan dari pengenaan pidana adalah untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak kejahatan. Muladi dan Barda Nawawi Arief, dalam “Teori-Teori dan Kebijakan Pidana”, menyebutkan bahwa pada hakikatnya pidana mempunyai dua tujuan utama, yaitu :
  • untuk memengaruhi tingkah laku.
  • untuk menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik ini dapat berupa perbaikan kerugian yang dialami atau perbaikan hubungan baik yang dirusak atau pengembalian kepercayaan antarsesama manusia.

Sedangkan Adami Chazawi, dalam “Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1”, menyebutkan bahwa pencantuman pidana pada setiap larangan dalam hukum pidana bertujuan :
  • untuk kepastian hukum dan dalam rangka membatasi kekuasaan negara.
  • untuk mencegah (preventif) bagi orang yang berniat untuk melanggar hukum pidana.

Berdasarkan tujuan pidana tersebut, maka muncul beberapa teori tentang alasan pemidanaan, yaitu :

1. Teori Pembalasan (Teori Absolut).
Teori pembalasan membenarkan pemidanaan karena seseorang telah melakukan suatu tindak pidana. Bahan pertimbangan dalam pemidanaan adalah masa atau waktu terjadinya tindak pidana tersebut. Menurut teori ini, seorang penjahat mutlak harus dipidana. Teori pembalasan terbagi menjadi :
  • pembalasan berdasarkan tuntutan mutlak dari etika (een ethische vergelding).
  • pembalasan bersambut/dialektis (dialectische vergelding).
  • pembalasan demi kepuasan (aesthetische vergelding).
  • pembalasan sesuai ajaran Tuhan (agama).
  • pembalasan sebagai kehendak manusia.

2. Teori Tujuan (Teori Relatif).
Teori tujuan membenarkan pemidanaan berdasarkan atau tergantung kepada tujuan pemidanaan, yaitu untuk perlindungan masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan. Teori tujuan mempersoalkan akibat-akibat dari pemidanaan kepada penjahat atau kepada kepentingan masyarakat, serta mempertimbangkan juga pencegahan untuk masa mendatang. Dilihat dari tujuan pemidanaan, teori tujuan dapat dibagi menjadi :
  • pencegahan terjadinya suatu kejahatan dengan mengadakan ancaman pidana yang berat untuk menakut-nakuti calon-calon penjahat.
  • perbaikan atau pendidikan bagi penjahat (verbeterings theorie), dengan cara perbaikan intelektual, perbaikan moral, dan perbaikan yuridis.
  • menyingkirkan penjahat dari lingkungan masyarakat. Kepada penjahat yang sudah kebal terhadap ancaman pidana yang berupa menakut-nakuti hendaknya dihukum penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati.
  • menjamin ketertiban hukum (rechtsorde), dengan cara mengadakan norma-norma yang menjamin ketertiban umum. Kepada pelanggar norma tersebut, negara menjatuhkan pidana.

3. Teori Gabungan (Vereenigings Theorie).
Teori gabungan mendasarkan pemidanaan pada perpaduan antara teori pembalasan dengan teori tujuan. Menurut teori gabungan, pemidanaan tidak saja harus mempertimbangkan masa lalu, tetapi juga harus bersamaan mempertimbangkan masa yang akan datang. Sehingga penjatuhan pidana harus memberikan rasa kepuasan, baik bagi masyarakat, hakim maupun kepada penjahat itu sendiri. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan antara pidana yang dijatuhkan dengan kejahatan yang telah dilakukan.


Perbedaan Antara Pidana Penjara dan Pidana Kurungan. Terdapat beberapa hal prinsip yang membedakan antara pidana penjara dan pidana kurungan. Perbedaan antara pidana penjara dan pidana kurungan adalah sebagai berikut :

1. Pidana penjara :
  • maksimum pidananya 15 tahun, dan dapat dinaikkan menjadi 20 tahun.
  • diancamkan untuk kejahatan dengan sengaja.
  • dapat dilaksanakan di mana saja.
  • jam kerjanya sembilan jam
  • tidak bisa memperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri.

2. Pidana kurungan :
  • maksimum pidananya 1 tahun, dan dapat dinaikkan menjadi 1 tahun 4 bulan.
  • diancamkan untuk kejahatan yang tidak disengaja dan pelanggaran.
  • hanya dilaksanakan ditempat narapidana.
  • jam kerjanya delapan jam.
  • dapat memperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri.


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian pidana, jenis dan tujuan pidana, serta perbedaan antara pidana penjara dan pidana kurungan.

Semoga bermanfaat.