Tujuan Dan Pembagian Hukum Pidana

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
1. Tujuan Hukum Pidana.
Hukum pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum, yang perubahan-perubahan dan penambahan-penambahannya akan terus berkembang mengikuti segala permasalahan yang ada sesuai dengan jamannya. Hanya saja, satu hal yang selalu menjadi pertimbangan dalam hukum pidana adalah terutama mengenai pertanggungan jawab manusia tentang "perbuatan yang dapat dihukum". 

Tujuan hukum pidana adalah memberikan perlindungan atas kepentingan orang perseorangan atau hak asasi manusia dan melindungi kepentingan masyarakat dan negara dari kejahatan atau tindakan yang tercela di satu pihak dan dari tindakan penguasa yang sewenang-wenang di lain pihak. Tujuan dari hukum pidana untuk sampai pada yang sekarang ini, telah melewati suatu perjalanan yang panjang. Pada jaman sebelum Revolusi Prancis, di mana hukum pidana pada umumnya belum tertulis (belum terkodifikasi), penentuan suatu perbuatan dianggap baik atau buruk, dapat dihukum atau tidak, semuanya bergantung pada kebijaksanaan hakim, orang yang ditunjuk sebagai alat dari raja. Akibatnya, pada masa itu banyak terjadi kesewenang-wenangan.

Berpangkal dari hal tersebut, mulailah banyak ahli (pemikir) yang memikirkan tentang suatu aturan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum masyarakat atau individu dari masyarakat atau individu yang lain, dan kepentingan hukum masyarakat dari tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penguasa pada saat itu. Berkaitan dengan hal tersebut, maka muncullah beberapa mashab mengenai tujuan hukum pidana, di antaranya adalah :
  1. Mashab klasik. Menurut mashab ini, tujuan hukum pidana adalah untuk menjamin kepentingan hukum individu.
  2. Mashab modern, Menurut mashab ini, tujuan hukum pidana adalah untuk memberantas kejahatan agar terlindung kepentingan hukum masyarakat.

Seperti halnya suatu ilmu pengetahuan yang membutuhkan bantuan dan keterangan-keterangan dari ilmu pengetahuan lain, demikian pula ilmu hukum pidana yang juga mempunyai ilmu-ilmu pengetahuan pembantu, seperti Anthropologi, Filsafat, Ethica, Statistik, Medicine Forensic, Psychiatrie, Kriminologi.

2. Pembagian Hukum Pidana.
Hukum pidana dapat dibagi (dikelompokkan) dari berbagai segi. Pembedaan terpenting dari hukum pidana adalah sebagai berikut :

2.1. Hukum pidana tertulis dan tidak tertulis.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana), menyebutkan bahwa :
  1. Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.
  2. Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.

Dalam ketentuan Pasal 1 KUH Pidana tersebut terkandung asas legalitas atau disebut juga dalam bahasa latin sebagai "nulum delictum nulla poena sine praevia lege poenali", yaitu suatu norma hukum pidana dan sanksi hukum pidana sudah terlebih dahulu ada pada suatu perundang-undangan sebelum suatu tindakan dilakukan. Maka jelaslah bahwa tidak dikenal lagi adanya hukum pidana yang tidak tertulis. Akan tetapi di Indonesia, selain hukum pidana yang dikenal selama ini, masih juga hidup dalam masyarakat suatu hukum yang disebut hukum adat, yang juga masih diakui berlakunya. Dan hukum adat tersebut pada umumnya tidak tertulis.

2.2. Hukum pidana sebagai hukum positif.
Hukum pidana positif atau ius constitum, maksudnya adalah hukum yang berlaku sebagai hukum bagi masyarakat suatu negara, pada waktu tertentu.

2.3. Hukum pidana sebagai bagian hukum publik.
Hukum pidana sebagai hukum publik, artinya bahwa ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum pidana (hak dan kewajiban, larangan dan keharusan, serta sanksi bagi pelanggarnya) adalah berkaitan dengan kepentingan umum.

2.4. Hukum pidana obyektif  (jus punale) dan hukum pidana subyektif (jus puniendi).
Yang dimaksud dengan :
  • Hukum pidana obyektif (jus punale), ialah semua peraturan yang mengandung keharusan atau larangan, terhadap pelanggaran tersebut diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan. Pada hakekatnya hukum pidana obyektif itu membatasi hak negara untuk menghukum.
  • Hukum pidana subyektif (jus puniendi), ialah hak negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan hukum pidana obyektif. Sehingga hukum pidana subyektif ini baru ada, setelah ada peraturan-peraturan dari hukum pidana obyektif terlebih dahulu. Dalam hubungan ini tersimpul kekuasaan untuk dipergunakan oleh negara, yang berarti bahwa tiap-tiap orang dilarang untuk mengambil tindakan sendiri dalam menyelesaikan tindakan pidana (perbuatan melanggar hukum atau delik)

2.5. Hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.
Yang dimaksud dengan :
  • Hukum pidana material ialah peraturan-peraturan yang menegaskan tentang perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, dan dengan hukuman apa menghukum seseorang. Singkatnya Hukum Pidana Materiil mengatur tentang apa, siapa, dan bagaimana orang dapat dihukum. Hukum Pidana Material membedakan antara Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus.
  • Hukum pidana formal ialah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana (merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Materiil). Hukum Pidana Formal memuat peraturan-peraturan tentang bagaimana memelihara atau mempertahankan Hukum Pidana Materiil, dan karena memuat cara-cara untuk menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana, maka hukum ini dinamakan juga Hukum Acara Pidana.

2.6. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus.
Yang dimaksud dengan :
  • Hukum pidana umum, ialah hukum pidana yang berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapa pun juga di seluruh Indonesia) kecuali anggota ketentaraan. 
  • Hukum pidana khusus, ialah hukum pidana yang berlaku untuk orang-orang khusus, misalnya Hukum Pidana Militer berlaku khusus untuk anggota militer, Hukum Pidana Pajak berlaku khusus untuk perseroan dan mereka yang membayar pajak (wajib pajak).

Demikian penjelasan berkaitan dengan tujuan dan pembagian hukum pidana.

Semoga bermanfaat.