Salah satu cara untuk mencapai tujuan hukum pidana adalah memidana seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana oleh penguasa. Dasar dari pemidanaan seseorang haruslah sesuai dengan alasan-alasan yang dibenarkan untuk menjatuhkan pidana tersebut. Alasan-alasan yang dibenarkan haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum pidana.
1. Dasar Pemidanaan.
Ajaran-ajaran mengenai dasar pembenaran pemidanaan berkembang pada abad kedelapanbelas dan abad kesembilanbelas. Yang menjadi persoalan dalam menjatuhkan suatu pidana adalah dasar pembenaran dari adanya hak penguasa untuk menjatuhkan pidana. Terdapat berbagai ajaran mengenai dasar hak penguasa untuk menjatuhkan pidana, yaitu :
a. Pemidanaan berdasarkan Ketuhanan (Theologis).
Ajaran ini mengatakan bahwa penguasa adalah abdi Tuhan untuk melindungi yang baik. Tokoh dari ajaran ini adalah Gewin dan Thomas Aquino. Gewin mengatakan bahwa tidak boleh ada pemidanaan kerena dendam dan rasa pembalasan, melainkan karena pelaku telah berdosa (quia peccatum est). Pidana adalah tuntutan keadilan dan kebenaran Tuhan. Sedangkan Thomas Aquino mengatakan bahwa negara sebagai pembuat undang-undang di mana hakim bertindak atas kekuasaan yang diberikan Tuhan kepadanya, guna mencapai tujuan negara yaitu kesejahteraan umum. Karena itulah negara selain berhak menentukan hukum, juga berhak memaksa untuk menaati hukum, dengan ancaman pidana.
Ajaran ini mengatakan bahwa penguasa adalah abdi Tuhan untuk melindungi yang baik. Tokoh dari ajaran ini adalah Gewin dan Thomas Aquino. Gewin mengatakan bahwa tidak boleh ada pemidanaan kerena dendam dan rasa pembalasan, melainkan karena pelaku telah berdosa (quia peccatum est). Pidana adalah tuntutan keadilan dan kebenaran Tuhan. Sedangkan Thomas Aquino mengatakan bahwa negara sebagai pembuat undang-undang di mana hakim bertindak atas kekuasaan yang diberikan Tuhan kepadanya, guna mencapai tujuan negara yaitu kesejahteraan umum. Karena itulah negara selain berhak menentukan hukum, juga berhak memaksa untuk menaati hukum, dengan ancaman pidana.
b. Pemidanaan berdasarkan falsafah.
Dasar pemidanaan ini berpangkal pada perjanjian masyarakat (du contrat social), artinya ada persetujuan fiktif antara rakyat dengan negara, di mana rakyatlah yang berdaulat dan menentukan bentuk pemerintahan. Kekuasaan negara tidak lain dari pada kekuasaan yang diberikan oleh rakyat. Tokoh dari ajaran ini adalah J.J. Rousseou yang terkenal dengan ajaran "kedaulatan rakyat". Setiap warga negara menyerahkan sebagian hak asasinya kepada negara, dan untuk hal tersebut setiap warga negara menerima perlindungan atas kepentingan hukumnya dari negara, dan negara memperoleh hak untuk memidana.
Dasar pemidanaan ini berpangkal pada perjanjian masyarakat (du contrat social), artinya ada persetujuan fiktif antara rakyat dengan negara, di mana rakyatlah yang berdaulat dan menentukan bentuk pemerintahan. Kekuasaan negara tidak lain dari pada kekuasaan yang diberikan oleh rakyat. Tokoh dari ajaran ini adalah J.J. Rousseou yang terkenal dengan ajaran "kedaulatan rakyat". Setiap warga negara menyerahkan sebagian hak asasinya kepada negara, dan untuk hal tersebut setiap warga negara menerima perlindungan atas kepentingan hukumnya dari negara, dan negara memperoleh hak untuk memidana.
c. Pemidanaan berdasarkan perlindungan hukum (yuridis).
Ajaran ini berpangkal pada kegunaan dan kepentingan penerapan ketentuan pidana untuk mencapai tujuan dari kehidupan dan penghidupan bersama yaitu perlindungan hukum. Atau dengan kata lain, dasar pemidanaan adalah karena penerapan pidana merupakan alat untuk menjamin ketertiban hukum. Tokoh dari ajaran ini adalah Bentham, Van Hamel, dan Simons.
Ajaran ini berpangkal pada kegunaan dan kepentingan penerapan ketentuan pidana untuk mencapai tujuan dari kehidupan dan penghidupan bersama yaitu perlindungan hukum. Atau dengan kata lain, dasar pemidanaan adalah karena penerapan pidana merupakan alat untuk menjamin ketertiban hukum. Tokoh dari ajaran ini adalah Bentham, Van Hamel, dan Simons.
2. Alasan dan Maksud Pemidanaan.
Alasan pemidanaan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Teori Pembalasan (Teori Absolut).
Teori ini membenarkan pemidanaan karena seseorang telah melakukan suatu tindak pidana. Bahan pertimbangan dalam pemidanaan adalah masa atau waktu terjadinya tindak pidana tersebut. Seorang penjahat mutlak harus dipidana. Teori pembalasan terbagi menjadi :
Teori ini membenarkan pemidanaan karena seseorang telah melakukan suatu tindak pidana. Bahan pertimbangan dalam pemidanaan adalah masa atau waktu terjadinya tindak pidana tersebut. Seorang penjahat mutlak harus dipidana. Teori pembalasan terbagi menjadi :
- Pembalasan berdasarkan tuntutan mutlak dari etika (een ethische vergelding). Teori ini dikemukakan oleh Immanuel Kant, yang mengatakan bahwa pemidanaan adalah merupakan tuntutan mutlak dari kesusilaan (etika) terhadap seorang penjahat.
- Pembalasan bersambut/dialektis (dialectische vergelding). Teori in dikemukakan oleh Hegel, yang mengatakan bahwa hukum adalah perwujudan dari kemerdekaan, sedangkan kejahatan adalah merupakan tantangan kepada hukum dan keadilan. Oleh sebab itu, kejahatan-kejahatan secara mutlak harus dilenyapkan dengan memberikan pidana kepada penjahat.
- Pembalasan demi kepuasan (aesthetische vergelding). Teori ini dikemukakan oleh Herber, yang mengatakan bahwa adalah merupakan tuntutan mutlak dari perasaan ketidakpuasan masyarakat, sebagai akibat dari kejahatan, untuk memidana penjahat agar ketidakpuasan masyarakat terimbangi.
- Pembalasan sesuai ajaran Tuhan (agama). Teori ini dikemukakan oleh Stahl, Gewin, dan Thomas Aquino. Mereka mengemukakan bahwa kejahatan adalah merupakan pelanggaran terhadap peri keadilan Tuhan dan harus ditiadakan. Cara mempertahankan peri keadilan Tuhan adalah melalui kekuasaan yang diberikan Tuhan kepada penguasa negara.
- Pembalasan sebagai kehendak manusia. Teori ini dikemukakan oleh penganut mashab hukum alam, yaitu J.J. Rousseou. Hugo De Groot atau Grotius, dan Beccaria. Mereka memandang negara sebagai hasil dari kehendak manusia, mendasarkan pemidanaan juga sebagai perwujudan dari kehendak manusia. Menurut ajaran teori ini, merupakan tuntutan alam bahwa siapa saja yang melakukan kejahatan, dia akan menerima sesuatu yang jahat.
Teori ini membenarkan pemidanaan berdasarkan atau tergantung kepada tujuan pemidanaan, yaitu untuk perlindungan masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan. Perbedaan pokok dari beberapa teori yang termasuk dalam teori tujuan adalah terletak pada caranya untuk mencapai tujuan dan penilaian terhadap kegunaan pidana. Teori tujuan mempersoalkan akibat-akibat dari pemidanaan kepada penjahat atau kepada kepentingan masyarakat, serta mempertimbangkan juga pencegahan untuk masa mendatang. Dilihat dari tujuan pemidanaan, teori tujuan dapat dibagi menjadi :
- Pencegahan terjadinya suatu kejahatan dengan mengadakan ancaman pidana yang berat untuk menakut-nakuti calon-calon penjahat. Teori ini dikemukakan oleh Paul Anselm van Feuerbach.
- Perbaikan atau pendidikan bagi penjahat (verbeterings theorie), dengan cara perbaikan intelektual, perbaikan moral, dan perbaikan yuridis. Penganut dari teori ini adalah Grolman, Van Krause, dan Roder.
- Menyingkirkan penjahat dari lingkungan masyarakat. Kepada penjahat yang sudah kebal terhadap ancaman pidana yang berupa menakut-nakuti hendaknya dihukum penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Penganut teori ini adalah Ferri dan Garofalo.
- Menjamin ketertiban hukum (rechtsorde). Caranya adalah dengan mengadakan norma-norma yang menjamin ketertiban umum. Kepada pelanggar norma tersebut, negara menjatuhkan pidana. Penganut teori ini adalah Frans Von Litz, Van Hamel, dan Simons.
c. Teori Gabungan (Vereenigings Theorie).
Teori ini mendasarkan pemidanaan pada perpaduan antara teori pembalasan dengan teori tujuan. Penganut teori gabungan adalah Binding. Teori ini mengatakan bahwa teori pembalasan dan teori tujuan masing-masing mempunyai kelemahan-kelemahan, untuk itulah dikemukakan keberatan-keberatan sebagai berikut :
Teori ini mendasarkan pemidanaan pada perpaduan antara teori pembalasan dengan teori tujuan. Penganut teori gabungan adalah Binding. Teori ini mengatakan bahwa teori pembalasan dan teori tujuan masing-masing mempunyai kelemahan-kelemahan, untuk itulah dikemukakan keberatan-keberatan sebagai berikut :
1. Keberatan terhadap teori pembalasan :
- Sukar menentukan berat/ringannya pidana.
- Diragukan adanya hak negara untuk menjatuhkan pidana sebagai pembalasan.
- Hukuman pidana sebagai pembalasan tidak bermanfaat bagi masyarakat.
2. Keberatan terhadap teori tujuan :
- Pidana hanya ditujukan untuk mencegah kejahatan.
- Jika ternyata kejahatan yang dilakukan tergolong ringan, maka penjatuhan pidana yang berat tidak memenuhi rasa keadilan.
- Bukan hanya masyarakat yang harus diberi kepuasan, tetapi juga kepada penjahat itu sendiri.
Menurut teori gabungan ini, pemidanaan tidak saja harus mempertimbangkan masa lalu, tetapi juga harus bersamaan mempertimbangkan masa yang akan datang. Sehingga penjatuhan pidana harus memberikan rasa kepuasaan, baik bagi masyarakat, hakim maupun kepada penjahat itu sendiri. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan antara pidana yang dijatuhkan dengan kejahatan yang telah dilakukan.
Demikian penjelasan berkaitan dengan dasar serta alasan dan maksud pemidanaan.
Semoga bermanfaat.