Ghibah : Pengertian, Bentuk, Larangan, Dan Cara Menghindar Dari Ghibah, Ghibah Yang Diperbolehkan, Serta Perbedaan Antara Ghibah, Buthan, Dan Namimah

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Ghibah. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :

"Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kalian tahu apa itu ghibah ?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Engkau menyebut tentang saudaramu yang ia tidak sukai.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika apa yang ada pada saudaraku sesuai dengan yang aku katakana ?”. Beliau menjawab, “Jika apa yang engkau katakan itu memang benar-benar ada maka engkau telah berbuat ghibah, namun jika tidak maka engkau telah berbuat fitnah”." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i)

Quraish Shihab
, dalam "Kosakata Keagamaan" menjelaskan bahwa kata ghibah berasal dari bahasa arab, ghibah (غيبة) yang berakar dari kata ghaib (غيب) yang berarti sesuatu yang tidak dijangkau mata. Secara umum, "ghibah" atau "menggunjing" dapat diartikan sebagai membicarakan sesuatu tentang orang yang tidak hadir yang jika orang tersebut mengetahuinya maka ia tidak suka. Imam Ghazali dalam "Ihya Ulumuddin", berpendapat bahwa ghibah adalah engkau menyebut-nyebut orang lain yang tidak berada bersamamu dengan suatu perkataan yang ia tidak suka jika mendengarnya.

Imam An-Nawawi, dalam "Kitab Al-Adzkar" menjelaskan bahwa maksud "menyebut tentang seseorang yang tidak disukai" meliputi banyak hal, seperti bentuk fisiknya, agamanya, kehidupan duniawinya, dirinya, kepribadiannya, hartanya, orang tuanya, anaknya, pasangannya, pembantunya, bajunya, gerak geriknya, diamnya, dan masih banyak lainnya. Sedangkan cara berghibah dapat dilakukan dengan kata-kata, isyarat, maupun dengan perbuatan. Bahkan Imam Al-Munawi, dalam "Kitab Faidul Qadir", menyebutkan bahwa ghibah juga dapat dilakukan "di dalam hati".


Bentuk Ghibah. Ghibah dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk. Berdasarkan cara melakukannya, ghibah dapat dibagi dalam lima bentuk, sebagai berikut :
  • Ghibah lisan, merupakan bentuk gibah yang paling populer, yaitu mengatakan aib seseorang kepada orang lain.
  • Ghibah tulisan, yaitu mengatakan aib orang lain melalui tulisan. Dewasa ini, bentuk ghibah tulisan sering dilakukan oleh banyak orang, terutama dengan menggunakan media sosial.
  • Ghibah perbuatan, yaitu menerangkan aib seseorang dengan cara memperagakan sesuatu kepada orang yang lain.
  • Ghibah sindiran, yaitu mengatakan aib orang lain dengan menggunakan kata-kata kiasan.
  • Ghibah isyarat, yaitu menyebutkan aib orang lain dengan isyarat, dapat berupa kata-kata atau perbuatan.


Larangan Ghibah. Allah berfirman dalam QS. Al Hujurat : 12, yang artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."


Dalam Islam, ghibah termasuk perbuatan yang tercela dan dilarang. Sebagaimana firman Allah tersebut, ghibah dilarang dikarenakan :
  • Termasuk dalam dosa besar.
  • Perusak ukhuwah atau persaudaraan di antara sesame muslim.
  • Ibarat makan bangkai saudara sendiri.
  • Mencederai kehormatan muslim. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : "Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram atas diri kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)
  • Allah buka aibnya. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : "Wahai sekalian orang yang beriman dengan lidahnya sedangkan iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian suka menggunjing orang-orang muslim dan mencari-cari aib mereka. Karena siapa yang mencari-cari aib muslim, Allah akan mencari-cari aibnya. Dan siapa yang Allah cari aibnya, maka Dia akan membuka aib itu meskipun ia bersembunyi di rumahnya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad)
  • Keimanannya jauh dari sempurna. Orang yang suka menggunjing, keimanannya jauh dari sempurna.


Cara Bertaubat dari Ghibah. Dalam Islam, ghibah termasuk dosa yang menyangkut hak manusia. Oleh karenanya untuk bertaubat, pelaku harus bertaubat kepada Allah dan meminta maaf kepada orang yang dighibah. Imam Nawawi, dalam "Riyadhus Shalihin", menjelaskan bahwa bertaubat dari ghibah dapat dilakukan dengan :
  • Menyesali perbuatan ghibahnya.
  • Memohon ampun kepada Allah, yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, dan akan lebih baik jika mengerjakan sholat taubat.
  • Berjanji tidak akan mengulangi.
  • Meminta maaf kepada orang yang telah dighibah.


Cara Menghindar dari Ghibah. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk dapat menghindar dari perbuatan ghibah, diantaranya adalah :
  • Menyadari bahwa ghibah merupakan perbuatan tercela. Hal pertama untuk dapat terhindar dari perilaku ghibah adalah menyadari bahwa hal tersebut adalah perbuatan yang tercela, dilarang oleh Allah, dan hukumnya dosa.
  • Menjaga lisan. Menjaga lisan dapat dilakukan dengan hanya bicara dan membicarakan hal yang baik saja.
  • Selalu mengingat kebaikan orang lain. Dengan mengingat kebaikan orang lain, keinginan untuk berbicara buruk akan dapat dihilangkan.
  • Perbanyak beristighfar. Dengan memperbanyak istighfar kepada Allah, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah dilakukan dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela.
  • Berteman dengan orang yang shaleh. Seringkali seseorang akan seperti apa salah satunya dpengaruhi oleh dengan siapa ia berteman. Oleh karenanya, untuk menjadi seorang yang baik, dapat di mulai dengan berteman dengan orang-orang yang baik (shaleh).


Ghibah yang Diperbolehkan. Tidak semua ghibah dilarang dalam Islam. Terdapat beberapa hal yang termasuk ghibah tapi diperbolehkan, yaitu :
  • Orang yang teraniaya mengadu kepada penguasa atau hakim atau yang selainnya yang memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk mengadili orang yang menganiaya dirinya. Allah berfirman, yang artinya : "Allah tidak menyukai ucapan yang buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiyaya." (QS An-Nisa’: 148)
  • Minta bantuan untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku kemaksiatan kepada kebenaran. Dalam hal ini, tujuannya adalah sebagai sarana untuk menghilangkan kemungkaran, jika niatnya tidak demikian maka hal ini adalah haram.
  • Meminta fatwa. Sebagaimana riwayat dari Aisyah berkata : Hindun istri Abu Sofyan berkata kepada Nabi SAW : ”Sesungguhnya Abu Sufyan seorang yang kikir dan tidak mempunyai cukup belanja untukku dan unutuk anak-anakku, kecuali jika saya ambil diluar pengetahuannya”. Nabi SAW berkata : “Ambillah apa yang cukup untukmu dan untuk anak-anakmu dengan cara yang baik” (jangan terlalu banyak dan jangan terlalu sedikit)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
  • Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan. Sebagaimana diriwayatkan : Fatimah binti Qois berkata: Saya datang kepada Nabi SAW dan berkata : Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah meminang saya. Maka Nabi SAW berkata, “Adapun Mu’awiyah maka ia seorang miskin adapun Abul Jahm maka ia tidak pernah melepaskan tongkatnya dari bahunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  • Ghibah dibolehkan kepada seseorang yang terang-terangan menampakkan kefasikannya atau kebid’ahannya. Namun diharamkan menyebutkan aib-aibnya yang lain yang tidak ia nampakkan, kecuali ada sebab lain yang membolehkannya. Sebagaimana diriwayatkan : Aisyah berkata : Seseorang datang minta izin kepada Nabi SAW, maka Nabi SAW bersabda : ”Izinkankanlah ia, ia adalah sejahat-jahat orang yang ditengah kaumnya.” (HR. Bukhari)
  • Untuk pengenalan. Jika seseorang terkenal dengan suatu laqob (gelar) seperti al-a'aroj (si pincang) atau al-a'ma (si buta) dan yang selainnya maka boleh untuk disebutkan. Dan diharamkan menyebutkannya dalam rangka untuk merendahkan. Adapun jika ada cara lain untuk untuk mengenali mereka (tanpa harus menyebutkan cacat mereka) maka cara tersebut lebih baik.


Perbedaan Ghibah, Buhtan, dan Namimah. Menurut pendapat dari Al-Hasan Al-Bashri, sebagaimana dikutip oleh Syekh Ibrahim Al-Qathan dalam "Taisir At-Tafsir", disebutkan bahwa menggunjing dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
  • ghibah.
  • buhtan (dusta/fitnah).
  • namimah (adu domba).

Perbedaan di antara ketiganya adalah sebagai berikut :
Ghibah adalah menyebut, menulis, atau bahkan memberi isyarat dengan tangan atau mata sekalipun menyangkut hal buruk atau tidak disenangi oleh seseorang yang tidak hadir di hadapan yang menyebut, walaupun yang diungkapkan itu benar. Jika keburukan yang dibicarakan ternyata tidak benar, maka ia disebut buhtan, yang berarti kebohongan besar (fitnah). Dan jika ada upaya untuk menimbulkan keretakan hubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya, meskipun berita itu benar adanya, perbuatannya disebut namimah (adu domba).


Demikian penjelasan berkaitan dengan pengertian ghibah, bentuk, larangan, dan cara menghindar dari ghibah, ghibah yang diperbolehkan, serta perbedaan antara ghibah, buhtan (dusta/fitnah), dan namimah (adu domba).

Semoga bermanfaat.