Job Crafting : Pengertian, Dimensi, Dan Faktor Yang Mempengaruhi Job Crafting

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Job Crafting. Secara umum, job crafting dapat diartikan sebagai upaya karyawan untuk mengubah batas perkerjaan, hubungan kerja, dan arti dari pekerjaan demi kepentingan atau kenyamanan karyawan itu sendiri. Job crafting juga dapat berarti suatu keahlian karyawan yang dapat mendesain ulang pekerjaan mereka atas inisiatif sendiri dengan atau tanpa keterlibatan manajemen, sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan terasa lebih mudah dan nyaman karena ada keseimbangan antara tuntutan dan sumber daya pekerjaan dengan kemampuan pribadi ataupun kebutuhan karyawan.

P. Petrou, E. Demerouti, dan W.B. Schaufeli
, dalam “Job Crafting In Changing Organizations : Antecents And Implication For Exhaustion And Performance”, yang dimuat dalam Journal of Occupational Health Psychology, 20(4), menjelaskan bahwa job crafting merupakan inisiatif dan kerelaan karyawan untuk merekonstruksi aspek-aspek pekerjaan mereka, dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi pekerjaan mereka, yang dilakukan dengan menggali beberapa hal, yaitu :
  • sumber informasi (meminta saran dari atasan atau kolega).
  • mencari tantangan (meminta tanggung jawab lebih).
  • mengurangi tuntutan (menghilangkan tekanan atau tuntutan emosional, mental, atau fisik dari pekerjaan).

Job crafting merupakan suatu tindakan untuk mencapai kebermaknaan dalam pekerjaan. Konsep ini merujuk pada pendekatan top-down, dimana karyawan dapat mengubah karakteristik pekerjaa sesuai dengan inisiatif dan minatnya.


Selain itu, pengertian job crafting juga dapat dijumpai dalam beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
  • M. Tims, A.B. Bakker, dan D. Derks, dalam “Development and Validation of the Job Crafting Scale”, yang dimuat dalam Journal of Vacational Behavior, 80 (1), menyebutkan bahwa job crafting adalah bentuk perubahan yang dilakukan karyawan atas inisiatif sendiri untuk menyeimbangkan tuntutan dan sumber daya dalam pekerjaan.
  • A. Wrzesniewski dan J.E. Dutton, dalam “Crafting a Job : Revisioning Employees as Active Crafters of Their Work”, yang dimuat dalam Academy of Management Review, 26(2), menyebutkan bahwa job crafting adalah proses proaktif karyawan dalam mengubah batasan mental untuk mendefinisikan ruang lingkup fisik, emosional, kognitif, dan relasional dari sebuah pekerjaan. Selanjutnya pengertian tersebut berkembang dengan perhatian pada unsur preferensi personal sebagai determinan utama perubahan yang ditunjukkan karyawan.


Dimensi Job Crafting. Job crafting terbangun dari beberapa dimensi. M. Tims, A.B. Bakker, dan D. Derks menyebutkan bahwa job crafting memiliki beberapa dimensi tindakan, yaitu :

1. Increasing structural job resources.
Increasing structural job resources atau meningkatkan sumber daya pekerjaan merupakan optimalisasi sumber daya struktural dari pekerjaan, dengan menekankan hal-hal yang dianggap menjadi karakter inti dari sebuah pekerjaan. Increasing structural job resources juga dapat berarti meningkatkan kinerja karyawan di tingkat organisasi.

2. Decreasing hindering job demands.
Decreasing hindering job demands atau mengurangi tuntutan dalam pekerjaan merupakan usaha yang dilakukan karyawan secara proaktif dalam menurunkan tuntutan pekerjaan mereka, ketika mereka merasa bahwa tuntutan pekerjaannya sudah terlampau berat. Dimensi decreasing hindering job demands mengarah pada perilaku karyawan untuk :
  • menghindari proses pengambilan keputusan yang sulit.
  • mereduksi potensi beban kerja berlebihan.
  • meminimalisir kontak atau relasi dengan individu bermasalah.

3. Increasing social job resources.
Increasing social job resources atau meningkatkan relasi sosial merupakan optimalisasi sumber daya sosial, atau relasi-relasi yang terbangun dalam ruang lingkup pekerjaan. Untuk kepentingan peningkatan kinerja, karyawan dapat mencari bimbingan, pendapat atau saran dari atasan, bawahan dan rekan kerja.

4. Increasing challenging job demands.
Increasing challenging job demands atau meningkatnya kemampuan pekerjaan dalam hal yang menantang merupakan upaya-upaya khusus yang diusahakan oleh karyawan untuk menyelesaikan berbagai tantangan yang muncul dalam pekerjaan.

Sedangkan A. Wrzesniewski dan J.E. Dutton mengidentifikasi tiga dimensi dari job crafting, yaitu :

1. Task crafting (mendesain ulang tugas).
Task crafting merupakan pengubahan beberapa tanggung jawab atau kewajiban yang ditentukan dalam deskripsi pekerjaan awal, yang dapat dilakukan dengan mengubah jumlah, ruang lingkup, atau tipe dari tugas pekerjaan yang dikerjakan. Task crafting dapat dilakukan melalui beberapa tindakan, diantaranya adalah :
  • adding tasks, yaitu melakukan tugas lain yang dapat mendukung tugas utamanya.
  • emphasizing tasks, yaitu memperdalam apa yang telah dilakukan, sehingga manfaat yang dihasilkan lebih banyak.
  • redesigning tasks, yaitu mendesain ulang pekerjaan ketika dirasakan penambahan dan perluasan tugas atau pekerjaan dianggap susah untuk dilakukan.

2. Relational crafting (mendesain ulang interaksi).
Relational crafting merupakan pengubahan tentang bagaimana, kapan, dan pada siapa saja karyawan dapat berinteraksi dengan orang lain dalam melakukan pekerjaannya. Dalam praktik, dimensi ini dapat dilihat dengan adanya perubahan kualitas maupun kuantitas interaksi individu dengan rekannya. Bentuk dari relational crafting diantaranya adalah :
  • building relationships, yaitu menjalin hubungan kerja dengan orang lain yang memungkinkan untuk menumbuhkan rasa kebermaknaan.
  • reframing relationships, yaitu memanfaatkan relasi yang sudah ada untuk mencapai tujuan lain yang membuat pekerjaan lebih bermakna, tidak hanya hubungan sebatas untuk menyelesaikan pekerjaan.
  • adapting relationships, yaitu memaksimalkan hubungan yang sudah terbentuk sejak awal agar pekerjaan semakin memiliki makna. Adapting relationship cenderung dilakukan dengan meningkatkan kualitas hubungan agar memberi dampak positif bagi orang lain.

3. Cognitive crafting (mendesain ulang kognitif).
Cognitive crafting merupakan persepsi karyawan dalam memandang pekerjaannya yang berkaitan dengan tugas maupun segala hubungan yang membentuk pekerjaan tersebut. Beberapa bentuk tindakan yang mencerminkan cognitive crafting diantaranya adalah :
  • expanding perception, yaitu mengubah persepsi karyawan terhadap pekerjaannya secara lebih luas, tidak hanya sebatas untuk dirinya sendiri dan kelompok, namun bagi lingkungan secara keseluruhan.
  • focusing perception, yaitu memfokuskan persepsi kepada bagian-bagian dari pekerjaan yang dianggap bermakna dan mengesampingkan bagian yang dianggap tidak bermakna.
  • linking perception, yaitu membangun hubungan mental (emosi) dari apa yang sudah ada (seperti misalnya, relasi).


Faktor yang Mempengaruhi Job Crafting. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi job crafting. A. Wrzesniewski dan J.E. Dutton, menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi job crafting seorang karyawan, adalah :

1. Kebutuhan kontrol pribadi.
Kebutuhan ini sebagai hal yang mendasar untuk memegang kendali dalam beberapa aspek pekerjaan. Karyawan terlibat dalam job crafting untuk mengontrol pekerjaannya. Hal ini berguna untuk mempertahankan minat dalam pekerjaan dan motivasi di tempat kerja.

2. Citra diri yang positif.
Karyawan termotivasi untuk membuat citra diri yang positif ketika bekerja. Hal ini untuk meningkatkan self image yang positif dalam melakukan aktivitas kerja. Selain itu, karyawan termotivasi untuk melindungi dan meningkatkan citra-diri dengan membentuk pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

3. Kebutuhan interaksi sosial.
Kebutuhan mendasar yang dimiliki karyawan adalah berinteraksi dengan orang lain. Hal ini berfungsi untuk membuat identitas kerja yang lebih positif sehingga meningkatkan makna kerja. Selain itu, dapat meningkatkan pekerjaan yang sesuai agar bermanfaat bagi perusahaan.

M. Volman, dalam thesisnya di Universitas Tilburg yang berjudul “Putting the Context Back in Job Crafting Research : Causes of Job Crafting Behavior”, menyebutkan bahwa job crafting seorang karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Financial orientation (orientasi pada keuangan).
Individu yang mengutamakan financial orientation melihat pekerjaan berdasarkan reward. Individu akan fokus pada pekerjaan yang memiliki reward yang tinggi, sehingga individu lebih membatasi tugas-tugas dalam pekerjaan. Ketika reward tidak diperoleh menyebabkan ketidakpuasan dalam diri individu.

2. Career orientation (orientasi pada karir).
Individu yang memiliki career orientation mengutamakan pada kemajuan karir. Individu memenuhi kebutuhan akan status dan prestasinya dengan cara memperluas interaksi sosial dalam organisasi. Berbeda dengan individu yang memiliki financial orientation, individu ini tidak hanya menginginkan imbalan berupa uang namun menginginkan pengembangan diri dalam pekerjaan sehingga memperoleh status sosial yang lebih tinggi.

3. Calling orientation (orientasi kepada Tuhan).
Individu dengan calling orientation fokus pada kenikmatan dan pemenuhan dalam pekerjaan. Pada konteks agama individu melakukan pekerjaan untuk memenuhi kewajiban kepada Tuhan. Individu percaya bahwa Tuhan tidak terpisahkan dalam kehidupan pribadinya, sehingga individu lebih semangat dan berkualitas dalam melakukan pekerjaan.

Sedangkan Brenda E. Ghitulescu, dalam disertasinya di Universitas Pittsburg yang berjudul “Shaping Tasks and Relationships at Work : Examining the Antecedents and Consequences of Employee Job Crafting Dissertation”, menyebutkan bahwa berdasarkan kajian eksploratif yang dilakukannya, terungkap bahwa adanya beberapa faktor yang dapat mempengaruhi job crafting seorang karyawan, yaitu :
  • model kepemimpinan. Pemimpin memiliki peran besar dalam menjamin kesempatan-kesempatan bawahan untuk mengembangkan diri, melakukan perubahan, dan menemukan makna baru.
  • diskresi. Diskresi atas pekerjaan memungkinkan seorang individu untuk mengadaptasikan ketrampilan atau preferensi mereka dalam elemen-elemen pekerjaan, sekaligus menciptakan rasa tanggung jawab dan kepemilikan dalam pekerjaan.
  • kompleksitas tugas. Tugas-tugas yang lebih kompleks membutuhkan tindakan eksplorasi lebih luas dan mendalam, karena ada lebih banyak ketidakpastian dalam menyelesaikan tugas tersebut.
  • interdependensi tugas. Kerangka teoritik job crafting menilai bahwa ketergantungan tugas akan meningkat, seiring dengan rendahnya kesempatan untuk melakukan perubahan-perubahan begitu juga sebaliknya.
  • situasi lingkungan kerja. Situasi lingkungan organisasi memainkan peran penting dalam menciptakan kondisi positif bagi seorang seorang karyawan, untuk menggubah pekerjaan mereka.
  • dukungan organisasi. Karyawan, yang percaya bahwa organisasi mereka menghargai kontribusi mereka dan memerhatikan kesejahteraan mereka, cenderung untuk melakukan pekerjaan mereka dengan baik.

Kemampuan kognitif dari seorang karyawan dalam menangkap tugas yang diberikan, dan kemudian diterjemahkan menjadi upaya dalam menyelesaikan tugas akan berpengaruh pada job crafting yang dilakukan oleh karyawan.


Job crafting merupakan proses kreatif dan improvisasi yang dilakukan individu sebagai caranya berdaptasi dengan lingkungan pekerjaan. Hal ini dilakukan individu untuk membentuk dan menopang peran serta semangat dalam bekerja

Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian job crafting, dimensi dan faktor yang mempengaruhi job crafting.

Semoga bermanfaat.